Indonesia bisa dibilang sebagai salah satu negara pengguna media sosial terbesar di dunia, terlebih buat mereka yang hidupnya kota besar. Namun semakin murahnya harga ponsel, maka medsos menjadi tempat untuk berbagi, bercerita, berkeluh kesah bahkan berkarya.

Tapi penggunaan media sosial tidak dibarengi dengan etika yang diajarkan pada manusia, terlebih Indonesia memiliki beragam budaya, suku bangsa, dan agama, tentu diajarkan etika yang lebih mendalam. Etika yang baik bisa dibilang perbuatan dan tingkah laku, menurut kebiasaan, atau tradisi dengan nilai positif dalam menjaga sikap dan kesusilaan suatu individu dalam lingkungan, namun sayang etika negatif banyak bertebaran di medsos.



Budaya ramah bangsa ini tidak tercermin ketika sedang berada di medsos.

Bayangkan, tanpa ada masalah apa-apa dengan mudahnya netizen di medsos sibuk membully, menjelekkan, menghina, bahkan mencaci maki tanpa sebab yang jelas.

Kenapa?



Jadi begini, komunikasi itu bukan hanya komunikasi verbal, tapi ada komunikasi non verbal, seperti gestur, budaya dan lainnya hingga komunikasi kita kepada individu lain menjadi lebih lancar.

Evolusi komunikasi dari masa pra sejarah hingga sekarang memang membutuhkan waktu yang panjang, dan setiap komunikasi juga memerlukan teknologi pendukung dari asap, surat, telegraf dan telepon, hingga akhirnya kita berada di zaman komunikasi digital dengan adanya internet.

Rupanya model komunikasi digital ini banyak yang belom siap untuk beradaptasi, bisa dikatakan gagal dalam berkomunikasi. Kenapa begitu, ada sebuah teori Sigmund Freud yang bisa kita jadikan acuan.





Jadi ketika kita berkomunikasi secara sadar kita akan memberikan warning apakah ada rasa aman untuk komunikasi, tidak merasa terancam, lalu secara pikiran juga ingin memperoleh keuntungan dalam sebuah komunikasi, dan hal yang dikomunikasikan sesuatu yang rasional.



Bahkan komunikasi berkembang menjadi yang terkait dengan nilai moral.

Simplenya gini ketika bertemu pejabat, ada gestur dan sikap yang seakan memberikan rasa hormat karena melihat derajatnya lebih tinggi, ini secara naluri dan di luar kesadaran sudah terbentuk komunikasi yang seperti itu, alias kalau bicara kurang sopan akan merasa terancam dirinya.

Lalu kalau di medsos mereka tak merasakan ancaman seperti ini, bahkan bersifat anonim alias penuh tabir kepalsuan siapa karakter yang berbicara.



Ada kemungkinan orang yang berprilaku kasar di medsos adalah orang yang dihujat di dunia nyata, namun gagal membalas mereka, karena takut, berpangkat, atau punya kuasa, lalu pelariannya adalah menghujat orang lain di medsos.

Apalagi pembullyan kerap terjadi dalam sebuah kelompok, kalau one by one rasanya akan damai, tapi kalau sudah berkelompok maka arogansi mayoritas akan timbul, tak heran banyak intimidasi kalau manusia sudah berkelompok dan itu seperti hukum yang tak terlihat.

Jadi kalau ada seseorang di bully di medsos, akan banyak naluri merasa ingin menjadi bagian dalam kelompok itu. Maka haters semakin ramai, semakin memberikan nilai pansos tersendiri apalagi platform FB sebagai platform emak-emak millenial. Ini adalah hal yang wajar namun bukanlah hal yang bijak.



Terima kasih yang sudah membaca thread ini sampai akhir, bila ada kritik silahkan disampaikan dan semoga thread ini bermanfaat, tetap sehat dan merdeka. See u next thread.





"Nikmati Membaca Dengan Santuy"
--------------------------------------
Tulisan : c4punk@2022
referensi : klik, klik, [URL=https://S E N S O R@rid1hady/sejarah-singkat-komunikasi-dari-era-purba-hingga-era-program-mendominasi-dunia-e734452e0513]klik[/URL], klik
Pic : google