c4punk1950...Avatar border
TS
c4punk1950...
Minyak Mahal, Langka! Ulah Siapa?




Ketika pemerintah memberlakukan harga minyak yang lebih murah di pasaran, dengan sistem lewat Harga Eceran Tertinggi (HET). Agar tidak membebankan masyarakat, namun setelah peraturan berlaku seketika minyak menghilang dari peredaran.

Tukang gorengan menjerit, tukang pijat keliling bingung, sudah bahan tahu dan tempe mahal, minyak pun langka kalau ada sudah pasti harga tak masuk akal.





Lantas, sebenarnya yang langka itu minyak goreng bersubsidi, atau minyak goreng secara keseluruhan?

Permainan siapa ini, bayangkan ribuan hektar tanah jadi pohon sawit, logikanya minyak tentu melimpah kenyataannya kok malah berbeda. Hmmm, tentu menarik untuk dibahas bukan?

Dalam hal ekonomi ada 3 kegiatan yang perlu diketahui, yaitu produksi, distribusi dan konsumsi. Dari ketiga hal ini kalau dipikirkan secara logic, akan bisa terjadi kelangkaan.



Contoh produksi sedikit jadi lamgka, distribusinya macet juga bisa langka, kalau konsumsinya dalam.jumlah besar juga bisa mengakibatkan kelangkaan.

Lantas, apa yang terjadi sebenarnya saat ini ketika minyak goreng menjadi langka?

Minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO), menurut data produksi sawit di Indonesia pernah menembus 43,5 juta ton, dengan pertumbuhan rata-rata per tahunnya mencapai 3,61 persen. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara produsen minyak terbesar di dunia.



Berarti melihat data diatas, faktor kelangkaan minyak bukan di faktor produksi. Karena produksinya sangat besar, bahkan lahan-lahan baru untuk kelapa sawit terus dibuka, penebangan hutan, hingga membuat bendungan untuk pengairan sawit masih terus dilskukan setiap tahunnya. Karena keuntungannya cukup besar.

Lalu kemudian distribusi, ketika melihat data-data di lapangan ternyata distribusi pun lancar tidak ada kemacetan seperti yang diperkirakan, bahkan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, menyampaikan bahwa pemerintah akan menyubsidi harga minyak kepala sawit curah sebesar Rp14.000 per liter.

Lalu bagaimana dengan konsumsinya? Apakah naik sognifikan, hingga ambang batas yang luar biasa! Menurut data GAPKI, konsumsi minyak sawit dalam negeri pada 2021 mencapai 18.4 juta ton atau naik 6 persen dibanding konsumsi tahun 2020 sebesar 17.3 juta ton. Untuk tahun ini belum ada data, karena belum genap setahun.



Quote:


Berarti masih dibawah nilai produksi, dimana sisanya tentu di ekspor sekitar 20 juta ton.

Bahkan untuk alokasi dalam negeripun ditambah, maka hitungannya harusnya surplus bukan minus. Ini yang membuat Pak Menteri juga kebingungan kok bisa seperti ini?

Jadi begini juragan, kalau kita ambil data statistik harusnya seperti itu. Tapi ini Indonesia, terkadang data statistik tidak sesuai dengan yang ada dilapangan.



Contoh, data statistik covid Indonesia yang diketahui ternyata berbeda dengan angka masyarakat yang kena covid. Karena banyak dari masyarakat tidak melaporkan bahwa mereka terkena covid. Jadi fakta yang seharusnya lebih banyak yang terkena covid dibandingkan angka statistik yang dilaporkan.

Jadi data statistik di Indonesia, tidak bisa menjadi acuan analisis yang akurat. Belum lagi dengan adanya minyak goreng murah Rp 14 ribu tentu akan rawan penyelundupan.

Bukankah sulit menyelundupkan barang? Biasanya otak kriminal berada satu langkah di depan dari otak pihak yang berwajib. Jadi penyelundupan ini masuk akal.



Lantas yang mengakibatkan langkanya minyak juga adanya penimbunan yang dilakukan oleh oknum pedagang nakal, terkadang bukan swalayan, distributor saja namun keluarga dirumahpun juga melakukan penimbunan barang. Mumpung ada subsidi minyak goreng murah, satu keluarga ngantri beli minyak goreng, kalau bisa duit gajian habis buat beli minyak tiap hari.

Bayangkan kalau semua keluarga di Indonesia otaknya berfikir dengan cara yang sama? Alias panic buying. Jadi alasan penimbunan minyak goreng ini menyebabkan minyak goreng langka, adalah alasan yang masuk akal.

Terlebih mendekati Ramadhan atau lebaran, harga akan terkatrol naik. Tidak hanya sembako namun apapun itu produk yang berkaitan dengan kebutuhan ramadhan dan lebaran pasti harganya naik.

Kartel harga yang dilakukan bisa saja terjadi, toh semua ini permainan para pengusaha.





Jadi saran saya kepada pemerintah tarik semua subsidi sesuaikan dengan harga pasar, karena terlalu banyak mafia yang bermain dibelakangnya. Ketika masyarakat merasakan minyak mahal, harus berganti alih memasak sayur mayur untuk keluarga dirumah tanpa membeli minyak, untuk apa antri minyak? Bahkan sampai meninggal segala, karena bisa diganti dengan tehnik memasak tanpa minyak. Otomatis minyak tidak laku, produksi jalan terus, yang menimbun minyak kebanyakan barang, konsumsi berkurang hasilnya minyak akan kembali murah dan banyak stoknya.

Kalau minyak mahal, tukang gorengan bisa beralih menjadi tukang rebusan, tukang bakaran. Hadeuuhh, semoga para pembuat kebijakan cepat mengendalikan harga.

Itu optional, apakah ada solusi lain?



Terima kasih yang sudah membaca thread ini sampai akhir, bila ada kritik silahkan disampaikan dan semoga thread ini bermanfaat, tetap sehat dan merdeka. See u next thread.

emoticon-I Love Indonesia



"Nikmati Membaca Dengan Santuy"
--------------------------------------
Tulisan : c4punk@2022
referensi : klik, klik, klik, klik, klik, klik
Pic : google

emoticon-Rate 5 Staremoticon-Rate 5 Staremoticon-Rate 5 Star



Diubah oleh c4punk1950... 17-03-2022 07:39
eyefirst2
emineminna
phyu.03
phyu.03 dan 16 lainnya memberi reputasi
17
6K
88
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.8KThread82.5KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.