Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

anakucilAvatar border
TS
anakucil
Buku ♥️ seorang Chef
Buku ♥️ seorang Chef


1. Buku Resep

Di sebuah rumah seorang pria, dan wanita duduk memperhatikan CCTV di laptop, kemudian memutar rekamanan ke belakang,
memperhatikan kebiasaan orang orang di dapur restoran milik orang tua mereka.

"Dia yang paling pinter menurut papa, sering di panggil ke depan dapat pujian dari tamu" ucap Ninda, ke kakaknya Yuda.

"Tuh liat, dia sering banget nulis di buku itu" lanjutnya, saat mereka memperhatikan ke biasaanku.

"Iya, hampir tiap malam sebelum pulang" balas Yuda, ikut memperhatikan.

"Gw pernah tanya ke Lidya, isinya resep modif sama ciptaan dia sendiri, kalau bisa dapet bukunya, kita bisa dapet banyak resep baru, buat kerja sama dengan temen loe" ucap Ninda, melihat Yuda yang tersenyum penuh arti.

"Resep dia banyak yang booming, jadi andalan di restoran kita yang lain" lanjutnya, memperhatikan Yuda, yang serius melihat CCTV.

"Gw pernah denger papa cerita, tapi ga gitu percaya" balas Yuda, mengingat cerita papanya.

"Papa sering manggil dia, minta bikinin makanan, loe tau papa pecinta makanan, papa cerita dia bawa buku itu, kalau di minta bikin resep baru, atau modif" ucap Ninda, kembali memperhatikan rekaman CCTV.

"Ok, kalau gitu, elo pura pura belajar, deketin terus ambil bukunya" balas Yuda, melihat adiknya.

Ninda tersenyum penuh arti sambil memperhatikan CCTV.

"Paling lama sebulan juga dia jadi lap sepatu gw, besok gw bilang papa" ucap Ninda, tersenyum lebar ke Yuda.

Pada suatu malam di sebuah restoran fine dinning di jakara.

"Pio, order meja nomer 3 mana?" tanya chef Rudy, dengan suara keras.

"Done chef" jawabku, menaruh garnish.

Kemudian meletakan hidangan terakhir di meja pengecekan, chef Rudy melihat kelengkapan makanan.

"Meja nomor 3 out" seru chef Rudy, setelah melihat sajian di piring.

Seorang waiter wanita yang menunggu tersenyum senang, bergegas membawa makanan tersebut keluar dari dapur.

Akhirnya, pikirku, melihat hidangan terakhir keluar.

Hhhhmmmm, menarik napas panjang, melihat chef Rudy, tersenyum puas.

"Great job, semuanya!" seru chef Rudy, tersenyum lebar.

Di sambut riuh semua kru di dapur, aku ikut menyambut senang.

Malam ini seperti perang, minggu malam yang biasanya sepi tiba tiba tamu tumpah ruah, seluruh meja penuh, suasana dapur memanas karna ada dua orang team dapur libur, sejak jam 5 sore sampai last order jam 10 malam, kita semua bergerak, dan terus memasak.

Akhirnya team membereskan dapur, dan bersiap pulang.

"Standby, sama jojo" ucap chef Ruddy, menepuk pundakku.

"Ok chef" balasku, melihat dia berlalu.

Aku mengambil buku resep wana kuning miliku, menarik kursi, dan mulai menulis apa yang ada di pikiran.

"Mas Pio, mau kopi?" tanya Jojo, menghampiri.

Dia bertugas sebagai asisstan dapur.

"Boleh, makasih ya jo" jawabku, melihatnya.

Kemudian kembali menulis ke buku resep wana kuning tebal miliku.

Aku dulu kerja di hotel lebih damai, karna strukturnya juga lengkap, dan krunya banyak, tapi untuk menjadi seorang chef de partie, atau manager butuh waktu sangat lama.

Setelah selesai kuliah, masuk ke hotel belajar selama dua tahun jadi cook helper atau asisten koki menyiapkan bahan, aku di ajak chef Rudy yang waktu itu posisinya chef de partie entremetier, dia bertanggung jawab atas sajian soup, telur, sayur mayur, masakan yang di goreng, dan aku masuk dalam strukturnya.

