ih.sulAvatar border
TS
ih.sul
Seorang Guru Tak Seharusnya Menjadi Guru Hanya Karena Terpaksa


Saya kembali mengingat masa-masa ketika saya Sd, lebih tepatnya ingatan tentang seorang guru yang menurut saya tidak pantas mendapatkan gaji. Setiap kali jam pelajarannya tiba, guru tersebut akan mengeluarkan buku cetak, menyuruh seorang murid untuk menuliskan isi buku tersebut di papan tulis dan membiarkan murid-murid sisanya mencatat apa yang dia tulis di sana sementara guru tersebut duduk terbengong di mejanya.

Begitulah selama dua jam pelajaran. Kami hanya mencatat dan mencatat. Tak ada interaksi, tak ada penjelasan, cuma mencatat dan kemudian disuruh membaca catatan itu untuk ujian. Dan coba tebak, guru tersebut dibayar jutaan rupiah per bulannya. Bukankah pekerjaan sebagai guru itu sangat indah?



Tentunya guru-guru seperti itu hanya sebagian kecil dari jumlah guru di negara ini, sedikit tetapi ada. Dulu saya menganggap guru-guru seperti itu bajingan, tetapi sekarang setelah saya cukup dewasa dan beberapa teman saya memilih menjadi guru saya mulai paham kenapa sebagian orang bisa berakhir seperti guru-guru tersebut.

Tidak semua orang menjadi guru karena ingin menjadi guru, beberapa menjadi guru karena tak punya pilihan lain sehingga akhirnya menjadi guru untuk terus memenuhi perut mereka. Selain itu orang-orang yang memang ingin menjadi guru tak semuanya berakhir menjadi guru yang baik. Awalnya mereka penuh semangat, siap mengguncang dunia pendidikan dengan ide-ide brilian di otak mereka. Namun tahun demi tahun berganti dan semangat itu akhirnya pudar seperti es krim di gurun sahara.

Konten Sensitif


Bukannya tanpa alasan, mengajar memang tidaklah semudah dietnya Kim Jong-Un. Beberapa guru akan memulai kelas dengan sapaan selamat pagi penuh semangat sementara murid-murid di barisan belakang sibuk mengerjakan pr untuk mata pelajaran berikutnya. Beberapa guru akan menjelaskan dengan cara yang amat mudah dimengerti sementara anak-anak di barisan depan tengah membayangkan perempuan yang mereka suka.

Singkatnya, murid-murid sekolah kadang memang harus dihajar agar mengerti dan melakukan kekerasan di sekolah itu dilarang oleh hukum. Karena tak bisa mengontrol murid-murid yang seperti ini para guru pun semakin dan semakin hilang semangat mengajar, terlebih lagi yang mereka ajarkan juga hanya akan digunakan saat ujian dan kemudian dilupakan.

Konten Sensitif


Coba bayangkan, setiap tahun melakukan hal yang sama hanya untuk dilupakan setelah murid-murid itu lulus. Para guru itu pun akhirnya sampai pada satu kesimpulan, whatever the fucklah, yang penting gaji lancar.Dan akhirnya guru-guru ini berubah menjadi robot yang menghancurkan semangat belajar murid-murid. Ironis bukan? Murid menghancurkan semangat mengajar guru dan kemudian guru menghancurkan semangat belajar murid. Jadi siapa yang bisa disalahkan? Jokowi?

Dan akhirnya ini menjadi lingkaran setan yang menjerat sistem pendidikan di negara kita Indonesia ini. Masalahnya bukan di pelajaran, bukan di cara mengajar, bukan di kurangnya dana bos, masalahnya ada di murid dan guru itu sendiri.



Apa yang dibutuhkan dunia pendidikan Indonesia saat ini adalah sebuah dobrakan, dobrakan yang cukup kuat untuk menghancurkan Tesseract. Guru-guru yang tidak akan menyerah, murid-murid yang memang berniat untuk belajar, dan tentunya fasilitas yang memadai, andai saja semua faktor tersebut terpenuhi maka saya yakin pendidikan di Indonesia akan maju pesat. Andai saja….
KopiKafein
indrag057
pakisal212
pakisal212 dan 34 lainnya memberi reputasi
33
9.6K
132
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.9KThread82.7KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.