bajer.dinar212Avatar border
TS
bajer.dinar212
Kisah Jagoan Pasar Senen yang Jadi Menteri


Imam Syafi’ie atau Bang Pi’ie dikenal sebagai jagoan dari Pasar Senen, Jakarta. Terlibat perang melawan pasukan Sekutu dan Belanda. Jadi menteri di Kabinet Dwikora II, tapi sempat dituduh Soeharto terlibat komunis.

84 tahun silam, Jeran baru saja menginjakkan kakinya di Kota Batavia (sekarang Jakarta) pada 1938. Umur Jeran masih berusia 14 tahun. Ia nekat meninggalkan kampung halamannya di daerah Banten untuk mengubah nasib di kota besar. Karena tak memiliki kenalan atau sanak famili, Jeran terdampar di kawasan Pasar Senen, yang berdiri sejak 1735.

“Saat itu saya menumpang truk yang membawa saya ke Pasar Senen,” kata Jeran, yang memiliki nama asli Tubagus Hadrand (92), seperti dikutip CNNIndonesia.com, Minggu, 19 Juni 2016.

Jeran sempat hidup menggelandang dan menumpang tidur di pasar yang dulunya bernama Vinck Passer itu. Pasar itu dulu masih menggunakan nama pemilik tuan tanah asal Belanda, Justinus Vinck. Saat Jeran datang, wilayah itu merupakan kekuasaan Imam Syafi’ie, yang dijuluki Raja Copet. Sejak itulah, Jeran bergabung dengan kelompok Imam Syafi’ie, yang biasa dipanggil Bang Pi’ie atau Sapei. “Di situ saya mengenalnya dan mengikuti Imam Syafi'ie,” ungkap Jeran.

Dari sejumlah literatur, Imam Syafi’ie berasal dari Kampung Bangka, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, yang lahir pada 27 Agustus 1923. Ia berasal dari keluarga sederhana dan nasionalis. Syafi’ie menjadi anak yatim sejak berumur 4 tahun. Ayahnya, Mugeni, tewas dibunuh jagoan (jawara) Pasar Senen bernama Ayub. Syafi’ie kecil lalu dititipkan kepada bibinya bernama Zaenab, yang berjualan di Pasar Senen.

Di masa kanak-kanak, Syafi’ie kerap berada di pasar. Bersama teman-temannya, Syafi’ie kecil mengais rezeki dari sisa bongkaran sayuran dan beras. Semua itu ia kumpulkan untuk dikirim kepada ibu dan kedua adiknya. Kehidupan di pasar membentuk wataknya yang keras dan tegas. Pada usia yang baru 11 tahun, Syafi’ie sempat merasakan dinginnya kehidupan di penjara khusus anak-anak nakal di Tangerang. Setelah keluar, ia kembali ke Pasar Senen.

Syafi’ie akhirnya bisa menguasai pasar itu setelah berhasil mengalahkan jagoan pasar bernama Muhayar asal Cibedug, Bogor. Muhayar tak lain adalah anak buah Ayub, yang dituduh telah membunuh ayahya, Mugeni. Syafi’ie yang bertubuh kecil dan pendek harus naik lapak sayur agar bisa menusuk perut Muhayar. Setelah itu, Syafi’ie baru bisa mengendalikan semua preman di Pasar Senen dan menjadi jagoan besar.


Pasar Senen, Jakarta, tempo dulu.
Foto: dok. detikcom-Ensiklopedia Jakarta-1


“Kalau orang menguasai Senen, dia juga menguasai sekitarnya,” kata Husni, salah satu bekas anak buah Syafi’ie, seperti dikutip di dalam buku Para Jagoan: Dari Ken Arok sampai Kusni Kasdut karya Petrik Matanasi (2011).