Waktu itu saat pulang kerja dia menghampiriku, kita duduk di warung kopi kecil di belakang hotel.

"Dul, loe mau ikut gw, ada resto fine dinning, baru buka?" tanya chef Rudy, saat itu.

Dia kadang memanggilku, atau teamya dengan nama Bedul.

"Boleh chef" jawabku, dengan senang.

"Kerjanya gila, elo harus serba bisa, belajar cepet, atau gw tendang dari dapur" balasnya, menyerangi sambil menatapku.

Senyum jelek yang sama seperti dulu, saat aku pertama kali masuk ke teamnya.

"Siap chef" balasku, dengan percaya diri menatapnya.

Dia menceritakan konsep menu perpaduan barat, di campur nusantara, dan ini keren menurutku setelah mendengarnya.

Setelah diskusi masalah gaji, mengirimkan lamaran, akhirnya aku ikut team yang di bangunnya.

Membantunya membuat struktur yang lebih sederhana, hanya head chef, chef de partie, beberapa orang cook, dan asisstant.

Belajar dengan cepat, menulis, dan mengikuti pola kerjanya yang bisa di bilang ugal ugalan, dalam dua tahun aku memegang posisi sebagai chef the partie.

Di hotel, posisi ini biasanya hanya bertanggung jawab satu bagian, di sini semuanya, dari makanan dingin, sup, daging, sayuran, saus, dan ikut turun memasak.

Aku memiliki kebiasaan menulis di sebuah buku resep, tidak biasa memasukannya langsung ke laptop, karna harus menggambar konsep makanan, dan sulit kalau pakai laptop, hanya rangkuman yang aku pindahkan ke laptop.

Menulis, menggambar, serta memasukan beberapa kode, dan hanya aku yang tau apa maksudnya.

"Pio, pak Yon dateng tuh, mau ketemu" ucap Lidya, manager pelayanan masuk ke dapur.

Melihatku dengan senyum manis seperti biasa.

"Waduh, ok" balasku, bergegas.

Merapihkan baju, menyimpan buku, dan mengikuti Lidya.

Pak Yon pemilik restoran ini, dan beberapa restoran lain, dia kurus tinggi, dengan rambut putih tersisir rapih ke pinggir, sangat sopan, tapi sindirannya, bisa membuat chef Rudy ngamuk ke team, atau aku merasa tidak punya pengalaman apapun.

Dia sering memanggilku, minta di buatkan menu baru, atau sekedar ingin makan sesatu yang baru, dia pecinta makanan, dan seorang yang bisa merasakan pesan serta perasaan pembuatnya.

Malam ini pak Yon datang bersama istri, serta dua anaknya seorang pria, dan seorang wanita.

Kita berdiskusi, kemudian memperkenalkan kedua anaknya Yuda, dan Ninda.

Yuda seumuran denganku, baru beberapa bulan kembali, setelah setahun mengambil kuliah lanjutan di Perancis, dan Ninda baru setahun lulus dari universitas negri, dia empat tahun lebih muda dariku, yang saat ini berusia dua puluh empat tahun.

Ninda cantik, berkulit putih, rambut hitam panjang, berpenampilan sangat modis, sopan seperti bapaknya, dan Yuda karna dia pria, aku malas memperhatikannya, yang pasti wajahnya sangat angkuh.

"Mas Pio, kapan libur, Ninda mau belajar masak?" tanya pak Yon, dengan sopan seperti biasa.

"Besok saya libur pak, cuti 3 hari" jawabku, kepada pak Yon.

Ninda tersenyum senang mendengarnya.

Setelah berbincang sebentar, besok aku di minta ke rumah pak Yon, mengajarkan Ninda memasak, kemudian aku kembali ke dapur.

Sampai di dapur, aku duduk kembali, dan Lidya menghampiriku.

"Hati hati" pesan Lidya, tersenyum simpul, dan berlalu.

Aku menatapnya bingung, tak lama chef Rudy menghubungi, dan berbicara tentang permintaan pak Yon, dia juga berpesan.

"Dul, jaga diri hati hati" ucapnya.

