- Beranda
- Kids & Parenting
Kok Tega, Orang Tua Memeras Tenaga Anaknya yang Masih Kecil
...
TS
Kokonata
Kok Tega, Orang Tua Memeras Tenaga Anaknya yang Masih Kecil
Tidak semua anak-anak dapat bermain-main saja atau melakukan kegiatan yang mereka sukai. Sebagian anak, terutama kelas ekonomi bawah, harus membantu orang tuanya. Terutama mengerjakan urusan domestik rumah tangga.
Ada juga anak-anak yang turun tangan menuntaskan pekerjaan harian orang tua. Bukan kewajiban mereka, namun orang tua memberdayakan anak-anak dengan beragam maksud. Tujuan pendidikan misalnya. Supaya anak terdidik sejak kecil merasakan capeknya mencari nafkah.
Berikut ini beberapa contoh anak yang menangani pekerjaan rumah tangga dan profesi orang tuanya. Sebagian besar merupakan anak-anak yang tinggal di desa-desa atau pelosok negeri yang kauh dari keramaian kota.
1. Menanam padi di sawah
“Langsung beli beras saja di minimarket, kagak usah pakai tanam-menanam lagi.”
2. Menampi beras agar bebas gabah dan bebatuan kecil
Beras dari toko, apalagi kualitas premium biasanay sudah bersih. Nggak ada gabah apalagi batu segala.”
3. Menunggu makanan matang yang dimasak dengan kayu bakar
“Pakai layanan pesan antar bisa pilih banyak menu, nggak pake lama lagi.”
4. Mencari kayu bakar di hutan, untuk pakai sendiri atau dijual lagi.
“Hari gini pakai gas melon aja, harganya murah kok”
5. Memberi makan ayam peliharaan sendiri
“Kasih makan seperti itu bisa di zoo park aja. Nggak perlu pakai memelihara ayam sendiri di rumah.”
6. Mengangkut air dari sumur atau mata air
“Tinggal putar kran aja di rumah, air ngocor bisa pakai sepuasnya.”
7. Membantu orang tua panen di sawah
“Wah, memberdayakan anak kecil, melanggar hak anak-anak nih.”
Agan dan Sista merasa kasihan dengan anak-anak itu? Merasa bahwa mereka seperti diperas teanganya orang tua. Kok tega. Memang tidak seharusnya anak-anak melakukan pekerjaan-perkerjaan itu. Namun sebagian anak-anak tidak punya pilihan. Mereka harus melakukannya untuk BERTAHAN HIDUP.
Anak-anak yang terbiasa dengan pekerjaan rumah lebih mampu bertahan hidup
Kata BERTAHAN HIDUPsengaja saya buat mencolok. Sadarkah Agan dan Sista bahwa kenyamanan dan kemudahan hidup zaman now membuat kita khususnya anak-anak sulit bertahan hidup atau beradaptasi pada kondisi yang tidak stabil? Misalnya saja saat terjadi bencana alam atau kala tersesat di hutan dan tempat sepi lainnya.
Saya yakin, anak-anak yang terbiasa hidup prihatin dan terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah, lebih mampu beradaptasi dan bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang tidak nyaman. Paling gampang melihat fenomena ini saat anak-anak sultan mengikuti program sekolah berkemah. Betapa rewelnya mereka karena sudah terbiasa hidup nyaman.
Maka dari itu, anak-anak tetap perlu diberikan tanggung jawab mengurus rumah dan sesekali mengalami situasi yang tidak nyaman. Saat hujan misalnya, tidak usah langsung memesan mobil via apps. Tunggu hijan reda dahulu atau pakai jas hujan, bahkan menembus hujan jika secara fisik anak kuat.
Tega-tega aja. Justru kalau nggak tega, kelak mereka jadi kurang berdaya menghadapi situasi sulit. Jangan sampai rasa cinta dan sayang kepada anak justru membuat mereka lemah.
Hidup yang semakin mudah memang perlu kita syukuri. Namun ingatlah bahwa kesusahan-kesusahan itulah yang seringkali membuat kita mampu bertahan dan meningkatkan kemampuan terutama survival skill dan safety skill.
Keadaan yang menyusahkan nikmati saja. Biarkan anak mengalami, menikmati sehingga mereka belajar bahwa hidup adakalanya tidak baik-baik saja. Pengalaman itu akan menjadi rujukan mereka di masa depan untuk bertindak sehingga mereka lebih tahan menghadapi topan badai cobaan kehidupan.