Tak berapa lama, Syafi’ie mulai memimpin organisasi bernama Kumpulan 4 Sen (P4 Sen). Organisasi itu beranggotakan pedagang sayur, pedagang buah-buahan, pedagang asongan, pedagang kaki lima, kusir andong (delman), tukang becak, sopir opelet, kuli panggul, dan lainnya. Setiap anggota wajib membayar iuran 4 sen. Uang itu digunakan untuk diberikan kepada para begundal atau bandit agar tak membuat onar kepada para pedagang di Pasar Senen.

Pada 1940-an, organisasi P4 Sen berubah wujud menjadi organisasi Oesaha Pedagang Indonesia (OPI). Tak hanya membantu dan menjaga keamanan para pedagang di Pasar Senen, organisasi baru itu juga ikut membantu ekonomi para anggota keluarga korban kerja paksa atau romusha di zaman penjajahan Jepang.

Di masa itulah, Syafi’ie dan kawanannya terjebak dalam suasana perjuangan revolusi kemerdekaan. Kelompok OPI kerap melakukan penculikan terhadap para serdadu Jepang. Sejak Sukarno dan Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1945, Syafi’ie dan kawannya membentuk Pasukan Istimewa (PI). Pasukan ini ikut membela Tanah Air bersama Laskar Senen pimpinan Daan Anwar.

PI dan Laskar Senen merupakan bagian penting di laskar rakyat di Jakarta, yaitu Barisan Rakyat Indonesia (Bara) pimpinan Haji Darip atau Muhammad Arif, tokoh ulama dan jawara asal Klender. Mereka bahu-membahu melawan pasukan Allied Forces Netherlands East Indies (AFNEI) dan Netherlands Indies Civil Administration (NICA) pimpinan Letnan Jenderal Sir Philpe Christinson, yang baru mendarat di Pelabuhan Tanjung Priok pada pengujung 1945.

Pasukan Syafi’ie kerap melakukan pencurian dan perampasan ke tangsi-tangsi tentara Sekutu dan Belanda. Hasil rampasan berupa senjata dan mobil jip buatan Inggris diberikan kepada pasukan Bara. Konon, mobil itu di kemudian hari digunakan oleh Sukarno. “Kendaraan inilah yang dipergunakan untuk mengangkat beras sebagai bantuan kepada pemerintah di zaman Perdana Menteri Sutan Syahrir,” ungkap Amurwani Dwi Lestariningsih dalam makalah penelitiannya berjudul ‘Para Penuntut Balas: Jago dan Jagoan Studi Kriminalitas di Jakarta 1945-1950' (2006).

Banyak serdadu Belanda dan kaki tangannya yang mati di tangan pasukan Syafi’ie. Mereka terlibat pertempuran, seperti di belakang bioskop Rex, bioskop Rialto, yang kini bernama Gedung Wayang Orang Senen, Kwitang, dan Gang Sentiong. Syafi’ie ditunjuk sebagai komandan pertempuran di seluruh wilayah Jakarta. Markas pasukan Syafi’ie berada di Kampung Rawa, Gang Sentiong, dan Utan Panjang.

Pertempuran demi pertempuran dilalui laskar pemuda pimpinan Syafi’ie. Akhirnya Sutan Syahrir memberi instruksi agar semua laskar pemuda mengosongkan Jakarta karena dilakukan diplomasi antara Indonesia dan Sekutu. Lalu markas pejuang yang dipimpin Syafi’ie pindah ke wilayah Karawang, Jawa Barat. Hal itu juga dilakukan oleh pasukan Bara pimpinan Haji Darip. Di Karawang, Syafi’ie sempat mengalahkan pemberontak yang dipimpin Gelung.

Karena prestasinya itu, pasukan Laskar Rakyat Jakarta yang dipimpin Syafi’ie diresmikan menjadi pasukan istimewa Divisi II Sunan Gunung Jati oleh Markas Besar Tentara RI. Pasukan di bawah pimpinan Bang Pi’ie ini lalu kembali dilebur menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) Kesatuan Resimen V Brigade III Kiansantang Divisi I Batalion Siliwangi.