Bingung mendengarnya, aku mendekati Lidya yang masuk ke dapur membawa peralatan makan bekas tamu.

"Kenapa sih, gw bingung?" tanyaku, saat melihat Lidya.

Dia tersenyum penuh arti, dan mendekatiku.

"Tar aja pulang kerja di nasgor langganan" jawab Lidya, dengan wajah serius.

Kemudian keluar dapur menuju ruang pelayanan.

Lidya teman dekat sejak pertama masuk, dua tahun lebih tua dariku, dia sudah bekerja di restoran pak Yon lainnya sejak lulus kuliah, kita pernah fwb dalam artian lain, dia butuh perhatian, tempat curhat, orang buat masakin, ga ada benefit apapun buatku, dan masih terus sampai saat ini.

Seorang wanita yang tangguh, dan menjadi tulang punggung keluarganya.

Kita mengontrak di rumah milik pak Yon, hanya berselang seminggu setelah masuk kerja, dengan harga sangat murah, karna orang tuaku, tinggal di jawa tengah, dan orang tua Lidya di Surabaya.

Rumah kontrakan bertingkat dua berisi tiga kamar, ada dapur lumayan besar, halaman belakang, ruang tamu, ruang makan, satu kamar mandi tamu, dan masing masing kamar memiliki kamar mandi dalam, lokasinya hanya satu kilo dari restoran.

Sekitar jam 11:30 malam semuanya beres, kita berjalan bersama ke nasgor langganan dekat kontrakan.

Lidya mulai bercerita, sambil mengurangi nasi goreng dari piringnya, ke piringku seperti biasa.

"Si Yuda itu agak agak, hati hati aja" ucap Lidya, kemudian nyengir jail.

Melihatku yang bingung karna nasi goreng di piringku, tidak berkurang terus di tambah dari piringnya.

Dia kembali bercerita, arogansi Yuda, yang selalu merasa benar, sok tau, juga arogan, dia pernah melempar seorang chef dengan makanan, cuma karna dia malu, saat datang dengan pacarnya dia menerangkan makanan tersebut, tapi ternyata beda dengan keterangan dari chef saat dia panggil.

"Di La Dinning, tempat gw dulu, dia masuk ke dapur bawa makanan yang dia pesan, trus di lempar chefnya pake makanan, ngamuk marah marah, abis lah dia di hajar sama chefnya, trus chefnya keluar" cerita Lidya, dengan wajah serius.

Dia tiba tiba tersenyum lebar penuh arti, sambil melirik piringku.

"Bagi, gw masih laper" lanjutnya, sambil menaikan alisnya.

Dengan santai menarik piringku, dan aku hanya bisa tersenyum lebar, melihat kelakuannya.

Lidya makan sambil bercerita bagai mana Yuda, memperlakukan karyawan ayahnya dengan buruk, kecuali chef Rudy, karna sejak awal dia sudah di ingatkan ayahnya.

Dia juga bercerita tentang Ninda, karna dia dulu juga pernah mengajarinya.

"Kalau Ninda, menurut gw baik banget, sopan, ramah tapi gitu manja banget, dan kadang suka semaunya" cerita Lidya, sambil melihatku.

Kemudian menyodorkan piringku kembali, setelah merasa kenyang.

"Tapi ngapain dia minta gw, apa karna pak Yon ga mau chef Rudy keluar?" tanyaku, kembali makan sisa nasi goreng darinya.

"Mungkin, btw kita FWB lagi yuk" ucapnya, tersenyum lebar.

Wajahnya penuh maksud merugikan, sambil melihatku yang aneh mendengarnya.

"Bukannya sampe sekarang elo masih gitu" balasku, mendengar ucapannya.

Kita tertawa lepas, mengingat kelakuannya.

"Enggak sekarang beneran, yah yah, ada lah dikit buat elo, gw lagi rapuh baru putus sama bokin" rayunya, membuat wajah memelas.

Kemudian manarik narik piringku, sambil tertawa tawa.

Aku hanya tertawa menggelengkan kepala, karna saat dia memiliki pacar, aku bebas tidur sendiri di kamar, dan saat dia putus biasanya bisa berminggu minggu ikut tidur di kamarku, karna kasurku double bed.

