ashibnuAvatar border
TS
ashibnu
Bencana Aberfan, Batu Bara Yang Mengubur 240 Anak Sekolah

Sekitar pukul 07:30 pada tanggal 21 Oktober 1966, para pekerja yang tiba di lokasi tambang batu bara yang lokasinya dekat dengan desa Aberfan, Wales menemukan bahwa salah satu dari tumpukan sampah batu bara di lokasi tersebut telah bergeser pada malam hari. Pengawas lalu menghentikan semua pekerjaan pada hari itu dan mulai melihat apa yang sebenarnya terjadi. Mereka masih memperhatikan tumpukan batu bara yang bersegeser sampai pada pukul 09:15, namun tiba-tiba saja sejumlah besar material terlepas, mengakibatkan longsor yang bergerak menuruni bukit dengan gelombang longsor yang sangat besar dan langsung menuju ke desa di bawahnya.

8 Jenderal Terbaik Nazi Jerman Masa Perang Dunia II

Proses penambangan batubara memiliki beberapa produk sampingan. Batu bara digunakan sebagai bahan bakar yang efektif dan sangat populer pada tahun 1966, hasil penambangan yang tidak berguna berupa kombinasi tanah, kerikil, debu dan bahan lain yang diambil dari tanah selama proses penggalian. Hasil tambang yang tidak diperlukan biasanya ditimbun, yang letaknya jauh dari pintu masuk tambang, membentuk gundukan besar menyerupai bukit kecil.

Tambang batu bara Aberfan memiliki tujuh timbunan sampah tambang, yang semuanya terletak di sisi lembah dekat desa. Timbunan sampah tambang nomor tujuh adalah yang longsor menuruni bukit pada tanggal 21 Oktober 1966. Lebih dari 100.000 meter kubik sampah tambang membentuk gelombang hitam setinggi gedung dua lantai yang bergerak menuruni bukit dengan kecepatan 24 kilometer per jam. Seketika, dua pondok pertanian yang berada di jalur longsoran lenyap dan menewaskan penghuninya.


Sekitar setengah timbunan sampah tambang terus bergerak melintasi parit dan jalur rel kereta api menuju desa terdekat, menghancurkan bangunan sekolah dan 18 rumah warga. Mengakibatkan lebih banyak lagi rumah dan bangunan yang rusak parah. Saat longsor terjadi, material longsor yang bergerak menyerupai cairan berlumpur. Begitu gerakan longsor berhenti, material longsoran jadi memadat seketika. Suara gemuruh longsoran berubah menjadi keheningan yang menakutkan. Penduduk yang terkejut, melihat dari rumah-rumah terdekat, mengamati kejadian itu dan mulai bergegas menggali, mencari korban selamat dengan peralatan seadanya.

Pada saat longsor terjadi, sebuah sekolah baru saja memulai aktifitas pembelajaran. Total ada 240 anak berada di dalam gedung sekolah, sebagian besar berusia 7 hingga 10 tahun. Di lokasi sekolah itulah upaya penyelamatan awal dipusatkan. Keadaan darurat segera diumumkan di tempat kejadian, bersama dengan penambang dari tambang batu bara Aberfan, yang menggunakan pengetahuan dan pengalaman mereka bekerja dengan peralatan tambang, mengarahkan upaya personel darurat dan sukarelawan. 36 korban dengan cepat ditemukan dan dikirim langsung ke dua rumah sakit terdekat. Semua korban selamat, ditemukan dalam dua jam pertama upaya penyelamatan. Setelah jam 11 pagi, hanya mayat yang penyelamat ditemukan.


Para korban meninggal karena sesak nafas dan mengalami luka akibat tekanan tinggi. Korban tewas yang ditemukan mencapai 144 sampai 116 di antaranya ada anak-anak. Kamar mayat darurat didirikan di sebuah Gereja desa yang letaknya tidak jauh dari lokasi. Tempat tersebut terlalu sempit, tetapi tidak ada lagi tempat yang cocok untuk digunakan pada saat keadaan darurat. Satu persatu orang datang untuk mengidentifikasi mayat anak-anak mereka atau untuk mencatat nama-nama orang hilang yang belum diidentifikasi. Gereja desa yang begitu kecil  dengan begitu banyak jumlah mayatnya, sehingga beberapa pos harus didirikan di tempat lain. Sertifikat kematian dan kremasi, misalnya, dikeluarkan dari bangunan terdekat, berikutnya, toko ikan dan keripik di dekat gereja juga digunakan sebagai tempat layanan darurat.

