Rabu, 22 Desember 2021 19:46
Editor: Bambang Wiyono
Atet Handiyana Juliandri mengaku disekap dan dicengkeram oknum Jenderal TNI.
TRIBUN-BALI.COM, DEPOK -
Direktur utama perusahaan penyedia layanan alutsista di Depok, Atet Handiyana Juliandri mengaku disekap oknum jenderal TNI, dicengkeram kerah bajunya kemudian dipukul.
Perlakuan oknum jenderal TNI itu diterima Handi saat dia disekap di hotel di Jalan Margonda kamar nomor 1215 pada 26 Agustus 2021 silam.
Oknum jenderal TNI itu mengintimidasinya.
"Hari Jumat terakhir di kamar 1215 sekitar pukul 15.00 WIB, masuk ke ruangan kemudian menendang kasur kemudian mencengkeram kerah saya kemudian saya dipukul pakai hp,"ujar Handi dikutip dari warta kota, Selasa (21/12/2021).
Tak berhenti di situ,
Handi juga dipaksa untuk mengakui bahwa dirinya telah menggelapkan uang dan mengakui dimana sisa uang yang dituduhkan.
Masih menurut Handi,
oknum jenderal TNI itu memperlihatkan video yang menayangkan pengepungan rumah orangtua Handi yang berada di kawasan Banjar, Jawa Barat.
Peristiwa ini terjadi pada Kamis 26 Agustus 2021.
"Setelah itu dia memperlihatkan senjata api di pinggang dan saya didudukkan di kursi. Saya harus menandatangai pernyataan (penggelapan) itu," ujarnya.
Siapa sebenarnya Atet Handiyana Juliandri?
Kepada wartawan,
Handi mengaku diangkat sebagai direktur utama di perusahaan itu sejak 6 Juli 2021.
Kantor Handi bergerak di bidang layanan penyediaan Alutsista yang bekerjasama dengan Kementerian Pertahanan.
Sedianya jabatan itu berlaku selama lima tahun ke depan.
Tak hanya itu, Handi juga mengatakan perusahaan tempatnya bekerja itu turut memberikan sebagian saham kepadanya.
Namun, baru menjabat beberapa bulan, Handi sudah dituduh melakukan penggelapan uang perusahaan.
Tuduhan itu pun langsung dibantahnya.
“Yang dipermasalahkan, seolah saya mengelapkan uang perusahaan. Seharusnya kalau ada kerugian, kan harus ada dasar audit keuangan dahulu, tapi ini kan tidak ada. Semuanya atas dasar tuduhan," sebut Handi kepada wartawan, Sabtu (28/8/2021).
Handy mengalami penyekapan beberapa kali.
Pertama dia disekap di kantornya yang berlokasi di Jalan Raya Pasar Minggu.
Jalan Raya Pasar Minggu.
Selanjutnya, pada hari yang sama sekitar pukul 22.00 WIB, Handi dan istrinya dibawa ke sebuah hotel di Jalan Margonda dan disekap di kamar hotel nomor 1215.
Penyekapan tersebut berlangsung hingga tanggal 27 Agustus.
Handi dan istri bisa lepas dari penyekapan saat sang istri berhasil kabur dari kamar hotel.
Istri Handi kemudian berteriak meminta tolong kepada sejumlah pengunjung hotel.
Peristiwa ini sempat viral karena beberapa pengunjung hotel sempat merekam peristiwa dan mengunggahnya ke media sosial.
"Sebelum saya dibawa ke hotel, di kantor saya ditodong pistol di ruangan saya setelah meeting kantor sekitar pujul 13.30 WIB," sambung Handi.
Di ruangan tersebut, Handi mengaku menerima intimidasi dari para oknum TNI.
Telepon genggamnya dirampas dan ia diancam untuk mengakui penggelapan uang senilai Rp 73 miliar.
"Saya dipaksa untuk mengakui saya menggelapkan sejumlah uang kemudian ada kertas yang harus saya tandatangan yang berisi sejumlah pernyataan sejumlah uang kurang lebih Rp 73 miliar. Saya gak mau tanda tangan karena saya tidak merasa menerima uang sebanyak itu dari kantor," jelas Handi.
Saat penyekapan itu lah dia didatangi oknum jenderal TNI yang mengintimidasi dan memukulnya.
Pelaku Utama Belum Tersentuh
Sebelumnya diberitakan, Atet Handiyana Juliandri, korban penyekapan dan tindakan intimidasi oleh dua oknum TNI di sebuah kamar hotel kawasan Margonda pada 25 Agustus lalu, meminta pihak kepolisian untuk lebih serius dalam menuntaskan kasusnya.
Adapun pihak kepolisian yang ia maksud yakni jajaran Polres Metro Depok dan Polda Metro Jaya.
"Pelaku utama dalam kasus ini sampai saat ini belum ditetapkan statusnya, apakah sebagai saksi atau tersangka kita masih belum tahu.
Setau kami sampai saat ini tidak ada perkembangan yang signifikan. Pertama memang 4 tersangka, terakhir pada 2 Desember hanya disampaikan sudah bertambah 1 tersangka," kata Fajar Gora selaku kuasa hukum korban di kawasan Sukmajaya, Selasa (21/12/2021), sore.
Fajar pun mempertanyakan penyidik yang masih membutuhkan alat bukti lain untuk melengkap pemberkasan.
Adapun salah satu bukti yang dimaksud adalah rekaman CCTV di lokasi kejadian.
Namun, menurut Fajar, penetapan 5 orang tersangka dan 2 orang yang ditahan sudah memenuhi bukti permulaan dan patut diduga sebagai pelaku tindak pidana.
"Nah sekarang apa masalahnya? Tersangkanya sudah ada, pernah ditahan, tertangkap tangan pula. Kemudian sempat ditangguhkan dan sekarang (polisi) masih cari bukti lagi?," sambung Fajar.
Fajar pun menilai ada sesuatu yang janggal dalam upaya penyelesaian kasus tersebut. Yakni tidak kejelasan prosedur.
"Ujung dari penyidikan kan penetapan tersangka. Kembali lagi tersangka sudah ditetapkan tapi mau cari bukti cctv, itu yang kita gak ngerti," jelasnya.
Sebelumnya, pada 9 Oktober 2021, Polres Depok menetapkan dua tersangka baru kasus ini.
Kasat Reskrim Polres Metro Depok AKBP Yogen Heroes membenarkan adanya dua tersangka dalam kasus tersebut.
Dengan adanya dua tersangka ini, Yogen mengatakan total tersangka sejauh ini sudah ada empat orang.
"Sementara total empat orang. Enggak (ditahan)," ujar Yogen kepada wartawan. (*)
https://bali.tribunnews.com/2021/12/...iliar?page=all