Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

salikersAvatar border
TS
salikers
Belajar ilmu tanpa guru, jadi linglung....
Kisah nyata ngamalin ilmu cuma dari baca baca buku tanpa pembimbing, akhirnya yang ada jadi linglung.

Percaya boleh tidak percaya juga boleh 🙂🙂

***

Setelah wirid selesai aku menengok seorang pemuda berambut panjang dan berpeci putih tengah duduk, di depannya ada nasi lengkap dengan lauk pauk, umur pemuda itu sekitar 30 tahun, dia tersenyum padaku.

“Mari mas makan dulu,” katanya ramah.

“Wah saya sudah menunggu dari tadi, takutnya mengganggu wirid.”

Aku mengulurkan tangan, mengajak kenalan, “Febrian.” kataku menjabat tangannya.

“Mashur.” ucapnya memperkenalkan diri,

“Sudah ayo makan dulu, ngobrolnya dilanjutkan nanti, sambil makan.” katanya sambil mengangsurkan piring ke hadapanku, kulihat sayur terong, ikan bandeng, sambal trasi sebagai lauk, terasa nikmat.

“Mas Ian ini musafir ya?” tanyanya.

“Iya.” jawabku sambil menikmati makan yang nikmat.

“Kok tau aku musafir?” tanyaku.

“Ada seorang pemuda yang dari kemarin telah menunggu mas di rumahku,” katanya.

“Seorang pemuda?”

“Iya mas, katanya dia mendapat bisikan dari gaib disuruh menunggu mas, pokoknya orang yang ciri-cirinya seperti mas ini, yang akan singgah di mushola ini, itu orangnya masih di rumahku,” kata Mashur menjelaskan.

“Wah ada apa ya?” tanyaku heran.

“Nanti aja tanya sendiri mas ke orangnya, wah ayo mas, nasinya nambah lagi.”

Kami makan dengan lahap, hampir satu bakul kami habiskan berdua, seakan kami ini kenalan lama, di sela-sela makan kami bercanda.

Mashur orangnya supel dan ramah, dia hidup dengan istri dan dua anaknya, punya pesantren kecil di belakang rumah, yang isinya santri-santri yang ada sambil sekolah, juga ada yang sambil kerja. Muridnya cuma 10 orang.

Setelah makan aku diajak menemui seorang pemuda yang katanya telah menunggu kedatanganku sejak kemarin di rumah Mashur. Pemuda itu bernama Ilham, ketika masuk ke rumah Mashur pandang mataku segera menangkap sosok pemuda kurus, ceking, matanya menjorok ke dalam, pertanda telah mengalami berbagai keprihatinan, tapi setelah sebentar mengamati, aku seperti pernah melihat pemuda ini, tapi aku mengingat-ingat sebentar….. yah pemuda ini pernah ada dalam satu mimpiku, entah 3 bulan atau berapa bulan yang lalu, aku telah melihat masa lalunya tanpa aku tau bagaimana caranya, kami bersalaman, dia mencium tanganku, ku biarkan saja.

“Ilham.” katanya menyebutkan nama. Aku juga memperkenalkan namaku. Aku manggut-manggut kulihat aura hitam menggumpal-gumpal melingkupi tubuhnya, dan aku benar-benar ingat pada semua mimpiku.

Dalam mimpi itu aku melihat pemuda ini mempelajari ilmu tanpa guru, jadi dari membaca-baca buku, tanpa pembimbing, dia mengikuti petunjuk buku itu, dia menyepi di salah satu makam yang dikeramatkan, berhari-hari dia menyepi, berpuasa dan menekuni amalan dari buku tersebut, entah di hari yang ke berapa, di suatu malam di makam itu, sendiri dia membaca wirid dari buku, dan datanglah orang tua berjenggot panjang,

“Ngger, aku akan memberikan ilmu padamu, tapi kau harus menghentikan salat 5 waktu, bersediakah kau ngger?” tanya orang tua itu. Ilham pun manggut. Maka orang tua berjenggot itu memasukkan cahaya dari tapak tangannya ke kepala Ilham.

Persis setelah kejadian itu Ilham tak pernah sholat, tapi aneh dia bisa mengobati berbagai penyakit. Waktu berlalu Ilham masih aktif duduk di makam keramat itu, sambil membaca amalan dari buku.

Entah yang ke berapa malam, dia didatangi bung Karno, presiden RI yang pertama, ”Ngger Ilham, aku akan memberi ilmu padamu, tapi kau harus mau membakar warung tempat menjual minuman keras di ujung desa.” pesan bung Karno.