Upaya pencarian berlangsung siang dan malam selama dua minggu. Pekerjaan menggali sampah tambang yang telah mengeras, merupakan tugas yang sulit dan berbahaya. Hal tersebut semakin diperumit oleh faktor material longsor yang terkadang bisa bergeser kapan saja. Longsoran juga telah menyumbat sungai, menyumbat saluran air dan merusaknya, yang berarti bahwa banyak air yang terus-menerus menyusup ke dalam lumpur dan menyebabkannya terus bergerak. Baru setelah air dimatikan dan saluran drainase digali, lokasi penyelamatan menjadi lebih stabil.


Selain itu, liputan berita bencana di BBC telah mendorong ratusan sukarelawan melakukan perjalanan ke Aberfan untuk memberikan bantuan. Mengingat sifat tempat tersebut yang sulit dijangkau, kehadiran mereka lebih sering menghalangi penyelamatan daripada membantunya. Demikian juga wartawan yang ikut turun di lokasi kejadian. Meskipun mereka tidak secara langsung menghalangi upaya penyelamatan, ada banyak laporan tentang ketidakpekaan mereka. Seorang jurnalis, dilaporkan bertanya kepada seorang anak apakah mereka akan menangis di depan kamera untuk saudara mereka yang sudah meninggal, karena itu akan menjadi tayangan TV yang bagus.

Korban meninggal dikuburkan sesegera mungkin, dengan sejumlah besar dimakamkan dengan upacara pemakaman bersama. Ada 81 anak-anak dan seorang wanita dimakamkan di Pemakaman Bryntaf pada tanggal 27 Oktober, dengan upacara yang dihadiri oleh puluhan ribu orang. Ratu Elizabeth mengunjungi Aberfan beberapa hari kemudian untuk bertemu dengan petugas penyelamat dan memberi penghormatan kepada korban meninggal.


Sementara pemakaman sudah dilakukan, semua pikiran mulai beralih ke penyelidikan. Seorang yang seharusnya bertanggungjawab dalam bencana ini adalah Lord Robens, kepala perusahaan batu bara, instansi yang bertanggung jawab atas tambang batu bara. Sikap awalnya sederhana. Dia tidak akan lari dari tanggung jawab atau mencoba bersembunyi dari hukum. Namun ternyata semuanya menjadi janji kosong dan menyalahkan keadaan alam yang tidak mendukung.

Timbunan sampah tambang ternyata ditempatkan di atas mata air, yang secara langsung air bisa menyusup ke dalam material. Hal tersebut dikombinasikan dengan curah hujan yang luar biasa derasnya pada hari-hari menjelang bencana, sudah cukup untuk mengubah sampah tambang dari semula padat menjadi lumpur yang mulai bergeser menggelincir. Ada sedikit perdebatan tentang penyebab bencana yang terjadi dari insiden tersebut. Pengelola tambang seharusnya dapat memprediksi bahwa hal tersebut akan terjadi, melihat lokasi tambang yang terisolasi dan labil.


Banyak yang mengatakan mereka seharusnya tahu bahwa bencana longsor pasti akan terjadi. Lagipula, banyak longsoran kecil yang memang pernah terjadi sebelumnya. Pada bulan November 1944 bagian dari timbunan sampah tambang nomor empat mengalami longsor dan bergerak menuruni lereng bukit, berhenti hanya 150 meter dari desa di bawahnya. Beberapa longsoran kecil juga pernah tercatat terjadi. Beberapa kali warga sempat mengirimkan surat pengaduan pada perusahaan, menyatakan bahwa mereka khawatir dengan penempatan sampah tambang yang berada di atas sekolah SMP Pantglas dan juga residu dari batu bara yang menyumbat saluran air dan menyebabkan banjir di desa.