Awal masuk, dan kerja di restoran, aku memang dekat dengannya, kita FWB menurut pengertiannya, dan aku hanya bisa pasrah.

Entah kenapa aku tidak ada perasaan apapun dengan Lidya, walau kita sering tidur sekamar tapi otak ini tetap lurus, dia teman baik, dan hanya itu yang ada di pikiranku, entah apa yang ada di pikirannya.

Lidya cantik natural, berkulit putih, rambut sepundak, pintar berdandan, dan bersikap, karna memang bagian dari kerjaannya melayani tamu.

Selesai makan berbincang sebentar, kita kembali ke kontrakan, kamar dia di bawah, ada satu kamar kosong, dan kamarku di atas.

Hhhhmm, menarik napas dalam, mengingat cerita Lidya dan nasihat chef Rudy.

Mandi, dan memindahkan beberapa resep dari buku ke laptop.

Tak berselang lama, ada suara ketukan di pintu kamar.

Mulai lagi, pikirku, tertawa kecil.

Kebiasaan Lidya kalau sedang rapuh, ke kamarku, membawa bantal, cemilan, dan sikat gigi.

"Masuk" ucapku, memutar kursi.

Dia masuk kamar, tersenyum manis seperti biasa sudah menggunakan baju tidur, membawa bantal, cemilan, dan sikat gigi.

Menaruh bantalnya di kasur, mulai curhat, ngemil di kasur, sambil melihatku memindahkan sebagian tulisan di laptop, dan sesekali aku menanggapinya.

Setelah hampir satu jam, dia akhirnya selesai curhat, dan beberapa kali menguap.

"Ini yah, sedikit benefit buat elo" ucapnya, bangun dari kasur, memeluk kepalaku di dada, dan mencium kening.

"Dah, jangan banyak banyak tar tuman" lanjutnya, mengacak acak rambutku.

Dia masuk ke kamar mandi, sikat gigi, naik ke kasur, menarik selimut, dan langsung tidur pulas.

Hhhmmm, menarik napas dalam, menarik kasur bawah, melamun membayangkan beberapa resep modifikasi.

Aku jatuh hati dengan dunia memasak sejak kecil, tidak peduli ucapan rekan rekan, atau siapapun atas kesenanganku.

Memasak adalah tempatku mencurahkan segala rasa, resep hanya sebuah petunjuk, dan bisa di ubah sesuai kreatifitas sang koki, mencoba membangkitkan gairah dengan aroma, serta meninggalkan pesan, dan kenangan untuk yang memakannya.

Buku resep miliku berisi modifikasi dari resep resep yang ada, juga hasil karyaku sendiri, buku yang di tulis dengan hati serta pikiranku selama ini, dan banyak yang menjadi menu andalan di restoran pak Yon lainnya.


2. Love Dessert.

Sekitar jam 7 pagi aku bangun, dan Lidya masih tidur, karna dia baru berangkat kerja jam satu siang.

Bangun, mandi, siap siap ke tempat pak Yon, Lidya terbangun melihatku.

"Gw laper" ucapnya, dengan malas.

Kemudian meregangkan badan, dan kembali memeluk bantal.

"Gw mau bikin mie instant, tar gw buatin" balasku, melihat kembali tidur.

Aku mengambil stok mie instan, turun, dan memasak, kemudian kembali membawanya ke atas.

Sarapan bareng, dia kembali mengingatkan untuk berhati hati dengan Yuda.

Akhirnya aku berangkat ke rumah pak Yon dengan hati resah.

Sampai di rumah pak Yon yang sangat mewah, aku masuk bersama pembantunya, dan langsung menuju dapur.

Dapur rumahnya luas, terletak dekat ruang makan, ada ada meja saji di situ, dan merupakan dapur bersih, tapi lengkap, kompor elektrik, dan ada juga kompor gas, serta oven yang tersusun.

Tempat cuci, kulkas besar, satu set pisau lengkap, beberapa alat masak, dan laci laci yang terisi alat alat masak serta alat makan.

Di kamar, Ninda duduk di kaca, membereskan rambutnya, dan melihat wajahnya.

