Nuswantara, Indonesia adalah negeri spiritual. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia  spiritual berarti berhubungan dengan atau bersifat kejiwaan (rohani, batin) , artinya sesuatu yang bersifat non material. Dapat mencakup hal metafisis, supranatural maupun instink rasa. Sedangkan tuhan dalam KKBI  sesuatu yang diyakini, dipuja, dan disembah oleh manusia sebagai yang Mahakuasa, Mahaperkasa, dan sebagainya. 

Itulah sebabnya Pancasila sila pertama Ketuhanan Yang Maha ESA. Esa artinya memiliki sifat sama. Sifat Maha Kuasa, Maha Besar, Maha Mengetahui, Maha Baik dan sebagainya yang diakui oleh semua agama. ESA adalah bahasa sangkserta yang artinya Yang memiliki sifat sama, dzat sama. Eka berarti satu. Jadi bukan satu tuhan, apalagi satu agama duh! Ada fakta orang bergama dan tidak beragama itu bukan ilusi.

Ke ESA-an tuhan sebagai yang diyakini sejak dahulu ketika agama-agama yang berasal dari Luar tanah Nusantara belum datang. Kepercayaan pada Yang Lebih Tinggi , Spirit (power) yang ada pada SOSOK yang disembah Shang Hyang, Batara-Batari, Dewa-Dewi dan lain sebagainya yang dipercaya paling dekat dengan CiptaanNya yang termulia Manusia karena merupakan turunan langsung dewa-dewi di suatu wilayah, dan yang menyediakan Alam Semesta (mahluk-mahluk terdahulu, hewan, tumbuhan, dan non living thing -bebatuan).

Tradisi menyapa dan berkomunikasi Para Spirit (Leluhur langsung yang telah pindah alam), Dewa-Dewi  dilakukan melalui meeting point PALINGGIH, tempat pemujaan, tempat sembahyang yang disiapkan manusia, warga masing-masing secara personal maupun kelompok. Ada yang menyiapkan di dalam kamar di pojok, ada yang dibawah pohon, dibebatuan, di pinggir sungai, dipinggir laut, di laut, di gunung dsb. Itulah medium material yang menjadi bagian "keterbatasan" manusia dalam menjangkau Spirit.

Itulah sebabnya juga bangsa Nusantara kemudian dengan sangat mudah menerima ajaran religi apapun yang masuk ke Nusantara, karena semua religi itu menyembah suatu Yang Lebih Tinggi yang bagi orang awam "tak tampak" "tak dirasakan secara fisik" tapi DIYAKINI keberadaanNya, KekuasaanNya.

Bagi manusia yang sudah mencapai keilmuwan spiritual tinggi, setingkat wali atau mereka yang langsung mendapat kewahyon dari Yang Maha Kuasa Dewa/Dewi, maka penyembahan langsung dapat dilakukan mereka dan mereka bisa melihat langsung Para Sang Hyang yang disembah orang awam. Sehingga bila ada foto, arca sosok ataupun peninggalan yang disungkemi itu bukanlah memuja material tersebut, sebagaimana yang disangkakan oleh ilmuwan barat dengan menyebut dinamisme/aninimisme. Tidak mereka tidak menyembah batu, menyebah pohon, semua yang material itu hanyalah medium. Ada atau tidak ada medium yang disembah Yang Tinggi yang manusia awam belum mencapainya.

Maka ketika akhirnya ada religi dari timur tengah masuk nasrani maupun islam, dapatlah orang Nusantara menerimanya. Selain ada Yang disembah, ada juga ajaran kesehari-harian yang mengajarkan hal-hal baik. Berbagi (sedekah), adil, tidak membunuh, saling mengasihi dsb. Hal-hal yang sudah menjadi bagian kehidupan spiritual sehari-hari bangsa di Nusantara. Terlebih dalam hubungan dengan Alam Semesta dan Lingkungan Hidup, ada yang mengajarkan berkah se alam raya, artinya ya tidak membawa kerusakan dsb.

Ajaran hidup bermasyarakat saling berbuat baik SESAMA MANUSIA  dan alam itulah inti dari semua ajaran spiritual Nusantara, dan itu pula yang ada di religi yang masuk belakangan.Sehingga apabila ada ajaran religi yang bertentangan dengan hal-hal yang menjadi inti spiritual bangsa Nusantara maka, tentunya Penguasa Spiritual di Nusantara juga tidak akan tinggal diam. Budhi akan kembali membawa kesentosaan dan kedamaian.