Setelah pulang dari makam, Ilham linglung, betapa tidak, bagaimana harus membakar sebuah warung minuman? Bagaimana kalau nanti seluruh desa terbakar? Tapi ini perintah presiden RI, yang akan memberikan ilmu padanya, tiap malam Ilham merenung, tiap hari dia bengong karena suara bisikan yang berkecamuk tumpang tindih dalam hatinya.

Malam itu jam 2 dini hari, Ilham telah bertekat, berangkat dengan motornya dan berbekal bensin 5 liter, dia mendatangi warung bensin di ujung desa, motor dia setandarkan, dia menghampiri warung dan menyiram pinggir dan dinding warung dengan bensin, korek api dinyalakan dan wus, warung pun terbakar, Ilham kabur dan mengawasi dari jauh hasil karyanya, dengan seringai puas, sementara api menjilat habis warung dan segala isinya, rumah di sebelah warung pun mulai terjilat api, untung yang punya rumah segera terbangun dan berteriak kebakaran, jadi satu keluarga masih bisa menyelamatkan diri, orang desa mendengar teriakan kebakaran segera berdatangan bahu membahu memadamkan api, walau tak urung rumah di sebelah warung ludes terbakar, tapi api telah dapat dipadamkan.

Pemilik warung, suami istri dan anaknya yang masih bayi hangus terbakar, tak bisa tertolong lagi. Orang-orang bertanya-tanya apa sebenarnya penyebab kebakaran, tapi tak ada yang tau, Sementara Ilham besok malamnya menunggu di pemakaman keramat, dan bung Karno pun datang menyerahkan sebuah keris. Setelah mendapat keris itu, Ilham makin sakti, kebal senjata, dan dia makin serius di pemakaman keramat, hari-hari berlalu.

Malam itu, Ilham masih tekun membaca amalan, hio telah beberapa kali padam dan dia nyalakan hio yang baru, tiba-tiba tercium bau wewangian teramat harum menyeruak memenuhi seantero pemakaman keramat, baunya amat harum, sehingga membangkitkan birahi, dan perlahan tapi pasti, nampak bentuk perempuan cantik di depan Ilham, cantik tiada terkira, tak pernah Ilham melihat wanita cantik sesempurna perempuan muda yang ada di depannya, biar kata semua artis Indonesia disatukan lalu dikareti, masih tak mampu menandingi perempuan ini, cantiknya sulit digambarkan, sampai biasanya Ilham yang tak begitu doyan cewek, kali ini jakunnya naik turun kayak gergaji, seperti kehausan yang teramat sangat di tenggorokannya, kayak jakun itu kurang oli.

“Apakah kau tak ingin jadi suamiku? Dan tak ingin kaya?” tanya perempuan itu, suaranya merdu, seperti alat musik petik yang dipetik dengan hati-hati takut putus senarnya, atau suling yang ditiup dengan nafas yang telah berlatih menemukan nada terhalus dari suara,

“Ho-oh mau… mau.. mau..” kata Ilham air liurnya sampai membanjir tak karuan, apalagi melihat baju biru tipis yang membungkus tubuh si perempuan, sehingga memperlihatkan samar pemandangan yang membangkitkan birahi.

“Tapi kau harus memenuhi syaratku.” kata perempuan itu, sambil melenggak lenggok di depan Ilham, yang membuat pemuda itu makin empot-empotan.

“Apa…. apa syaratnya..?” tanya Ilham dadanya sesek, ampek nahan nafsu yang membuncah.

“Syaratnya kau harus membakar pasar kecamatan.” kata perempuan itu dan Ilham terlongong-longong sampai perempuan itu sirna dari hadapannya.

Setelah pulang dari makam keramat, Ilham pun linglung, membakar pasar kecamatan Bangilan? Bagaimana mungkin? Tempat orang-orang menggantungkan nafkah keluarga, bahkan ibunya Ilham berjualan pakaian di pasar itu. Tapi ketika terdengar bisikan merdu merayu, dan tercium harum memabukkan, tanpa sadar Ilham pun memacu motornya ke pasar yang berjarak dua kiloan dari rumahnya dengan membawa jurigen bensin, tapi begitu sampai di pasar, kesadaran dan nuraninya menolak, maka dia pun linglung, menggelosor begitu saja di tengah pasar, dan kalau sudah begitu orang-orang di pasar pun ramai, yang susah juga ibunya Ilham harus membawanya pulang dengan becak. Dan hal itu terjadi berulang-ulang, orang pasar pun menganggap Ilham gila, karena terjadi terus menerus. Ilham pun dikunci dalam kamar, kalau bisikan datang dia menggedor-gedor pintu, ingin membakar pasar, tapi kalau kesadarannya muncul maka Ilham cuma merenung bengong,

Telah bermacam dukun dan paranormal didatangkan untuk mengobati, tapi malah ada yang dibanting dan ada juga yang sampai digotong pingsan, itulah yang ku lihat dalam mimpiku.