Syafi’ie masuk tentara resmi karena lebih terhormat ketimbang laskar yang dianggap ekstremis pada April 1946. Tak semua anggota laskar bisa masuk TNI. Karena itu, sering terjadi bentrokan dengan pasukan TNI. Syafi’ie-lah yang bisa meyakinkan anggota laskar untuk bergabung dengan TNI dan membentuk sebuah resimen perjuangan yang terdiri atas para pencuri dan pencopet.

Syafi’ie dan pasukannya pernah ditugaskan untuk operasi penumpasan pemberontakan Partai Komunis Indonesia (PKI) di Madiun, Jawa Timur, pada 1948. Ia dikenal sangat militan dan tak takut mati. Beberapa saat kemudian, pasukannya ditarik kembali dari Karawang menuju Jakarta.

Pascaagresi militer Belanda II, Syafi’ie menjadi perwira dengan pangkat kapten yang diperbantukan di Komando Militer Kota Besar Djakarta Raya (KMKBDR) pada awal 1950. Banyak eks laskar rakyat yang tak bisa masuk struktur militer (TNI) akhirnya memilih kembali ke dunia hitam.


Pasar Senen, Jakarta, tempo dulu.
Foto: Collectie Stichting Nationaal Museum van Wereldculturen


Secara diam-diam, mereka kembali memasuki Kota Jakarta. Sebagian dari mereka membuat resah Ibu Kota, mencuri dan merampok. Hal itu membuat tokoh pergerakan seperti Adam Malik, Chairul Saleh, dan Sukarni mendatangi Presiden Sukarno untuk menanyakan nasib eks laskar yang belum tertampung di TNI. Sukarno meminta para jagoan di Jakarta untuk mengamankan Kota Jakarta.

Jagoan yang diturunkan di antaranya adalah Bek Ali, Bek Toha, dan Syafi’ie. Syafi’ie kembali ke kawasan Pasar Senen. Ia lalu menghimpun teman-teman eks laskar dalam sebuah organisasi bernama Corps Bambu Runcing, yang disingkat menjadi Cobra. Kelompok ini menjadi pengawas wilayah sekaligus memberikan lahan pekerjaan kepada kaum veteran. Syafi’ie berharap semua mantan teman seperjuangannya tak menjadi penjahat.

Karena sempat memimpin Kumpulan 4 Sen, Syafi’ie dianggap berhasil memimpin Cobra. Ia berhasil menghimpun para jagoan mulai Tanah Abang, Pasar Rebo, Jembatan Lima, Jatinegara, sampai Kebayoran Lama. Di setiap kecamatan terdapat anggota Cobra. Keberadaan Cobra sering mendapatkan perlawanan dari kelompok lainnya. Anggota Cobra dibilang multietnis karena berasal dari Jakarta, Batak, Ambon, Makassar, Banten, dan lainnya.

Syafi’ie mendidik anggota Cobra dengan disiplin. Anggota yang ketahuan melakukan tindakan kriminal akan ditindak tegas. Ia akan menanyakan terlebih dahulu alasan anak buahnya, apakah berbuat jahat karena tak memiliki pekerjaan atau memang maksud lainnya. Jika alasannya tak memiliki pekerjaan dan modal, Bang Pi’ie tak segan memberikan modal usaha. Ia tak segan-segan meminta bantuan tauke (pengusaha atau pedagang keturunan Tionghoa) agar membantu anggotanya.

Tapi bila anggota sudah mendapatkan modal kemudian kembali berbuat kriminal, Syafi’ie tak segan memukul mereka dengan buntut ikan pari yang berduri dan bergerigi tajam. Hukuman itu dianggap lebih ringan dibanding dengan pukulan tangan kirinya. Konon, pukulan tangan kiri Bang Pi’ie merupakan pukulan maut, yang semua orang tak tahan menghadapinya.

