cattleyaonlyAvatar border
TS
cattleyaonly
S u w u n g [COC Cinta Lama Bersemi Kembali 2022]


Tempat ini pernah seriuh hujan di bulan Januari, tetapi kini sesunyi malam di bulan Mei. Jendela-jendelanya berdebu, dindingnya dihinggapi sarang laba-laba. Namun, sudut-sudut ruangannya masih menyimpan kenangan yang terajut antara aku dan Wardani. Sanggar Pangestu, tempat aku menemukan cinta pertamaku.

Angin menerobos masuk melalui pintu yang terbuka. Lamat, kudengar suara Wardani dari lorong ingatan. Bahkan kini bayangannya seolah hadir di sisi deretan gamelan yang terduduk dingin, meski aku telah membunuhnya berkali-kali. Dia telah lama pergi, membawa separuh hatiku, membiarkanku dalam kehilangan yang panjang.

“Tidak ada lagi yang tertinggal, Mas Wisnu. Semua kejayaan gamelan dan karawitan Pangestu sudah lenyap. Kini, para penabuh gamelan bekerja serabutan, demi dapur agar bisa terus mengepul.”


Quote:
Puisi ciptaan @dewisuzanna
Link Puisi

Kutatap Pak Atmo tanpa berniat menyahuti kata-katanya. Pria itu yang mengurus sanggar Pangestu sejak dulu, tetapi kini tempat itu dibiarkan terbengkalai. Ke mana sanggar Pangestu yang dulu? Ke mana Wardani, sinden yang suaranya mampu membuat hatiku tergetar itu? Dulu aku berjanji dalam hati akan menikahi dan menghujaninya dengan kasih sayang. Namun, dia mematahkan hatiku dengan satu kalimat: Mas, aku akan menikah dengan Pak Joyo.

Saat itu, aku menatap Wardani dengan mata tak berkedip. Kutelisik kedua bola matanya yang sayu, mencari kejujuran dari kata-katanya barusan. Namun, kejujuran dalam mata itu melukaiku.

“Kau akan menikahi pemilik sanggar Pangestu? Kau lebih memilihnya karena dia lebih kaya dariku?” tanyaku sambil meremas kedua bahunya. “Sadar, War, dia sudah tua, sudah memiliki istri dan anaknya sebaya denganmu!”

Wardani membuang muka. “Semua sudah diputuskan, Mas. Kumohon, maafkan aku.”

“Beri aku satu alasan agar aku bisa ikhlas melepasmu.”

“Hanya takdir.”

“Takdir? Kau bercanda, War.” Aku tertawa sumbang.

Wardani tak berkata apa-apa lagi, lalu berlari meninggalkanku dengan tangis berderai.

“Teganya kau lakukan ini padaku, War. Kau akan menyesal!” teriakku.

“Mas Wisnu!” Suara Pak Atmo membuyarkan lamunanku. “Lebih baik kita ke rumah, Mas. Istri saya barusan kirim pesan, dia sudah menyiapkan makan siang. Malam ini, nginap saja di rumah saya. Rumah Mas Wisnu belum dibersihkan sejak ibu Mas Wisnu meninggal.”

Aku hanya mengangguk dan mengikuti langkah Pak Atmo keluar sanggar. Angin dingin menyambutku di pelataran. Daun-daun kering berguguran menimpa tubuhku.
Kami pergi ke rumah Pak Atmo mengendarai mobil yang tahun lalu kubeli dari hasil jerih payahku bekerja. Mestinya, Wardani yang saat ini duduk di sampingku sambil memangku anak kami. Nyatanya, itu hanya mimpi di siang bolong. Nyatanya, Wardani tak sabar menungguku menjadi lelaki yang sukses. Apakah semua wanita seperti itu? Aku mendengkus.

Ketika kami sampai di rumah Pak Atmo, Bu Atmo menyambut kami di depan pintu dengan keramahan khas orang desa. Dia tersenyun lebar. “Ayo langsung makan. Mumpung masih anget,” katanya.

Aku mengangguk lalu tersenyum. Kuikuti langkah Pak Atmo menuju padasan di depan rumah untuk mencuci tangan, kemudian kami duduk di meja makan kayu yang tampak usang, dengan kursi yang dudukan dari anyaman rotan. Di meja terhidang nasi yang masih mengepul, tempe mendoan, pecak terong bakar dan ikan nila goreng.