Gini aja cukup, ga usah dandan, pikirnya.

Tersenyum melihat penampilannya, sambil memikirkan rencananya.

Dia keluar kamar, menuju dapur, membawa buku resep dari Yuda.

Ninda mendatangiku, yang sedang melihat lihat dapur, dia hanya berpenampilan seadanya, dan menggunakan baju rumahan.

"Hai mas Pio" sapa Ninda, melangkah ke dapur.

Dia masuk area dapur, sambil tersenyum ramah, dan berdiri di sampingku.

Ko beda sama semalem, pikir Ninda.

Memperhatikan dari dekat.

"Hai, mau belajar masak apa?" tanyaku, sambil melihatnya.

Aku tidak ingin buang waktu, mengingat pesan Lidya dan chef Rudy.

"Ini" balasnya, memperlihatkan sebuah buku.

Dia menaruh buku resep makanan perancis di meja dapur, kemudian membuka halaman resep masakan, dan menunjuk sebuah resep dari buku tersebut.

Aku tersenyum senang, melihat buku tersebut seperti melihat harta karun, membaca, dan mencoba mengerti.

"Kamu mau belajar, langsung atau tekniknya dulu?" tanyaku, setelah membacanya.

Dan aku melihat ke rumitan di buku resep tersebut.

"Bagusnya gimana?" tanya Ninda, melihatku.

Wajahnya bingung mendengar pertanyaanku.

Aku menjelaskan, ada beberapa teknik, dari pengolahan sayur, pengolahan ikan, dan memasaknya.

"Rumit yah" ucapnya, dengan wajah terkejut.

Dia mengernyitkan dahi, berpikir sambil melihat resep tersebut.

"Bisa ko, kita bikin simpel aja, bahan bahannya dah siap?" tanyaku, melihat wajahnya.

"Udah" balasnya, melihatku.

Kemudian menuju kulkas mengeluarkan asparagus, dan ikan yang telah di fillet.

"Kita tutup buku dulu, terus belajar dasarnya" ucapku, menutup buku.

Dan melihatnya menaruh dua bahan tersebut di meja dapur.

Aku mulai mengajarinya beberapa dasar pengolahan sayur dan ikan, dengan antusias dia terus memperhatikan, ikut mencoba, sambil terus bertanya.

"Ini ikannya dulu kita masak?", tanya Nindia, melihatku.

"bikin soucenya dulu" jawabku.

Aku tersenyum kepadanya, dan dia juga tersenyum kecil kepadaku.

Lucu juga, perhatian, dan sopan, pikir Ninda.

Dia terus memperhatikan sikapku, saat mengajarinya.

Akhirnya setelah segala keribetan, tertawa, dan tumpahan bahan di sana sini, makanan selesai, fillet ikan goreng kulit krispi, asparagus bawang putih, dan saus bechamel.

"Ini ala chef Ninda" ucapnya, tersenyum bangga.

Melihat makanan yang di buat olehnya, kemudian dia mengajak duduk di taman belakang, dekat kolam renang.

"Pak Yon, kemana?" tanyaku, melihat sekeliling.

Rumah besar seperti tidak berpenghuni, sangat sepi dan tenang.

"Papa sama mama keluar ada acara, Yuda jemput gebetan sama temennya"  jawab Ninda, dengan santai.

Kemudian mulai mencoba masakannya, mencoba perlahan, dan melihatku.

"Enak yah, aromanya juga harum, aku pernah bikin amis dan ga enak" lanjutnya, dengan wajah bingung.

Dan melihatku yang hanya senyum senyum melihat wajahnya.

Kita makan, minum, ngobrol masalah makanan tadi, dan dia agak tertutup.

Tapi karna dia cantik, dan aku merasa klik, tanpa basa basi, aku langsung mencoba mendekatinya.

Ninda belum pernah pacaran, karna dia sangat pemilih, sulit di dekati, dan sangat dalam kalau sudah jatuh cinta.

Setelah beberapa saat kita berbincang bincang, dia perlahan mulai nyaman, dan mulai ikut bercerita, ternyata dia cukup lucu, membuat aku mulai lupa dengan Yuda atau pak Yon

"Aku mau belajar jadi koki" ucapnya, dengan wajah lucu.