Keluhan tersebut hanya ditampung dan tidak pernah diselesaikan. Seorang yang suka mengadu akan dicegah agar tidak terlalu vokal tentang masalah tersebut dengan ancaman dari mulai penggusuran tempat tinggal atau menghilangkan pekerjaan. Penyelidikan menemukan bahwa, di tambang batu bara itu terdapat budaya mengabaikan keselamatan di permukaan tanah. Sementara keselamatan di dalam lubang tambang itu sendiri dianggap penting, ketakutan seputar timbunan puing dan pekerjaan di permukaan tanah dianggap sepele dan tidak diperlukan. Bahaya yang sebenarnya, pikir mereka yang bekerja di tambang batu bara adalah di bawah tanah, bukan di permukaan.


Proses pengadilan berjalan selama 76 hari, beberapa bulan sebelum akhirnya menyimpulkan bahwa kesalahan ada pada pengelola tambang. Pengadilan menemukan bahwa banyak faktor yang berkontribusi terhadap bencana tersebut. Peraturan keamanan yang telah diabaikan, pengaduan yang tidak dihiraukan, bahaya juga diabaikan. Ada sembilan pekerja yang disidang oleh pengadilan, meskipun demikian tidak ada yang didakwa melakukan kejahatan, tidak ada hukuman yang diberikan dan tidak ada yang dipecat dari pekerjaan mereka.

Selanjutnya ada kontroversi seputar dana bantuan bencana yang dikumpulkan pada hari-hari setelah tragedi untuk mendukung para korban selamat dan keluarga korban meninggal. Dana tersebut sudah terkumpul banyak, tetapi sebuah organisasi pemerintah, mencegah dana tersebut untuk disalurkan. Penyaluran dana itu dilarang dengan alasan bahwa anak-anak korban selamat mengalami trauma meskipun tidak terluka secara fisik dan juga mereka bersikeras bahwa dana bantuan bencana harus memastikan bahwa orang tua memang mengasuh anak mereka.


Perusahaan sendiri awalnya memberikan kompensasi sebesar £50 kepada orang tua dari setiap anak yang meninggal. Setelah banyaknya protes, mereka memberikan tambahan menjadi 10 kali lipat. Sementara semuanya telah diselesaikan, timbunan sampah tambang tetap ada, bahaya yang jelas dan nyata bagi desa dan momok yang membayangi dan sangat mempengaruhi penduduk. Permohonan dari warga desa yang berulang kali meminta agar timbunan itu dipindahkan namun diabaikan.

Timbunan itu kemudian dijadikan sebuah taman sebagai gantinya dan penduduk desa diberitahu. Putus asa tidak didengar, beberapa penduduk desa melakukan protes di mana mereka melemparkan kantong-kantong yang berisi batu bara di Welsh, Inggris. Mereka segera ditangkap oleh aparat yang bewenang. Dana untuk membayar pemindahan timbunan sampah tambang ditangguhkan. Proses ini memakan waktu bertahun-tahun, karena Lord Robens dengan tegas bersikeras bahwa perusahaan tidak akan membayar tagihannya. Pada akhirnya, biaya itu sebagian besar ditanggung oleh pemerintah. Perusahaan hanya membayar sebagian dari biaya pemindahan. Pembayaran tersebut, bertahun-tahun dilunasi oleh pemerintah.


Pada tahun 2007 dana bantuan bencana dengan tepat di berikan. Dana tersebut digunakan untuk melanjutkan pekerjaan dan membuat tugu peringatan Bencana Aberfan, untuk mendukung para penyintas dan keluarga korban.  Undang-undang baru diperkenalkan untuk mengatur timbunan sampah tambang, memastikan bahwa bencana serupa tidak dapat terjadi lagi. Banyak perubahan peraturan yang tak terhitung jumlahnya, baik untuk keamanan dan proses meminta pertanggungjawaban badan pemerintah, juga telah diberlakukan sejak saat itu. Dunia sekarang menjadi tempat yang lebih aman dan desa Aberfan telah pulih. Timbunan sampah tambang yang menjulang telah dihilangkan, meskipun rumput tempat mereka berdiri selamanya memberikan bekas yang menyakitkan. Meski terlihat biasa-biasa saja bagi pengunjung, penduduk Aberfan tahu persis di mana timbunan sampah tambang itu pernah berdiri.


KOLEKSI THREAD MENARIK

Quote:
Diubah oleh ashibnu 06-01-2022 04:38
emineminna
MasterSims
koi7
koi7 dan 18 lainnya memberi reputasi
19
7.9K
23
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.