“Ayo, Mas Wisnu. Maaf hanya masakan sederhana orang desa,” kata Bu Atmo.

“Ini masakan tersedap di dunia, Bu,” jawabku sambil menyiduk nasi. Apa yang di masak Bu Atmo mengingatkanku pada masakan ibuku sendiri. Aku merindukannya. Beliau meninggal tiga bulan yang lalu menyusul Bapak yang telah meninggal setahun sebelumnya. Satu yang paling kusesali, sebagai anak tunggal, aku belum memberikannya menantu, apalagi cucu.

“Jam dua calon pembeli mau melihat-lihat rumah Mas Wisnu,” kata Pak Atmo.

Entah mengapa, menyadari rumah warisan orang tuaku akan dibeli orang menghadirkan rasa sakit dalam dadaku. Sungguh aku tidak ingin menjual rumah yang penuh kenangan itu. Namun, hanya rumah itu hal yang bisa menghubungkan aku dengan desa ini dan Wardani. Jika rumah itu kujual, aku tak akan punya alasan untuk kembali ke desa ini dan tak akan bertemu Wardani lagi.

Jam dua tepat, aku dan Pak Atmo pergi ke rumah orang tuaku. Terlihat sepasang suami istri sepuh sedang menyapu halaman dan membersihkan bagian dalam rumah. Aku menyapa mereka lalu memasuki rumah yang pintunya terbuka lebar. Seperti halnya sanggar Pangestu, rumah ini juga suwung, seperti hatiku. Tidak ada siapa pun tinggal kecuali bayangan dan kenangan. Aku mendesah, melepaskan segala beban berat yang seolah mengimpit dada.
Terdengar suara notifikasi ponsel Pak Atmo. Lelaki tua itu segera mengangkatnya.

“Njih, Juragan.”

“Oh, baiklah kalau begitu.”

Pak Atmo menutup teleponnya, kemudian berjalan ke arahku. “Calon pembelinya tidak bisa datang siang ini. Kita yang disuruh ke rumahnya nanti malam.”

“Memangnya rumahnya dekat, Pak?”

“Dekat, Mas. Jangan khawatir, saya tahu rumahnya.”

Meski sedikit kecewa, tetapi tak apalah, toh calon pembeli bukan membatalkan. Jika dia sampai membatalkan, sia-sia saja perjalananku kali ini.

Malam itu, selepas salat Magrib, aku dan Pak Atmo pergi ke rumah calon pembeli. Pak Atmo menunjukkan arah sedangkan aku fokus mengemudi mobil. Tak kusangka, Pak Atmo menyuruhku berhenti di depan sebuah rumah termewah di kampung itu yang sangat kukenal. Rumah Pak Joyo!

“Jadi, Pak Joyo yang mau membeli rumah saya, Pak?”

“Iya, Mas, tetapi-“

“Tidak, Pak, sebaiknya kita pulang saja! Setelah dia merebut Wardani dari saya, kini dia akan mengambil rumah saya?” Suaraku bergetar, menahan amarah yang hendak meledak. “Bapak kira saya mau saja diinjak-injak terus, Pak? Dulu dia bisa saja menginjak-injak saya yang belum tahu apa-apa, tetapi tidak sekarang!” Aku bergegas memutar balik arah mobil tetapi Pak Atmo mencengkeram lenganku.

“Turunlah, Mas, turuti kata-kata Bapak kali ini saja.”

“Untuk apa saya harus menuruti kata-kata Bapak?”

“Agar Mas Wisnu tahu kebenarannya.”

Kutatap mata Pak Atmo yang seolah menyembunyikan rahasia besar. Demi rahasia itu, akhirnya aku menuruti kata-katanya.

Aku melangkah menuju pintu rumah Pak Joyo dengan hati penuh kecamuk. Saat pintu itu terbuka, dadaku bagai gong yang ditabuh. Sosok yang dulu begitu kukenal itu berdiri di sana. Wajahnya dipenuhi keriput. Tubuhnya terlihat begitu ringkih. Dia mempersilakan kami duduk. Tak lama kemudian dua orang abdi menyuguhkan teh dan camilan.

“Langsung saja pada permasalahan, Pak,” kataku dengan tidak sabar.

“Tunggu dulu! Kita masih menunggu seseorang,” jawab Pak Joyo yang membuat hatiku bagai diamuk badai. Wardanikah yang dimaksud?