Sumber foto
Ada juga anak-anak yang turun tangan menuntaskan pekerjaan harian orang tua. Bukan kewajiban mereka, namun orang tua memberdayakan anak-anak dengan beragam maksud. Tujuan pendidikan misalnya. Supaya anak terdidik sejak kecil merasakan capeknya mencari nafkah.
Berikut ini beberapa contoh anak yang menangani pekerjaan rumah tangga dan profesi orang tuanya. Sebagian besar merupakan anak-anak yang tinggal di desa-desa atau pelosok negeri yang kauh dari keramaian kota.
1. Menanam padi di sawah
“Langsung beli beras saja di minimarket, kagak usah pakai tanam-menanam lagi.”
2. Menampi beras agar bebas gabah dan bebatuan kecil
Konten Sensitif
Beras dari toko, apalagi kualitas premium biasanay sudah bersih. Nggak ada gabah apalagi batu segala.”
3. Menunggu makanan matang yang dimasak dengan kayu bakar
Konten Sensitif
“Pakai layanan pesan antar bisa pilih banyak menu, nggak pake lama lagi.”
4. Mencari kayu bakar di hutan, untuk pakai sendiri atau dijual lagi.
Konten Sensitif
“Hari gini pakai gas melon aja, harganya murah kok”
5. Memberi makan ayam peliharaan sendiri
“Kasih makan seperti itu bisa di zoo park aja. Nggak perlu pakai memelihara ayam sendiri di rumah.”
6. Mengangkut air dari sumur atau mata air
“Tinggal putar kran aja di rumah, air ngocor bisa pakai sepuasnya.”
7. Membantu orang tua panen di sawah
“Wah, memberdayakan anak kecil, melanggar hak anak-anak nih.”
Agan dan Sista merasa kasihan dengan anak-anak itu? Merasa bahwa mereka seperti diperas teanganya orang tua. Kok tega. Memang tidak seharusnya anak-anak melakukan pekerjaan-perkerjaan itu. Namun sebagian anak-anak tidak punya pilihan. Mereka harus melakukannya untuk BERTAHAN HIDUP.
Anak-anak yang terbiasa dengan pekerjaan rumah lebih mampu bertahan hidup
Kata BERTAHAN HIDUPsengaja saya buat mencolok. Sadarkah Agan dan Sista bahwa kenyamanan dan kemudahan hidup zaman now membuat kita khususnya anak-anak sulit bertahan hidup atau beradaptasi pada kondisi yang tidak stabil? Misalnya saja saat terjadi bencana alam atau kala tersesat di hutan dan tempat sepi lainnya.
Saya yakin, anak-anak yang terbiasa hidup prihatin dan terbiasa mengerjakan pekerjaan rumah, lebih mampu beradaptasi dan bertahan hidup dalam kondisi lingkungan yang tidak nyaman. Paling gampang melihat fenomena ini saat anak-anak sultan mengikuti program sekolah berkemah. Betapa rewelnya mereka karena sudah terbiasa hidup nyaman.
Maka dari itu, anak-anak tetap perlu diberikan tanggung jawab mengurus rumah dan sesekali mengalami situasi yang tidak nyaman. Saat hujan misalnya, tidak usah langsung memesan mobil via apps. Tunggu hijan reda dahulu atau pakai jas hujan, bahkan menembus hujan jika secara fisik anak kuat.
Tega-tega aja. Justru kalau nggak tega, kelak mereka jadi kurang berdaya menghadapi situasi sulit. Jangan sampai rasa cinta dan sayang kepada anak justru membuat mereka lemah.
Hidup yang semakin mudah memang perlu kita syukuri. Namun ingatlah bahwa kesusahan-kesusahan itulah yang seringkali membuat kita mampu bertahan dan meningkatkan kemampuan terutama survival skill dan safety skill.
Keadaan yang menyusahkan nikmati saja. Biarkan anak mengalami, menikmati sehingga mereka belajar bahwa hidup adakalanya tidak baik-baik saja. Pengalaman itu akan menjadi rujukan mereka di masa depan untuk bertindak sehingga mereka lebih tahan menghadapi topan badai cobaan kehidupan.
Sumber foto
a.rizzky dan 5 lainnya memberi reputasi
6
4.2K
25
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Kids & Parenting
4.2KThread•5.6KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya