Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Visiliya123Avatar border
TS
Visiliya123
Perempuan Tanpa Bibir
Perempuan Tanpa Bibir

Cerpen

“Dasar tidak berguna!”

Umpatan kasar itu terdengar menggema dari pinggir jalan raya. Suara klakson dan mesin kendaraan yang berlalu-lalang hingga terdengar layaknya tim paduan suara, nyatanya tak mampu meredam umpatan tersebut.

Hari ini hari yang buruk. Asap kendaraan menguar bersamaan dengan debu-debu jalan juga dedaunan kering yang terbang berputar-putar di udara membawa hawa panas di sekitarnya. Sang surya menggila di atas sana. Peluh menetes, membasahi sekujur tubuh orang-orang yang berjalan kaki juga mengais rezeki di bawah teriknya matahari.

Beberapa dari pengendara mobil juga motor yang lewat ikut menyurah-serapahi seorang pria yang mengumpat kasar tadi. Siang yang penuh emosi. Berbagai umpatan kasar, kata serapah juga nama-nama binatang yang tak enakdidengar mulai mengotori jalanan.

Kulihat seseosok perempuan dengan mata berkaca-kaca berdiri di depan pria kasar tersebut. Rambutnya yang panjang tergerai indah di pandang, dan semakin indah saja ketika tertiup oleh angin. Dia terdiam tanpa suara, menerima setiap umpatan yang keluar untuk dirinya.

“Ternyata orang tua itu benar-benar menipuku. Aku hilang akal karena pesonamu yang hanya sesaat itu, hingga berani bertengkar dengan ibuku hanya untuk membawamu pulang ke rumah.” Pria itu mengacak rambutnya frustasi. Tangannya terkepal kuat, hingga buku-buku jarinya memutih. Dengan asal dia menendang batu-batu kecil yang tak berdosa ke jalanan. Hal itu menimbulkan kemarahan bagi pengguna jalan. Beberapa dari mereka bahkan balik melempar dengan botol minuman ke arah pria itu. Dan kalian pasti tahu apa yang dilakukan pria kasar itu ketika botol minuman yang terlepar mengenai tubuhnya barang sedikit. Ya, tentu saja melemparnya kembali dengan umpatan yang menggebu.

Aku hanya bisa terdiam menyaksikan kejadian itu dari ujung toko yang berada di seberang jalan berlawanan. Andai aku memiliki kemampuan untuk berjalan ke sana, menjitak kepala pria itu dengan kuat dan mengatakan dengan lantang bahwa dialah orang yang tidak berguna juga mencemari lingkungan. Atau berjalan ke sana dan menyelimuti perempuan tersebut dengan tubuhku,membuatnya menghilang agar pria kasar itu tak menyentuh, memaki bahkan menendangnya. Sayang seribu sayang, hanya andai yang bisa kupikirkan, karena nyatanya hal itu tidak akan bisa kulakukan. Menurutmu apa yang bisa dilakukan oleh segulung kain batik yang berdebu dan tak laku-laku ini?

“Berapa harga kain batik ini?”

Atensiku berubah ketika mendengar suara lembut dari seorang wanita muda yang berdiri tepat di depanku dengan sebuah senyuman yang menawan. Wajahnya terlihat lelah, lingkaran hitam di bawah kelopak matanya menandakan bahwa dia kurang tidur. Rambutnya dicepol asal-asalan, hingga beberapa dari rambut itu keluar dari gelungan dan menjalar ke mana-mana, membuanya terlihat tidak rapi. Penampilannya diperburuk dengan daster berwarna merah muda bercorak bunga-bunga biru. Sebenarnya tidak ada masalah dengan warna daster yang ia kenakan atau coraknya, yang menjadi masalah adalah warna hitam yang sepertinya dari pantat wajan yang mencoreng-coreng daster tersebut di beberapa bagian.

“Liahatlah siapa yang datang, ck, ck, ck.” Seorang pria yang umurnya hanya berbeda lima tahun darinya tersenyum mengejek sambil melipat tangan di depan dada. Matanya menelusuri setiap bagian dari wanita muda itu, menatapnya dari bawah hingga ke atas. “Ningsih, Ningsih. Aku prihatin melihat keadaanmu.”