Terdengar ketukan langkah yang semakin mendekat dan wajah yang kurindukan itu kini hadir di depan mata. Dadaku berdegup kencang. Darahku seolah tersirap ke ubun-ubun.

Wardani duduk dan Pak Joyo langsung membuka percakapan.
“Kau kenal Yakto adikku, bukan?” tanya Pak Joyo sambil menatap ke arahku. Tanpa menunggu jawaban dariku, dia langsung melanjutkan kata-katanya.” Suatu hari dia mabuk berat. Dia datang ke sanggar. Saat itu, Wardani sedang sendirian menata kostum yang akan dipakai pagelaran besoknya. Malam begitu larut dan sepi. Bahkan gerimis turun sejak bedug Magrib. Sepertinya orang-orang yang tinggal di sekitar sanggar pun sudah pergi ke alam mimpi. Mereka tidak pernah tahu, malam itu, karena terpengaruh minuman haram, Yakto menodai Wardani,” ujar Pak Joyo.

Aku terperenyak. Kepalaku bagai dipukul godam. Bagaimana aku tak mengetahui peristiwa ini? Aku menatap Wardani yang tertunduk dalam. Badai dalam dadaku semakin menggila.

“Setelah itu Yakto mengendarai motornya lalu kau tahu sendiri, dia tertabrak truk. Saat Wardani hamil, akulah yang harus bertanggung jawab atas kesalahan adikku, meski istriku marah,” sambung Pak Joyo. “Wardani memang mencintaimu, tetapi aku tahu, orang tuamu yang berpendidikan tinggi itu tak akan sudi menerima Wardani menjadi menantu, terlebih dia telah hamil anak orang lain.”

Aku menelan ludah yang terasa sepahit brotowali. Tanganku bergetar. Tak kusangka Wardani menyimpan rahasia besar itu dariku.

“Istri pertamaku meninggal tak lama setelah aku menikahi Wardani. Kata orang-orang, itu karena tekanan batin. Dan tahukah kamu betapa menderitanya aku menikahi wanita yang hatinya mencintai orang lain?” Pak Joyo menatapku tajam. “Karena itu lebih baik aku kembalikan dia padamu. Seujung kuku pun aku belum pernah menyentuhnya meskipun aku ingin. Aku akan menceraikannya. Terimalah dia dengan segala kekurangannya. Mengenai anaknya dengan Yakto, akulah yang akan membesarkannya.”

Wardani mendongak, menatapku, menunggu jawaban dariku. Sementara aku tidak tahu harus bersedih atau gembira.

“Aku ingin membeli rumahmu untuknya. Jika kau menolaknya, dia akan menjalani sisa hidupnya di rumah itu dengan kenangan bersamamu,” kata Pak Joyo lagi.

Kuhela napas dalam-dalam lalu kutatap Pak Joyo. Aku tahu apa yang harus kukatakan kepada lelaki tua itu. Sungguh selama ini aku telah menghabiskan waktu untuk mengutuknya, membencinya. Tak pernah kusangka, dia melakukan semua itu untuk menyelamatkan reputasi Wardani juga Yakto. “Saya menerima Wardani dan akan membahagiakannya.”

Pak Joyo terasenyum. “Tentang rumah itu-“

“Saya ingin menukarnya dengan sanggar Pangestu. Saya ingin menghidupkannya seperti dulu.”
Pak Joyo menatapku. “Tidak, tempat itu tidak akan kujual!” Suara Pak Joyo yang begitu tegas membuatku terperenyak. Kutatap nanar matanya.

“Tempat itu akan kujadikan hadiah untuk pernikahan kalian. Aku tahu, hanya kalian yang bisa menghidupkannya kembali. Aku mencintai sanggar Pangestu dengan segenap jiwa ragaku. Aku ingin gamelan itu berbunyi kembali,” kata Pak Joyo yang membuat mata kami berkaca-kaca.

Sebulan setelah aku dan Wardani menikah, sanggar Pangestu kembali menggeliat bangkit. Tempat itu tak lagi suwung begitu juga hatiku. Bunyi gamelan bertalu, ditingkahi tembang yang mengalun dari bibir manis Wardani yang semalam tak pernah puas kuciumi.

Kudus, 25 Juni 2022

Catatan :
Padasan: tempayan yang diberi lubang pancuran
Suwung: kosong
Njih: iya

bukhorigan
MFriza85
MFriza85 dan bukhorigan memberi reputasi
30
1.8K
54
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.