“Bagaimana kabarnya?” tanyaku setelah duduk di kursi kayu rumah Mashur.

“Ah ndak baik mas.” katanya, dengan pandangan cowong matanya menjorok ke dalam, dan ada kantung mata di sekitar mata Ilham, menunjukkan dia tak pernah nyenyak tidur.

“Hehe…. Kamu kan yang membakar warung minuman keras?” tanyaku sambil tertawa.

“Iya mas.., tentu mas sudah tau keadaanku.” kata Ilham menunduk.

“Kata siapa aku sudah tau keadaanmu? Tapi udahlah yang penting 3 jin dalam tubuhmu musti dihilangkan.”

“Saya pasrah saja, apa yang terbaik menurut mas Ian.” katanya mengiba.

“Tapi aku ingin tau dulu, kenapa kok kamu bisa tau aku akan singgah di mushola sini?”

“Ceritanya begini mas, saat aku dikunci terus dalam kamar oleh orang tuaku, waktu antara sadar dan tidak, maksudku tidur dan terjaga, aku didatangi orang tua, yang mengaku kakek buyutku.” katanya bercerita, dia menarik nafas dalam. Biar ceritanya tambah lama.

“Kakek itu berpesan, tunggu pemuda di mushola Annur daerah Pacul, minta tolong untuk membantu masalahmu, apa yang dia katakan turuti saja. Begitu pesan kakek itu, yang mengaku sebagai kakek buyutku,” kata Ilham mengakhiri ceritanya,

“Lalu bagaimana kamu tau pemuda yang kau tunggu itu aku?” tanyaku.

“Kakek itu juga menyebutkan ciri mas lengkap, dan saya cerita sama mas Mashur juga, jadi ketika mas muncul di mushola, baru saya yakin mimpi saya bukan mimpi bohong.”

“Begitu rupanya,” kataku, padahal pakaianku uapek banget, juga bauku kulit yang terbakar matahari.

“Terus sekarang bagaimana mas..?” tanya Mashur yang dari tadi diam menyimak.

“Ya jinnya harus dikeluarkan,” kataku menjawab.

“Wah apa perlu kembang setaman, dan menyan mas? Kalau iya, biar saya yang ke pasar, apa aja syaratnya mas?” tanya Mashur.

“Ya tak perlu syarat apa-apa.” kataku. “Cuma perlu persetujuan Ilham aja.”

“Persetujuan apa lagi mas?” tanya Ilham setengah bengong.

“Ya kamu benar-benar sudah ikhlas, jin yang ada dalam tubuhmu ku cabut?” tanyaku menunggu jawaban mantep dari raut wajahnya.

“Kan sudah saya bilang, saya pasrah pada mas Ian, apa yang terbaik, jadi saya rela serela-relanya.” katanya mantep.

“Walau semua ilmumu hilang?” tanyaku.

Ilham sebentar merenung, tapi kemudian berucap, “Sudah saya siap, walau tak punya ilmu, tak apa-apa, yang penting saya bisa hidup wajar seperti orang lain.

“Baiklah. Sekarang duduk membelakangiku.” kataku, sementara aku berpikir, ah aku ini belum pernah mencabut ilmu seseorang, juga jin yang menyatu karena seseorang mengamalkan ilmu, apakah aku bisa dan mampu?

Ku ingat Kyai waktu mencabut ilmu seseorang, cuma seperti mengambil buah dari punggung orang itu, digenggam lalu dibuang, kalau aku, ah tentu belum bisa setarapan itu, lalu bagaimana? Pikiranku mencari jalan keluar, tapi tanganku perlahan menempel ke punggung Ilham, wirid ku baca tiga kali-tiga kali, aliran hawa panas dan dingin segera menggebu dalam pusarku naik mengalir ke tanganku. Tiba-tiba, tanganku seperti tersedot kekuatan kasat mata di punggung Ilham, karuan tanganku menempel pada punggung Ilham, ku pejam mata, kurasakan tenang dari tubuhku menggulung-gulung masuk tubuh Ilham, aku segera membaca doa khijab dan minta pada Alloh, supaya mukzijatnya Nabi dan karomahnya para wali masuk ke tubuhku, ku rasakan udara dingin, mendekat sejuk mengalir ke setiap pori tubuhku, tangan ku renggangkan ku sedot apa yang ada di dalam tubuh Ilham ku genggam dalam satu tangan, dan tangan kiriku membuat gerakan mengikat, lalu ku lempar jauh-jauh, sementara Ilham menggelosor di kursi, entah pingsan, entah tidur, tapi wajahnya menyiratkan kedamaian.

***
disya1628
jakompank
Araka
Araka dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1.8K
13
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread•42.7KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.