“Berapa harga kain batik ini?” tanyanya kembali, tanpa memedulikan ucapan dari mantan suaminya tersebut. Ya, Ningsih memang sempat menjadi majikanku untuk sesaat. Pria yang mengejeknya tak lain adalah Rusdi yang merupakan mantan suaminya. Sudah terhitung sebulan mereka berpisah, baru sekarang aku kembali melihat Ningsih.

“Lihatlah dirimu sekarang ini. Sungguh tidak memesona lagi, melirikmu saja rasanya mataku sakit.”

Ningsih menghela napas. Yang dikatakan Rusdi memang tidak salah. Dulu, saat masih bersama Rusdi, Ningsih memang terlihat begitu cantik, tubuhnya terawat dari luar, segala kebutuhannya terpenuhi tanpa harus bekerja keras. Maklum saja Rusdi adalah bos kain yang cukup terkenal di daerah ini. Berkilo-kilo dan bergulung-gulung kain selalu terjual setiap harinya. Pria itu begitu bekerja keras mencari uang, dia bahkan tak mempekerjakan pegawai satu pun untuk membantunya. Semua ia kerjakan sendiri tanpa terkecuali. Ya, mungkin saja Rusdi tak cukup percaya pada orang lain untuk mengurus ladang uangnya itu.

Jika kalian bertanya padaku apa yang membuat Ningsih bercerai dari Rusdi, maka jawabannya adalah karena Ningsih yang menggugat cerai pria itu. Tapi mengapa? Aku pun tak tahu alasan pastinya, tetapi bisa kubayangkan bagaimana kehidupan Ningsih bersama Rusdi. Siapa juga yang tahan dengan ocehan berisi hinaan juga kesombongan setiap hari? Apalagi aku pernah melihat Rusdi memukul istrinya itu sesekali. Mungkin, karena alasan itu yang membuat Ningsih mantap menggugat Rusdi.

“Sudahlah, tak perlu menghinaku seperti itu. Katakan saja berapa harga kain ini!

“Harga kain batik itu terlalu mahal, tapi ya, karena aku sedang berbaik hati padamu maka—“

“Katakan saja harga jual biasanya!” sergah Ningsih tak sabaran.

“Cih, sombong sekali kau Ningsih. Hanya bekerja sebagai buruh cuci di warung makan saja gayamu sudah selangit. Kau pikir, kau mampu membeli kain batik ini dengan uang recehanmu itu?” ejek Rusdi kembali.

Tangan Ningsih terkepal, wajahnya pun merah padam dengan mata penuh kilatan amarah. Detik berikutnya raut wajah itu berubah menjadi sendu, kepalan tangannya pun mengendur.Rusdi yang merasa berhasil memancing mantan istrinya itu tersenyum senang layaknya orang yang mendapatkan penghargaan. Namun, kesenangannya berubah menjadi rasa penasaran. Dia pikir Ningsih akan berteriak di depannya dan marah-marah atau malah menitikkan air mata karena tiba-tiba raut wajahnya menyendu. Tetapi di luar dugaan, wanita itu malah tersenyum ke arahnya.

“Kau tenang saja, insyaallahaku bisa membelinya.”

“Dengan apa kau akan membelinya, dengan menjajakan tubuhnya yang sudah tak memesona itu?”

“Akh, kau memang tak berguna, akan kuhancurkan dirimu sampai berkeping-keping!”

Fokusku kembali terpecah mendengar kalimat itu, meninggalkan Rusdi juga Ningsih. Kembali kulihat pria kasar di seberang jalan tadi. Sebuah botol penuh dengan air ia siramkan begitu saja pada sesosok perempuan yang hanya terdiam saja sedari tadi. Rasanya begitu miris melihatnya basah dengan air, hingga membuat kecantikan itu seketika luntur bersamaan dengan aliran air yang jatuh ke tanah setelah membasahi tubuhnya. Sayang seribu sayang, perempuan itu hanya bisa diam atas pelakuan yang ia dapatkan. Dia bahkan tak bisa bersuara juga bergerak menjauh dari pria tersebut. Dia terperangkap di dalam bidang datar berbentuk persegi. Sungguh jahat orang yang menggambar dirinya. Mengapa dia digambar dengan wajah cantik yang menangis iba, tetapi tanpa bibir? Apakah pelukis itu terinspirasi dari seorang perempuan yang tak pernah bersuara atas ketidakadilan yang ia terima, dengan menghilangkan bibir indah dalam lukisan itu?

