pienduttAvatar border
TS
piendutt
Cerita Serem Kutukan Melati ( Kamulah Yang Selanjutnya )

Kutukan Melati ( Kamulah yang selanjutnya )

Part 1. Memanggil Melati

Seorang gadis remaja yang memakai seragam SMA tengah menangis dan berlarian menghindari seseorang. Dia tak tahu lagi harus pergi ke mana, karena saat itu semua murid sudah pulang ke rumah. Dia pun tidak bisa meminta bantuan orang lain, hingga dia terpaksa berlari menuju ke atap gedung sekolah. Namun, sayangnya. Keberadaan gadis itu tetap diketahui oleh orang yang mengejarnya.

"Jangan mendekat! Aku mohon, lepaskan aku."

Dia mundur beberapa langkah untuk menghindar, sayangnya karena malam itu hujan turun dengan deras hingga membuat lantai tergenang air, karena tidak hati-hati kakinya malah terkilir dan membuatnya terjatuh dari lantai 6 gedung tersebut.

Suara ambulan begitu nyaring, berharap bisa menolong nyawa gadis remaja itu. Namun, nahas. Darah yang keluar terlalu banyak, hingga gadis itu harus meregang nyawa di dalam mobil ambulan.

***

3 bulan kemudian.

Di sebuah kamar mandi sekolahan, beberapa siswa-siswi SMA sedang berkumpul.

"Tolong ampuni aku! Lain kali akan kukerjakan tugas itu, aku janji." Syifa gadis berkacamata itu sedang memohon pada para gadis di hadapannya.

"Sialan kamu, ya! Aku nyuruh kamu untuk ngerjain soal ini, tapi kamu selalu ngulur-ngulur waktu. Sengaja kamu, ya!" bentak Angel, sang ketua geng seraya menjambak rambut Syifa yang panjang.

"Aku benar-benar tidak bisa mengerjakannya, itu terlalu banyak," sahut Syifa kemudian.

"Banyak bacot, kamu! Udah, Jel. Kita basmi aja ini anak!" umpat Rani salah satu pengikut geng tersebut dan yang paling garang di antara mereka.

Buru-buru Rani mengambil seember air bekas pel-pelan kemudian menyiramkannya ke tubuh Syifa.

Byurr! Syifa hanya diam tak bisa melawan perlakuan mereka. Angel langsung menghempaskan tubuh gadis culun itu seraya berkata.

"Lain kali, aku akan menyiksamu lebih parah dari ini. Camkan itu!" ancamnya seraya menendang tubuh Syifa hingga tersungkur ke pinggir tembok.

Setelah penyiksaan itu, Angel dan teman-temannya pergi dari sana. Sedangkan Syifa masih menangis meratapi nasibnya seraya meremas bajunya yang basah kuyup.

Kini, Syifa tengah duduk di bawah pohon. Dia sedang mengeringkan rambut dan mengelap kaca matanya menggunakan tissu. Dari arah lain seorang pemuda datang menghampiri, Agus namanya.

"Fa, kamu kenapa? Kok, bisa basah kuyup gini?"

Syifa diam seribu bahasa, tak ingin menjawab pertanyaan pemuda itu. Namun, Agus sudah hapal betul kalau temannya itu sering diganggu geng milik Angel.

"Pasti ini ulah mereka lagi, kan? Kenapa kamu nggak ngelaporin ke Pak guru aja, geram aku lihatnya!" cetusnya lagi seolah-olah mewakili perasaan Syifa.

"Apa itu akan membuat mereka berhenti menggangguku? Yang ada mereka makin membenciku."

"Tapi, Fa. Mereks sudah keterlaluan."

"Sudahlah, aku tak ingin membahasnya lagi."

Agus segera melepas jaket, kemudian menyampirkannya ke pundak Syifa. "Pakai ini, biar kamu nggak demam."

"Makasih, Gus."

Agus dan Shifa berteman sejak SMP. Rumah mereka pun di satu desa yang sama. Walau mereka berbeda kelas, tetapi Agus selalu mendatangi Shifa ketika jam istirahat ataupun pulang sekolah.

Mereka berdua juga sering ke masjid mendengarkan ceramah dari Ustadz Anwar. Perasaan Shifa selalu tenang saat mendengarkan alunan doa yang diucapkan Ustadz itu.

Makin hari bukannya geng Angel berhenti membully Shifa. Sebaliknya, mereka makin menjadi, tak tanggung-tanggung Rani menggunting baju seragam milik Shifa. Pembullyan itu terus terjadi hanya karena Shifa adalah orang miskin dan ibunya bekerja sebagai pencuci baju di rumah tetangganya.

"Apa kalian nggak keterlaluan, ya! Mau sampai kapan kalian seperti itu?" bentak Prima salah satu anggota geng Angel dan juga pacar dari wanita berambut coklat itu.

"Ini belum apa-apa, aku bisa lebih membuatnya menderita dari ini!" bantah Angel bersungut-sungut.

