Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

shani.andrasAvatar border
TS
shani.andras
Kuyang Pemakan Orok
"Letakkan kepala bayi itu Rani!" Teriakku tak digubris, Rani lalu menguliti kepala bayi itu dengan cara menggigitnya, sungguh jijik dan kejam sekali.

5 tahun yang lalu...
"Percaya deh, kali ini pasti ada hasilnya," bujukku pada Rani. Kami sudah tujuh tahun menikah tapi belum juga dikaruniai seorang anak. Akhirnya di tahun ketujuh ini aku menyerah dan mulai berpandangan musyrik, aku mulai gemar kesana kemari mencari informasi mengenai lelaku yang bisa membuahkan keturunan bagi yang memintanya.

Rani yang mulanya ragu mulai cemas, tangannya diremas-remas sendiri seraya berkata, "Aku nurut kamu saja Mas, sudah capek pula aku mikirin omongan Bapak dan kakak-kakakku yang selalu menyinggung tentang momongan." Rani istriku dibesarkan oleh keluarga angkat, kedua orang tuanya meninggal di Kalimantan lalu Rani yang masih bayi diboyong ke Jawa Timur oleh keluarga angkatnya.

"Aku juga tak tahu harus kemana lagi, ilmu kedokteran nggak menghasilkan apa pun selama tujuh tahun ini, tapi aku yakin kali ini kita pasti dapat momongan. Kata Fauzan situs Watu Lotnok ini sudah termasyur bagi pasangan-pasangan yang mengharapkan keturunan cepat." Yah kami sedang dalam perjalanan ke Tulungagung menuju sebuah tempat keramat bernama Watu Lotnok untuk meminta berkah agar diberi momongan secepatnya.

Fauzan adalah sopir dari atasanku Pak Sam, yang sering mengantarkan kemana saja Pak Sam ingin jalan-jalan. Dari Fauzan inilah aku mengetahui tentang situs Watu Lotnok ini, hingga akhirnya saking penasarannya aku sempatkan googling dan mendapatkan berbagai informasi serta review mengenai situs yang dikeramatkan ini.

Akhirnya kami tiba di tujuan kami, situs Watu Lotnok di Tulungagung. Aku menyetir sendiri mobilku berdua hanya dengan Rani istriku, dan saat kami tiba di situs tersebut waktu sudah menunjukkan jam 20.46 malam. Sesuai ekspektasi kami bahwa kami memang diharapkan untuk bermalam di situs ini hingga pagi, tentunya sambil berdoa terus-menerus mengharapkan sebuah keturunan.

Oleh juru kunci Watu Lotnok kami dipandu ke sebuah tempat yang berada tepat dibawah pohon beringin raksasa, kesannya sungguh menyeramkan sekali malam ini. dibawah pohon beringin tersebut terdapat sebuah batu hitam yang bentuknya menyerupai alat kelamin pria. Cermat mataku menatap ternyata disebelahnya lagi terdapat sebuah makam yang panjangnya kira-kira 3 meter lebih dengan nisan yang dibungkus kain merah kumal.

Oleh juru kunci, kami berdua dipersilahkan bermalam disitu dan dibolehkan untuk duduk semedi atau berbaring, lalu "kalian juga diharapkan untuk bercumbu sebentar saja, tapi jangan sampe bersuara ya" ucap juru kunci tersebut pada kami. Aku dan Rani akhirnya melakukan yang disampaikan oleh juru kunci tadi. Kami memilih berbaring dan bercumbu seperti yang biasa kami lakukan di rumah.

"JLEBUUUK" suara sebuah benda jatuh terdengar tak jauh dari posisi kami bercumbu, Rani yang lebih dulu melihatnya menunjuk ke arah suara itu, lalu aku berdiri dan berjalan mendekatinya. Ternyata yang jatuh ini sebuah biji sebesar dan mirip buah salak, lalu aku kembali menuju Rani.

"Aneh ya, pohon beringin kan tidak menghasilkan buah" ucapku, Rani juga bingung lalu menyuruhku untuk meletakkan saja biji tadi kemudian kami melanjutkan 'ritual' hingga lupa waktu.

"Mas, Mbak, sudah pagi loh ini. Ayo bangun terus bersih-bersih diri dulu di sendang sebelah sana" ucap juru kunci Watu Lotnok membangunkan kami.

Rani dan diriku membersihkan diri di sebuah sendang yang letaknya dekat dengan situs utama tadi, dan tak lama ketika kami menikmati bebersih diri ini tercium aroma bunga melati yang sangat pekat. Saking pekatnya aroma melati ini kepalaku menjadi agak pusing, Rani juga merasakan hal yang sama lalu mengajakku untuk menyudahi saja. Setelah itu kami berdua berpamitan pulang pada si juru kunci lalu aku bermaksud untuk memberikan sebuah amplop sebagai tanda terima kasih. Si juru kunci ini dengan halus menolak pemberianku, dia bilang pantang untuk menerima segala pemberian dari pengunjung. Namun tak lama setelah itu juru kunci itu menyerahkan sesuatu kepada kami.

"Kalian tadi lupa untuk membawa 'berkah' ini bersama kalian, jadi kuberikan saja daripada kalian datang kesini hanya sisa-sia. Hati-hai di perjalanan ya Mas, Mbak, semoga berkah ini membawa rahmat untuk kalian," ucapnya lalu berpaling dari kami.

Rani membuka pemberian tadi, sebuah bungkusan kain merah yang di dalamnya ternyata biji yang semalam jatuh, "kita apakan biji ini Mas Feri?" aku juga bingung tapi kusuruh menyimpan saja buat kenang-kenangan.

Selang dua minggu sejak kkunjungan kami berdua ke Watu Lotnok Rani mulai menunjukkan tanda-tanda kehamilan. Aku membeli beberapa merek alat uji kehamilan untuk Rani, setelah dicoba hasilnya positif semua. Kemudian kami cek kehamilan ke beberapa klinik dan hasilnya juga menyatakan kalau Rani positif hamil. Namun ada yang dinilai janggal oleh beberapa kerabat kami, kehamilan Rani ini tidak disertai mual, ngidam bahkan sampai di usia kehamilan tiga bulan perut Rani masih belum membesar layaknya usia kandungan yang normal.

Kami pergi ke dokter menanyakan hal ini, dan dokter yang memeriksa Rani dengan kukuh mengatakan kalau Rani ini beneran hamil dan ada janin di rahimnya. Untunglah semua kecemasan kami tadi menghilang di bulan ke 6 kehamilan Rani, perutnya membesar dan sudah tidak terdengar omongan-omongan aneh lagi dari kerabat. Rani dan diriku sepakat untuk tidak melakukan USG sebagai langkah kejutan agar kami tidak terlalu hype mengenai jenis kelamin calon bayi kami ini.

Hampir 2 Tahun Kemudian....

Usia kandungan Rani sudah 21 bulan, tapi Rani masih belum melahirkan. Malu, takut, cemas akhirnya kuputuskan untuk memboyong Rani ke rumah peninggalan kakekku di Magelang. Aku menyewa perawat pribadi untuk memantau keadaan Rani, dan aku mengajukan surat pindah dari Sidoarjo ke Magelang yang langsung disetujui oleh atasanku. keluarga serta kerabatku yang mengetahui hal ini dengan tegas kusuruh untuk tutup mulut dan menjauhi kami saja daripada menambah kecemasan.

Seminggu di Magelang Pak Sam atasanku datang berkunjung. Tapi ada alasan lain mengapa Pak Sam mengunjungiku.

"Feri, kamu nggak dikabari kalau Fauzan baru saja meninggal?" tanya Pak Sam.

"Tidak Pak, tu-tunggu dulu. Kematian Fauzan apa ada hubungannya dengan kecelakaan kendaraan operasional kantor kita Pak?" tanyaku balik.

"Nah itu bener kamu Fer," jawab Pak Sam. "Tapi gini loh Fer, aku ada alasan lain untuk menemuimu kemari. Setahun lalu kudengar Fauzan sempat memberitahu tentang sebuah tempat keramat ya padamu?" lanjut Pak Sam.

"Iya Pak, Fauzan melakukan itu. Lalu hubungannya dengan kunjungan Pak Sam apa ya, saya bingung loh ini Pak" ucapku seraya agak lemas.

"Feri, apa pun itu dan apabila sudah kamu lakukan, sebaiknya dibatalkan dan minta pertolongan kepada Allah Fer, wes aku cuma sanggup ngomong gitu saja. Batasan pengetahuanku cuma segitu saja untuk menolong kamu sama Rani." Pak Sam setelah itu berpamitan untuk melanjutkan perjalanannya ke Madiun.

Walau kami sempat bicara panjang lebar tapi omongan Pak Sam selalu berhenti di nasehat yang sama, dimana diriku jadi pusing karena tak tahu apa-apa.

-bersambung-
Diubah oleh shani.andras 31-08-2023 06:39
viensi
Mbahjoyo911
bukhorigan
bukhorigan dan 10 lainnya memberi reputasi
11
2.1K
9
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.