Aku mengutuk pelukis tersebut.Mengapa juga dia melukis karakter perempuan lemah seperti itu? Dan lebih parahnya, dia mempercayakan hasil karyanya itu pada pria kasar yang sering menjajakan lukisan di pinggir jalan. Bukannya laku terjual, lukisan itu malah dirusak-rusak tanpa perhitungan.

Pria kasar itumenginjak lukisan tersebut hingga kotor dengan cap sepatunya. Sudah basah dan luntur, diinjak pula. Tidak sampai di situ, sepertinya dia tak puas jika lukisan tersebut hanya diinjak saja. “Kau membuatku rugi banyak, dasar lukisan tak berguna!” Setelah mengatakan kalimat itu, dia mengambil lukisan tersebut, lalu mematahkannya dengan kedua tangan juga lututnya. Sungguh miris, lukisan itu kini terbelah menjadi beberapa bagian. Akh, mungkinkan nasib seorang perempuan yang tak berani bersuara akan hancur seperti itu? Rasanya aku tak berani hanya sekedar membayangkannya saja.

“Aku tak sehina itu sampai menjajakan tubuhku. Gaji sebulan juga tabunganku tentu akan bisa membeli kain itu, bukan hanya semeter dua meter, tetapi segulung sekaligus.”

Suara Ningsih membuatku kembali mengarahkan pandangan padanya. Wanita itu kini sudah cukup berani, dulu aku selalu melihatnya terdiam ketika Rusdi mengejek dan memukulnya. Entah darimana keberanian itu ia dapatkan.

“Aku tidak akan perhitungan dengan uang jika menyangkut kebahagiaan orang tua juga anakku agar mereka bisa memakai baju baru seragaman di hari lebaran nanti. Meskipun harga kain itu harus mengorbankan kerja kerasku selama sebulan juga tabunganku,” lanjutnya. “Ingat ini. Meski aku perempuan, aku bisa berdiri dengan kakiku sendiri tanpa bantuan pria brengsek dan arogan sepertimu, Rusdi. Bahkan hidupku jauh lebih baik setelah berpisah denganmu.”

Kulihat Rusdi terdiam, dia cukup tertohok dengan ucapan Ningsih. Selama ini dia memang selalu perhitungan dengan keluarganya, yang ia pikirkan hanyalah mencari uang. Ya, meskipun sebelumnya aku bilang Ningsih tercukupi kebutuhannya karena menjadi istri Rusdi, tetapi hal itu terjadi karena Rusdi tak mau mendapatkan malu ketika memperkenalkan Ningsih sebagai istrinya.

Tanpa aba-aba, Ningsih meraih tangan Rusdi, lalu memberinya selembaran uang berwarna merah, yang tak aku tahu berapa jumlanya. Namun, terlihat cukup banyak.

“Kurasa uangku ini lebih dari cukup untuk membeli segulung kain batik yang harganya mahal sehingga sulit laku itu.” Aku cukup kesal dengan ucapan Ningsih yang tak sengaja juga ikut menghinaku. Ningsih meraih tubuhku lalu melangkah pergi meninggalkan Rusdi yang menatap selebaran uang di tangan.

Ya, setidaknya aku senang karenaNingsih tak bernasib sama dengan lukisan perempuan tanpa 'bibir' yang kuperhatikan sejak beberapa jam lalu.

Sumber gambar : picsart
Diubah oleh Visiliya123 06-01-2022 22:07
disya1628
phyu.03
delia.adel
delia.adel dan 3 lainnya memberi reputasi
4
1.3K
7
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.9KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.