KKN di Desa Penarisudah tayang di bioskop. Setelah menunggu selama dua tahun lamanya, film ini memecahkan rekor bagi sutradaranya sendiri. Dan juga berhasil menutup mulut para haters Dunia Maya yang budiman. Maksudnya?

Film ini mengalami penundaan yang lumayan lama. Hingga terundur dua tahun dari rencana awal yang harusnya mengudara di tahun 2020. Adaptasinya sendiri berangkat dari utas yang sempat viral tahun 2019 lalu berjudul sama seperti di film. Mengisahkan sekelompok mahasiswa yang mendapatkan malapetaka dan gangguan mistis selama melakukan kegiatan KKN di sebuah desa yang sengaja tidak disebutkan namanya.

Cerita ini diangkat dari kisah nyata. Dibaca ratusan ribu orang dan digali terus oleh banyak pihak tentang tempat, tokoh jahat atau sekadar menanyakan keaslian ceritanya. Terlepas dari pada itu, sejatinya cerita ini telah mendapatkan atensi penuh akan keseruan dan keengeriannya.

Singkat cerita adaptasi mereka diumumkan dan tertunda karena pandemi. Hingga 2022 barulah film ini berani untuk tayang. Diluar ekspetasi, dalam 6 hari film ini sudah ditonton lebih dari 2 juta orang!



Sebuah kebanggan bagi seluruh orang dibalik pembuatan film ini. Tapi juga ironis, karena selama promosi film ini berjalan hingga 2022. Film ini mendapatkan begitu banyak tekanan hebat dari netizen. Alasannya tentu karena molornya waktu rilis. Dalih ini yang dipakai sebagian pihak untuk menganggap film ini tidak layak tayang dan kehilangan  hype.

Lebih lanjut lagi teror yang didapatkan aktor dan sutradaranya. Hujatan dan cacian menghujani media sosial mereka. Isinya penuh oleh cibiran netizen karena tak kunjung mendapatkan kepastian tanggal rilis.

Yang paling seru itu tentu saja dengan pede-nya mereka menyebutkan film ini tidak akan laku dan akan gagal. Ya, tapi kenyataannya film ini sukses mencapai 2 juta penonton kurang dari seminggu. Pencapaian ini pulalah yang menjadi tamparan keras untuk siapapun yang tidak mau memahami situasi.

Mungkin dengan rekor ini, setidaknya KKN di Desa Penari mengingatkan kepada kita semua untuk tidak terburu-buru mengambil kesimpulan. Terlebih lagi jika makian telah terlempar dari jempol kita kala berselancar di internet.

Untuk ulasan sendiri beraneka ragam sesuai penilaian pribadi. Tentang bagus atau tidak, keren atau jelek film tersebut merupakan persoalan lain. Yang jelas film ini sudah tayang dan selama penayangannya berpotensi mendapatkan 3 juta penonton. Ini pulalah yang bisa kita pahami dari perjalanan mereka. Ternyata, pendapat sekelompok kecil netizen tidak mewakili sebagian besar pendapat publik.



Jujur, sepertinya fenomena ini pernah terjadi pada film Gundala (2019). Teringat dahulu selama masa promosi Gundala, mereka sering dicercah karena dianggap plagiat dan sebagainya. Diprediksi tidak laku atau hanya menjadi penerus dari Garuda Superhero (2015). Tapi nyatanya 1,6 juta adalah jumlah yang sangat baik untuk genresuperhero lokal. Yang bahkan melebihi target dari kru Gundala itu sendiri.

Sungguh, pertunjukan KKN di Desa Penari rupanya menjalar tidak hanya di dalam bioskop. Tapi juga hingga di media sosial. Semoga dengan pembuktian film ini, film-film Indonesia kedepan yang harus tertahan karena pandemi dapat segera berjaya!