Merahputih.com - Ada 195 Pahlawan Nasional di Indonesia sampai 2021, tapi cuma 15 di antaranya perempuan. Dari 15 pahlawan perempuan itu, baru 5 tokoh yang sosoknya diabadikan dalam mata uang rupiah. Mereka adalah R.A. Kartini, Dewi Sartika, Martha Christina Tiahahu, Tjut Njak Dien, dan Tjut Meutia.

Hari istimewa kali ini, 2 Januari 2022, MerahPutih.com, khusus mengangkat kisah Martha Christina Tiahahu, yang menghembuskan nafas terakhir di usia muda, baru 17 tahun, tepat 204 tahun yang lampau. Srikandi Maluku itu wafat di atas Kapal Eversten, saat mengarungi Laut Banda berlayar menuju Pulau Jawa, bersama 39 tahanan perang lainnya di tahun 1818.

Belanda berencana menjadikan mereka pekerja paksa kebun kopi di tanah Jawa. Tak mau berkompromi dengan penjajah, Martha memilih mogok makan dan menolak pengobatan yang diberikan, hingga akhirnya merenggang nyawa dalam perjalanan.

Jasad Martha beristirahat tenang di dasar Laut Banda, dengan penghormatan militer dari sesama tahanan pejuang Maluku maupun tentara lawan. Berdasarkan Surat Keputusan Presiden Indonesia Nomor 012/TK/Tahun 1969, Martha diakui sebagai Pahlawan Nasional, pada 20 Mei 1969.

Martha lahir di Desa Abubu, Pulau Nusalaut, Maluku, 4 Januari 1800. Anak sulung Kapitan Paulus Tiahahu itu mulai mengikuti jejak sang ayah memimpin perlawanan melawan Belanda sejak muda. Saat berusia 17 tahun, gadis berambut panjang itu sudah memimpin pasukan laskar perempuan Maluku dalam pertempuran di Pulau Nusalaut maupun Pulau Saparua.

Ketangguhan laskar perempuan di bawah Martha sempat membuat tentara penjajah kewalahan. Bahkan, Komandan Belanda Mayor Beetjes tewas tertembak di leher dalam pertempuran di Pegunungan Ulath-Ouw, 11 Oktober 1817. Kematian yang membuat geram pihak Belanda. Komando lalu diambil alih Kapten Vermeulen Kringer, yang memerintahkan serangan umum terhadap pasukan rakyat Maluku.



Serangan berujung penangkapan Martha dan ayahnya Kapitan Tiahahu. Mereka dibawa ke Kapal Eversten menjalani sidang militer. Di dalam kapal itu juga, Martha sempat bertemu pejuang besar Maluku lainnya, Kapitan Pattimura. Akhirnya, Belanda membuang Martha ke Jawa menjalani hukuman kerja paksa, sedangkan ayahnya dijatuhi vonis mati.

Pada 16 Oktober 1817, mereka dipindahkan ke tahanan Benteng Beverwijk sampai waktu eksekusi sang ayah. Setelah ayahnya tewas di tangan regu tembak, Martha mulai mengalami gangguan kesehatan hingga dikirim berlayar ke Jawa menumpang Kapal Eversten. Kapal yang sama menjadi saksi pahlawan nasional perempuan Maluku itu menutup mata.

Tak hanya gelar Pahlawan Nasional bagi Martha, Bank Indonesia (BI) juga menghargai jejak kepahlawanan Srikandi asal Maluku itu, sebagai watermark uang kertas Rp 5 ribu rilis 1985 silam. Pecahan terbesar kedua di bawah uang kertas Rp 10 ribu bergambar RA Kartini kala itu.

Uang Rp 5 ribu edisi 1985 memiliki gambar pahlawan asal Aceh Teuku Umar di sampul depan, sedangkan sisi belakang Menara Masjid Kudus. Adapun, watermark Martha mengisi sisi kosong sebelah kiri menara, digambarkan sebagai sosok gadis cantik berambut panjang terurai agak ikal dengan ikat kepala khas Maluku memakai baju putih.

BI telah resmi menarik izin edar Rp 5 ribu wartermark Martha itu sejak 25 September 1995 silam. Meski tak lagi menjadi alat tukar resmi di Indonesia, jika kamu masih menyimpannya bisa menukarnya ke BI hingga 24 September 2028 mendatang. Umur lembaran Rp 5 ribu edisi 1985 memang hanya 10 tahun, tetapi pada masanya sebuah kebanggaan bila itu terselip dalam dompetmu. Apalagi bagi kalian yang mengalami masa muda di era 1980-an, tentu masih 'merawat ingatan', momen hanya bermodal uang segitu sudah bisa makan bakso mesra berdua dan bensin motor penuh bermalam mingguan ria dengan si dia.


Sumber