"Kalau dia bunuh diri, gimana? Apa kalian mau menanggungnya?" ucapnya lagi menakuti mereka agar berhenti menyakiti Shifa.

"Kenapa, sih! Kamu selalu aja ngebantah aku, sebel aku sama kamu!" Angel merasa kesal, lalu dia pergi meninggalkan Prima bersama teman-teman lainnya.

Shifa berlari masuk ke kamar mandi. Dia menangis sejadi-jadinya. Gadis itu meremas baju seragamnya yang sudah sobek karena digunting oleh Angel dan komplotannya. Tiba-tiba, dia mendengar beberapa orang berbicara.

"Eh, tau nggak! Beberapa bulan yang lalu, ada yang bunuh diri di sekolah ini."

"Yakin, kamu?" Gadis berambut keriting itu menaikkan alisnya seraya menoleh ke sana ke mari.

"Iya ... tadi aku baru dikasih tau sama dari anak-anak. Terus yang bikin aku penasaran itu, katanya ... kalau kita manggil nama gadis yang udah meninggal itu sebanyak tiga kali di depan cermin, terus bilang kamu yang selanjutnya. Arwahnya bakal datang dan ngabulin semua permintaan kita!" jelas gadis berbando itu seraya mencuci tangannya.

"Udah mirip Aladin, dong."

"Beda geblek!."

"Terus, namanya siapa?"

"Melati!" Mendadak, angin dingin bertiup menghampiri mereka berdua membuat suasana di kamar mandi yang lampunya redup itu sedikit menyeramkan.

"Haduh, kenapa jadi dingin gini? Udah, yuk! Jangan ngomongin itu, serem tau."

Mereka berdua keluar dari kamar mandi, meninggalkan Shifa yang masih menahan tangisnya. Sedangkan di luar perbincangan kedua gadis tadi masih berlanjut.

"Eh, tapi beneran nggak! Si Melati itu bisa ngabulin permintaan kita?" tanya wanita berambut keriting itu yang masih penasaran.

"Beneran, kok! Ada yang udah nyoba, tapi ... beberapa bulan kemudian yang manggil Melati bakalan mati."

"Apaaa! Ih, serem banget. Ayo, balik ke kelas." Mereka berdua berlarian masuk ke kelas.

Shifa yang mendengar perkataan mereka tadi tentang Melati langsung menghentikan tangis, dia keluar dari bilik kamar mandi dan mencuci tangannya. Tatapannya kosong, menatap ke arah cermin. Dia sangat menyayangkan kenapa hanya dirinya yang diperlukan seperti itu.

***

Sesampainya di rumah, sudah biasa rumah milik Shifa terlihat sepi karena ibunya selalu bekerja di rumah tetangga. Dia meletakkan tas ransel di atas meja, kemudian duduk di ranjang.

"Apa aku harus memanggil Melati untuk membantuku?" ujarnya bermonolog.

Shifa mulai hilang akal, padahal dia tahu tak seharusnya mengganggu arwah orang yang sudah meninggal. Namun, dia tak bisa menahan amarah di hatinya. Dia juga ingin memberikan pelajaran kepada geng Angel.

Shifa kemudian berdiri di depan cermin, menatap wajahnya yang pucat karena terus dirundung masalah. Perlahan-lahan dia mulai mengucapkan kata.

"Melati ... Melati ... Melati, kamulah yang selanjutnya." Shifa menutup mulutnya, kemudian mengedarkan pandangan ke seluruh ruangan. Berharap itu hanya gurauan anak-anak dan tidak akan menimbulkan masalah.

Tiba-tiba, lampu di kamarnya padam seketika. Dia berteriak, seraya tangannya sibuk mencari tempat saklar. Namun, lampu menyala kembali. Seakan-akan memberikan tanda bahwa sesuatu telah datang ke kamar itu. Shifa meremas pinggiran bajunya, takut jika arwah Melati benar-benar datang.

Setelah beberapa menit tidak ada pergerakan sama sekali, Shifa kembali duduk di atas ranjang seraya mengatur napasnya yang masih terengah-engah. Tidak berhenti di situ, Shifa malah mencoba berinteraksi dengan Melati. 

Dia mengumpulkan semua keberaniannya dan berbicara. "Melati ... apa kamu benar-benar ada di sini? Tolong aku, Melati. Tolong balaskan dendam ini pada mereka yang telah membuatku menderita!" rintihnya memohon.

Setelah beberapa saat hening, tiba-tiba tetesan air jatuh ke wajahnya Shifa. Ia mencoba mengusapnya. "Hah, apa ini?" 

Dia tersentak karena tetesan yang dikira air tadi ternyata darah, perlahan-lahan dia mendongak untuk melihat apa yang ada di atas kepalanya. 