Kesuksesan Syafi’ie membina para bromocorah dan eks laskar ternyata kerap dimanfaatkan segelintir penguasa dan politikus. Salah satunya ketika kelompok Syafi’ie terlibat dalam peristiwa demonstrasi pada 17 Oktober 1952. Pendemo saat itu menuntut pembubaran parlemen dan menuntut segera dilaksanakan pemilihan umum.

Achmadi Moestahal dalam bukunya ‘Dari Gontor ke Pulau Buru: Memoar H Achmadi Moestahal’ (2002) menyebutkan peristiwa itu semacam mob yang digerakkan oleh Kolonel dr Mustopo dengan memperalat Kapten Syafi’ie. Kelompok Syafi’ie terlihat berada di belakang para demonstran yang didukung pasukan tentara dari Resimen 07 Jakarta pimpinan Kemal Idris di depan Istana Negara.

“Saat itu tampak sejumlah meriam yang dihadapkan ke arah Istana. Sukarno menolak tuntutan itu. Ia tetap mempertahankan sistem demokrasi parlemen dan sistem multipartai,” terang Achmadi.

Sembilan tahun kemudian, Cobra dibubarkan atas permintaan Komando Militer Jakarta karena terjadi persaingan dengan kelompok Ular Belang pimpinan Lukas Kustardjo, yang juga mantan pejuang pada 1959. Setahun sebelumnya, Syafi’ie sempat masuk dan lulus Sekolah Staf Komando Angkatan Darat (SSKAD) dengan pangkat letnan kolonel pada 1958.

Dengan posisinya itu, Syafi’ie memiliki posisi tawar yang tinggi di mata penguasa saat itu. Bahkan Syafi’ie sempat masuk Kabinet 100 Menteri (Dwikora II) sebagai Menteri Urusan Keamanan. Jabatannya itu diembannya sejak 24 Februari hingga 28 Maret 1966. Saat itu, Syafi’ie dijuluki ‘menteri copet’. Pandangan itu disanggah oleh H Irwan Syafei, salah satu mantan pengikut Syafi’ie yang juga eks laskar Senen. Menurutnya, Syafi’ie bukanlah seorang bajingan, tapi seorang pahlawan yang mengkoordinasi para jagoan di kampung Jakarta agar tak meresahkan masyarakat.

“Sebenarnya Imam Syafi’ie bukan copet. Coba, matinya saja dia dikuburkan di Kalibata (TMP Kalibata). Itu kuburan para pahlawan. Kalau dia copet, pengkhianat, dia tidak dikuburkan di situ. Disemayamkannya juga di DHD (Dewan Harian Daerah) 45. Jadi bisa saya jamin dia bukan copet,” ungkap Irwan dalam tulisan Amurwani Dwi Lestariningsih.

Sebenarnya Sukarno ingin Syafi’ie menjadi Komandan Cakrabirawa, pasukan pengawal presiden. Hanya, Syafi’ie menolaknya. Tapi nahas bagi Syafi’ie, ketika bergabung satu bulan dalam Kabinet 100 Menteri, dia justru ditangkap dan dipenjarakan karena dituduh terlibat gerakan komunis. Tapi tak lama, sekitar 1970-an, Syafi’ie dilepaskan. Ia sempat ditawari masuk TNI, tapi ditolaknya.

Syafi’ie menghabiskan masa tuanya di rumahnya di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Sejak pulang dari penjara, Syafi’ie sering sakit-sakitan. Ia meninggal dunia di rumahnya pada 9 September 1982. Jasadnya dikuburkan di TMP Kalibata. Di nisannya tertulis nama Letkol Imam Sjafeei dan nomor register pegawai Mabes Angkatan Darat 14157.


Sumber : https://news.detik.com/x/detail/inte...-Jadi-Menteri/
ratmadi
rinandya
pein666
pein666 dan 28 lainnya memberi reputasi
27
6.2K
43
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.