Dan tampak sudah mulai nyaman denganku.

"Cape kerja di dapur" balasku, tersenyum melihat wajahnya.

Aku menatapnya matanya, dan dia sudah terlihat santai, tidak sekaku saat awal.

Nyaman juga, beda sama yang lain, pikir Ninda.

Sambil memperhatikan aku kadang menatapnya, dan tersenyum.

"Bikin dessert yuk, tadi aku liat di kulkas ada permen pop, anggur manis tanpa biji, sama whipe cream tawar" ajakku, melihatnya yang menatapku.

Dia seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Ayuk" balasnya, dengan senang.

Kita segera beranjak dari dapur.

Di dapur kita memilih beberapa anggur tanpa biji, memotong kecil, mencampur dengan whipe cream, menghancurkan permen pop, dan menaburi di atas hidangan tersebut.

Aku mengambil sendok kecil, menyendok hidangan tersebut, dan memberikan suapan.

Dia menatapku, dengan penuh tanya, kemudian mencobanya.

"Makannya pelan pelan, di rasain" ucapku, menyuapinya.

Dia makan perlahan, dan aku melihat ekspresi wajahnya yang sangat senang.

"Mmmmm, enak banget" ucapnya, tersenyum sambil menutup mata.

Merasakan letupan letupan lembut di mulut, di campur dengan manisnya potongan anggur, dan whipe cream tawar sebagai penyeimbang rasa.

Pesan cinta, pikirnya.

Saat merasakan pesan yang aku sampaikan di makanan tersebut, kemudian melihatku, dengan penuh arti, merasakan getaran di hatinya.

"Ini namanya apa?" tanya Ninda, tersenyum lembut.

"Love dessert" balasku, tersenyum kecil.

Aku menarik napas, mengingat masa lalu.

Dia memperhatikan, dan hanya tersenyum, merasakan pesan ini untuknya.

Aku kembali menyuapinya, dan menatapnya yang terus menatapku.

Ninda belum pernah merasakan hal ini, dia merasakan ke cocokan, tapi mengingat rencananya.

Buku elo tujuan utama gw, pikirnya.

Sambil melihatku, yang dengan perhatian, menyuapinya sampai habis, tapi pesan yang aku sampaikan tertinggal di hatinya.

Sekitar jam dua siang aku pamit, dia meminta besok aku datang lagi, dan mengantarkan sampai depan gerbang.

"Mas besok dateng lagi yah ajarin teknik masakan perancis, minggu depan ajarin bikin pizza, nanti aku minta papa ganti libur, WA bahannya jangan lupa" ucapnya, saat di pintu gerbang.

"Ok, pulang dulu yah" balasku, melambaikan tangan.

Kemudian naik ojek daring, dan pulang ke kontrakan, dengan hati senang, karna seminggu ini aku akan bersamanya.

Ninda masuk ke rumah dengan ceria, senyum senyum sendiri, meminta pembantunya membersihkan bekas masak, dan bergegas naik ke kamar.

Tiduran di kasur, tiba tiba teringat suapan serta pesan love dessert.

Mas Pio, namanya lucu, orangnya juga ternyata, pikirnya.

Dia tertawa kecil, dan melihat pesan dariku, untuk bahan buat besok di hpnya.

"Ok mas, ini ada kok, besok jam sembilan pagi yah" balasnya.

Dan kembali senyum senyum sendiri.

"Ok" balasku.

Sore hari Yuda pulang, dia bersama empat kawannya, Gina, Sabila, Inge dan Yoga.

Ninda tidak peduli saat mendengar suara Yuda memanggilnya di depan kamar, dia tidur tiduran mengingat suapan love dessert.

Akhirnya Yuda, membuka pintu kamar Ninda.

"Nin, loe diem aja gw panggil, itu temen gw mau kenal" ucap Yuda, dengan kesal.

Melihat adiknya hanya tidur tiduran.

"Males ah" balas Ninda, membalikan badan.

"Itu Yoga dan Sabila yang punya restoran di Bali" ucap Yuda, dengan tenang.

bukhorigan
bukhorigan memberi reputasi
1
929
5
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.