Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

penacintaAvatar border
TS
penacinta
Keluarga Mantan Pacar (5)
Keluarga Mantan Pacar

Part 5

Malam saat putus itu, aku ditinggal begitu saja oleh Mas Hendi. Dia tinggalkan aku di halte pinggir jalan. Sial! Benar-benar bukan lelaki yang patut diperjuangkan. Sama sekali gak punya rasa tanggung jawab. Minimal aku diantar sampai rumah, kek.

Untung saja dia belum ngapa-ngapain aku. Meskipun dia tampan, tapi gak semudah itu dia bisa merayuki dan aku mau memberikan segalanya untuknya. Aku masih tahu batasan, aku tak akan lagi mudah tergoda oleh wajah tampan. Untuk apa tampan kalau hanya untuk pajangan? Emangnya apa yang sudah dia korbankan sampai segitu pedenya? Makan di café aja seringnya aku yang bayar. Huh!

Entah sudah berapa lama aku menunggu taksi, namun tak kunjung lewat. Malam semakin dingin karena angin kencang. Sepertinya mau turun hujan. Benar saja, tak lama kemudian air pun turun dengan derasnya. Membasahi semua yang ada di atas bumi tempatku berpijak. Angin kencang membuat air ikut membasahi bagian dalam halte yang hanya tertutup di bagian atap.

Din din! Tiba-tiba saja ada mobil sedan hitam berhenti tepat di depanku. Pengemudinya turun dengan membentangkan payung. Aku yang sudah menggigil, tak bisa melihat dengan jelas saking derasnya hujan. Aku malah ketakutan, bagaimana kalu dia orang jahat?

“Kamu ngapain malam-malam sendirian di halte begini?” ujarnya setelah dia mendekat. Aku yang beringsut menjauh, akhirnya lega karena ternyata dia adalah Mas Zaki.

“Mas Zaki?”

“Ayo lekas masuk! Aku antar pulang!” ketusnya dengan nada sangat datar.

“Gak mau, entar kalau kamu berniat jahat sama aku gimana?”

“Kamu itu bisa gak, sih, mikirnya lempengan dikit?”

“Ya namanya juga waspada!”

“Ikut, gak? Kalau gak mau aku tinggal, nih! Biar kamu jadi santapan preman di sekitar sini!” ancamnya.

“E-eeh … iya iya, aku ikut!”

Aku dipayunginya sampai masuk ke dalam mobil. Ternyata mobilnya mewah banget.

“Kenapa? heran? Gak pernah naik mobil bagus?” ujarnya sesaat setelah mobil kembali jalan. Pasti dia tau kalau aku takjub.

“Segitunya kamu, Mas! ini mobil manjikan kamu, kah?”

“Iya! Puas?”

“Hehehe … becanda.”

“Kamu ngapain di halte sendirian malam-malam? Mau jual diri?” tanyanya dengan gaya santai, matanya fokus menatap jalanan.

“Astaghfirullah … ni orang lemes amat mulutnya!”

“Jawab aja!”

“Abis ditinggalin sama pacar. Aku minta putus!”

“Hh!” Mas Zaki hanya berdecih dengan senyum sinis.

“Kenapa? Ada yang salah?”

“Kasian amat, udah berapa lama pacaran? Udah diapain aja?”

“Najis banget! Aku bukan perempuan kayak gitu, lah!”

“Masak? Beneran gak pernah diapa-apain sama mantan?”

“Bukan urusanmu!”

“Dasar cewek belagu, keras kepala! Kenapa minta putus? Udah gak bisa diporotin?”

“Yang ada gue yang diporotin, Udin!”

“Bwahahaha … baru kamu yang berani panggil aku Udin. Udin itu tukang kebun di rumah aku. Ups ….”

“Halah, sok kaya! Elu kali yang cuma tukang kebun!”

“Turun!” perintahnya.

“Kok tau kalau ini gang dekat rumah aku?”

“Turun aja, deh! Gak usah banyak tanya!”

“Ya udah. Makasih tumpangannya!” Aku pun turun, lagi-lagi Mas Zaki pergi tanpa berkata apa-apa lagi. Aku pun berjalan melewati gang sempit untuk bisa sampai ke rumah.

Sejak hari itu, di tempat magang, aku dan Mas Zaki sperti kucing dengan tikus. Kalau ketemu selalu berantem. Aku masih berpikir kalau dia hanya supir yang nyambi kuliah. Keren, sih. Tapi tetep aja sok cueknya itu nyebelin.