Dari langit-langit rumah milik Shifa, sesosok tubuh bergelantungan. Rambutnya yang panjang hampir menutupi wajah sosok mengerikan itu. Ketika sosok itu terbang mendekati Shifa. Dia menutup matanya karena takut, bau busuk pun ikut menyengat hidungnya. Sosok itu dengan cepat masuk ke tubuh Shifa karena telah dipersilahkan.

Kini, arwah Melati berada di tubuh Shifa. Gadis berambut panjang itu, menggoyang -goyangkan kepalanya seraya melotot. Dia berdiri tepat di depan cermin dan tiba-tiba tertawa terbahak-bahak.

"Khi hi hi hi hi hi hi." 

Keesokan harinya Shifa berangkat ke sekolah, tetapi penampilannya hari itu sangatlah berbeda. Gadis itu melepas kacamata yang biasa dipakai, kemudian seragamnya dibuat ketat dan sexy.

"Duh, siapa ini! Cantik banget!" ujar Bagas pacar Rani yang notabenenya sering mengganggu cewek cantik di sekolahan itu.

"Sialan! Bukannya kamu anak pencuci baju itu, kenapa penampilan kamu kayak gini? Mau nantang kamu, ya!" bentak Rani yang geram karena pacarnya ikut terpesona melihat penampilan barunya.

Anjel mencengkeram kerah baju Shifa. " Apa-apaan, nih! Berani kamu, ya!"

Bukannya takut dan memohon ampun seperti biasa, kali ini Shifa tak terima dan justru mencekik leher Anjel. "Siapa kamu, berani-beraninya mengotori bajuku!" bentaknya tanpa rasa takut sama sekali.

Rani ingin membantu Anjel, tetapi Shifa malah mendorong gadis itu hingga terlempar jauh. Bagas yang tengah menyaksikan pergulatan itu segera menolong sang kekasih.

"Hentikan, Shifa!" teriak Prima yang tak ingin membuat keributan menjadi lebih besar.

Shifa menoleh ke arah suara yang menghentikan aksinya, setelah menatap wajah Prima dia langsung melemparkan tubuh Anjel ke tanah. "Jika kamu tak ingin mati di tanganku, sebaiknya pergi dari hadapanku!" ancamnya lalu pergi meninggalkan mereka yang masih keheranan.

Angel merasa Shifa berbeda hari ini, ia menjadi lebih berani dan juga menyeramkan.

Di kelas.

"Apa kamu lihat tadi, Jel. Anak cupu itu kenapa jadi sangat berani," gerutu Rani yang masih merasa kesakitan.

"Tapi dia jadi cantik, kok!" ucap Bagas yang masih membayangkan wajah cantik Shifa.

"Awas kamu Sayang, kalau macam-macam sama dia!" ancam wanita yang sudah dipacarinya hampir setahun itu.

"Enggak, Sayangku. Kan, bercanda. Masih cantikkan kamu ke mana-mana, kok," rayu Bagas seraya mengendus-endus lengan wanita kesayangannya itu.

"Kurasa ia sengaja melakukan itu untuk menakuti kita, aku gak akan ngebiarin ini!" cetus Anjel seraya meremas buku yang ada di tangan.

"Berhentilah membuat ulah, kalian juga sudah keterlaluan!" 

Semua orang menoleh ke arah suara, ternyata itu Prima.

"Kenapa, sih. Kamu selalu aja membelanya, apa jangan-jangan kamu suka sama dia, iya?" tanya gadis bermata sipit itu kepada kekasihnya.

"Aku cuma nggak mau kalian mendapatkan masalah karena terus mengganggunya," jawab Prima dengan santai.

"Dia hanya masalah kecil buatku, ngapain juga ditakuti."

Prima hanya menghela napas berat karena perkataannya tidak digubris.

Saat pulang sekolah Shifa dan Agus berjalan bersama. Agus menatap gadis yang disampingnya itu dari ujung kaki hingga kepala. Dia tak habis pikir bagaimana Shifa bisa berubah secantik itu.

"Kenapa Gus? Kok, ngeliatin aku kayak gitu!"

"Hari ini kamu tampak berbeda, Fa," ujar Agus yang masih terus menatap.

"Apa aku cantik?" tanya Shifa dengan manja.

Agus mengangguk. "Malam ini, kita ke masjid seperti biasa, ya. Ada ceramah baru, Fa?"

Shifa tersentak. "Maaf, Gus. Sepertinya malam ini aku nggak bisa ikut kamu. Aku ada urusan lain, gimana kalau lain kali aja, ya?" tolak gadis itu dan membuat Agus murung.

"Oh, yaudah kalau gitu." Agus sedikit kecewa karena tak bisa menghabiskan waktu bersama Shifa temannya itu. Mereka pun berpisah di persimpangan jalan.




Bersambung.



Penulis : @piendutt
Sumber : opini pribadi
Diubah oleh piendutt 04-02-2022 07:40
69banditos
similikiti975
terbitcomyt
terbitcomyt dan 12 lainnya memberi reputasi
13
5.3K
40
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.6KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.