Meski perhelatan Pilpres maupun Pileg pada tahun 2024, ramai dalam pemberitaan sejumlah menteri akan maju dalam Pilpres.

Muncul perdebatan publik terkait soal desakan mundur dari jabatan Menteri saat akan maju dalam pemilihan presiden.

Salah satu alasan penolakannya adalah adanya kekhawatiran tidak bisa menjalankan tugas dan tanggung jawab sebagai Menteri.

Dari sini sudah jelas bahwa kekhawatiran itu tidak mendasar dan dijadikan patokan penilaian kinerja Menteri.

Perlu dicatat, bahwa tidak ada aturan hukum yang mengatur seorang Menteri harus mundur saat nyalon sebagai Presiden.

Mengutip pernyataan Menko Polhukam RI Mahfudz MD menyatakan menteri yang nyapres tidak harus mundur dari jabatannya.

Tidak ada aturang yang mengharuskan menteri mundur kecuali jika yang bersangkutan ditetapkan menjadi Capres.

Secara konstitusi diperbolehkan bagi para Menteri untuk Nyapres asalkan tetap bertanggungjawab dan bekerja. 

Di dunia ini kabinet menjadi salah satu sumber rekrutmen kepemimpinan negara.

Sumber rekrutmen lainnya adalah parpol, lembaga-lembaga negara, dan civil society organization (CSO).

Jadi, sudah jelas bahwa tidak ada UU yang melarang Menteri maju menjadi Presiden atau harus mundur dari jabatannya.

Jangankan Menteri, Presiden dan Wakil Presiden incumben saja saat maju kembali tidak harus mundur dari jabatannya.

Sebab, kalau Presiden dan Wakil Presiden harus mundur bisa menimbulkan kerawanan politik di Indonesia.

Bayangkan saja, DPR harus menyiapkan sidang Istimewa, belum lagi tiga menteri dan terjadi setiap lima tahun sekali.

Sebagaimana diketahui, Wakil Ketua Umum DPN Partai Gelora Indonesia, Fahri Hamzah meminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk memberhentikan sejumlah menteri yang mulai aktif berkampanye dan mulai menunjukkan gelagat politik untuk maju dalam Pemilu 2024.

Fahri juga mengingatkan agar semua menteri yang nampak berkampanye ataupun tidak, tapi ada niat untuk ikut kontestasi eksekutif atau legislatif 2024, sebaiknya mundur dan fokus kerjanya selamatkan Indonesia dari krisis yang ada di depan mata.

"Secara umum, semua menteri yang punya konflik kepentingan baik pribadi maupun jabatan sebaiknya mengundurkan diri. Kabinet ini babak belur padahal masih 2,5 tahun. Saat Krisis menghadang tapi menteri pada cari `cuan` dan popularitas. Akhirnya presiden menanggung beban sendiri!" cetusnya.

Fahri berharap semoga Presiden Jokowi sadar bahwa kabinet harus dipulihkan keadaannya, mengingat waktu 2,5 tahun masih panjang untuk fokus mengerjakan banyak hal bagi kepentingan umum yang masih banyak terbengkalai.

"Mumpung masih punya waktu lebih dari dua setengah tahun sebaiknya Presiden Jokowi merombak kabinetnya dan melepas para menteri yang ditengarai memiliki ambisi politik, sehingga kegiatan rangkap jabatan bisa dihilangkan. Apalagi krisis Global mengancam keadaan kita sekarang! Semoga presiden menyadari!"terangnya.

Selama ini kinerja para menteri juga baik-baik saja dan semua itu pertanggungjawabannya langsung kepada Presiden.

Ingat, tidak perlu khawatir dengan tugas Menteri yang tidak bisa dijalankan dengan baik.

Sebab, Menteri juga seorang pemimpin dalam Kementeriannya yang telah memiliki tugas sistemnya.

Terkait ancaman global, bangsa Indonesia selalu optimis dalam menghadapi kendala dan akan menemukan solusi terbaik.

Mari kita percayakan kepada para Menteri dalam menjalankan tugas dan amanahnya dengan baik.

Maju terus para Menteri di kabinet Jokowi untuk membawa kemajuan bangsa Indonesia yang lebih baik. 



Sumber: Jurnas.com