Sampai suatu hari, aku melihat seorang wanita cantik paruh baya sedang menunggu jempulan di lobi sebuah Mall. Aku dengan Mama kebetulan sedang menikmati akhir pekan di Mall itu juga.

Tanpa diduga, tiba-tiba seorang jambret dengan cepat menyambar tas milik wanita itu, lalu berlari cepat ke arah belakang mall yang merupakan deretan ruko-ruko.

“Tolooong …,” jeritnya dengan panik.

“Ma, tunggu di sini, ya! Rania mau kejar jambretnya.”

“Jangan, Nak! Entar kamu diapa-apain sama orang jahat!”

“Enggak, Ma. Aku bisa jaga diri,” ujarku. Aku berlari mengejar si jambret. Aku tahu lokasi markas mereka, karena aku dan kakak tingkatku di komunitas bela diri, juga kadang membantu polisi untuk melacak tempat-tempat mangkal para preman. Ilmu bela diri yang aku punya sudah cukup untuk dipakai melindungi diri dari ancaman bahaya.

Tak terlalu jauh, aku melihat ruko dengan rolling door yang sedikit terbuka. Kudengarkan baik-baik suara obrolan orang di dalamnya. Terdengar suara dua orang sedang bicara sambil tertawa. Ternyata dugaanku benar, pantas saja dia cepat menghilang, ternyata ada di dalam ruko kosong.

Aku mendorong pintu ruko sampai terbuka cukup lebar. Sontak saja dua preman di dalamnya langsung terkejut.

“Balikin!” ujarku.

“Eh, elu siapa?” bentak mereka bersamaan.

“Polisi!” ujarku dengan lantang. Aku keluarkan pistol mainan yang sebenarnya adalah korek gas. Sengaja aku beli untuk jaga-jaga dan juga kebutuhan korek di rumah. Kalau beli mancis, pasti selalu hilang. Hahaha ….

Agaknya mereka hanya jambret musiman atau jambret dadakan yang mentalnya masih kroco. Seketika mereka gemetar saat melihat pistol mainan yang aku todongkan. Ingin rasanya aku tertawa geli. Aku pun semakin bersemangat untuk mengerjai mereka.

“Tiarap! Atau saya tembak!” bentakku.

Mereka berdua langsung menurut, meminta ampun dan melemparkan tas milik wanita itu ke dekat kakiku. Aku pun dengan sigap segera mengambil tas itu dan terus menggretak mereka. Aku bicara seolah ada teman-teman polisi lain di luar. Hihihi ….

Saat mereka masih tiarap, aku menutup kembali pintu ruko, lalu mengikatnya dengan tali plastik yang aku temukan di depan ruko.

“Rasain! Kalian gak bisa keluar sampai security Mall datang!”

Aku berlari kembali menuju kerumunan wanita yang jadi korban jambret. Kulaporkan pada pihak security lokasi para jambretnya, dan meminta mereka untuk melapor pada pihak berwajib.

“Ini tasnya, Tante.” Seketika kerumunan menyebar.

“Hah? Terima kasih, sayang! Kamu hebat bisa dapatkan balik tas punya Tante,” ujarnya. Dipeluknya aku secara tiba-tiba.

“Rania!” panggil Mama. Lalu Mama menarikku dan memeriksa kondisi tubuhku.

“Kamu gak luka, kan, Nak?”

“Enggak, Ma.” Aku menunjukkan pada Mama kalau aku baik-baik saja.

“Makasih, ya, udah nolongin Mami aku!” ujar suara di belakangku. Seketika aku berbalik.

“Mas Zaki?”

“Iya, ini Mami aku.”

“Kalian kenal?” tanya wanita yang dipanggil Mami oleh Mas Zaki.

“Iya, Mi. Ini Rania, dia juga magang di kantor Papa.”

“Mami? Kantor Papa?” Tiba-tiba dengkulku lemas, lalu aku tak mampu lagi menopang bobot tubuhku.

“Rania!” Mas Zaki dengan sigap menangkap tubuhku sebelum luruh ke lantai.

Ya Tuhan, ternyata yang sering aku ledekin supir dan tukang kebun ini beneran anaknya bos? Mampus aku!



bukhorigan
pulaukapok
pulaukapok dan bukhorigan memberi reputasi
2
1.1K
3
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.9KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.