Menjelang berakhirnya tahun 2021, beberapa tempat di belahan bumi sedang menghadapi konflik yang cukup serius. Beberapa diantaranya adalah konflik China-Taiwan, Rusia-Ukraina, dan yang terbaru Belarus-Anggota NATO. Konflik yang terakhir bisa dibilang sangat mengkhawatirkan, karena melibatkan pengungsi dari Irak dan Suriah yang sedang mencari suaka ke wilayah Eropa Barat, tapi mereka justru tidak diperbolehkan melintasi perbatasan. Lalu konflik seperti apa yang terjadi di Belarus ?

TheDrive.compada 16 Novmber 2021 melaporkan jika Kementerian Pertahanan Polandia menuduh pasukan keamanan Belarus telah memprovokasi orang-orang dari Timur Tengah untuk melemparkan batu dan benda lain ke personel Polandia yang berjaga di perbatasan, yang menyebabkan cedera pada satu tentara Polandia. Pemerintah Polandia, serta Latvia dan Lithuania, yang semuanya adalah anggota NATO, kini telah meminta aliansi untuk berbuat lebih banyak atas masalah ini. Sementara Uni Eropa telah memberlakukan sanksi baru terhadap Belarus sebagai tanggapan atas apa yang digambarkan sebagai "serangan hibrida (hybrid attack)."

Ada bukti kuat bahwa pihak berwenang di Belarus, mungkin dengan dukungan langsung atau tidak langsung dari sekutu mereka di Rusia, telah dengan sengaja mempersenjatai kelompok orang yang datang dari Timur Tengah. Pemerintah Belarus juga dituduh mencoba memaksa orang-orang ini melewati perbatasan barat negaranya sebagai pembalasan atas sanksi yang diberlakukan Uni Eropa awal tahun ini terhadap rezim Alexander Lukashenko. Pada bulan Mei 2021 sanksi telah ditujukan pada Lukashenko dan pemerintahannya setelah mereka memaksa sebuah pesawat Ryanair mendarat di ibukota negara Minsk, sehingga pejabat Belarus bisa menangkap seorang wartawan di dalam pesawat itu.

Uni Eropa juga telah mengumumkan sanksi baru terhadap Belarus, termasuk mengakhiri perjanjian sewa yang mencakup 17 dari 29 pesawat yang dioperasikan oleh maskapai negara itu, Belavia. Belavia dituduh telah terlibat langsung dalam memfasilitasi pergerakan individu dari Timur Tengah, terutama Irak dan Suriah, ke Belarus melalui titik perantara. 





Oang-orang yang biasa disebut "migran" itu mengaku telah dibujuk untuk datang ke negara Eropa Timur dengan berbagai janji palsu, termasuk janji dukungan untuk mencapai Eropa Barat secara legal, serta paket wisata. Namun, setelah tiba, mereka kemudian dipaksa pindah ke kamp-kamp di berbagai daerah perbatasan oleh pasukan keamanan Belarus.

Titik penyeberangan perbatasan Kuznica-Bruzgi, di mana tentara Polandia dilaporkan terluka akibat serangan para migran kini telah menjadi titik nyala dalam beberapa hari terakhir. Pihak berwenang Polandia menuduh pasukan keamanan Belarus dengan sengaja mengatur bentrokan. Personel Polandia kemudian menggunakan meriam air, gas air mata, granat flash-bang, dan alat pengendalian kerusuhan lainnya sebagai tanggapan.





Kelompok dari Timur Tengah tersebut kini terjebak di daerah perbatasan, mereka didorong kembali oleh polisi dan pasukan Polandia, Latvia, dan Lithuania ketika mereka berusaha untuk menyeberang perbatasan, tetapi kemudian tidak diizinkan kembali ke Belarus. Pihak berwenang di Polandia juga telah dikritik karena penanganan mereka terhadap situasi tersebut, yang telah menimbulkan pertanyaan tentang kepatuhan negara itu terhadap kewajiban kemanusiaan internasional. Setidaknya 11 "migran," termasuk setidaknya satu anak, dilaporkan telah meninggal sejauh ini.

Sementara itu Perdana Menteri Polandia Mateusz Morawiecki mengatakan bahwa dirinya sedang berdiskusi dengan Latvia dan terutama Lithuania tentang apakah kekacauan yang terjadi kali ini akan memicu diterapkannya Pasal 4.  Mateusz Morawiecki mengatakan bahwa, sekarang diperlukan langkah-langkah konkrit dan komitmen dari seluruh anggota aliansi.

Pasal 4 mengacu pada mekanisme dalam perjanjian yang membentuk NATO yang memungkinkan setiap anggota untuk meminta konsultasi aliansi secara luas tentang masalah-masalah yang terkait dengan integritas teritorial, kemerdekaan politik atau keamanan salah satu pihak yang terancam. Tidak seperti anggota NATO yang menerapkan Pasal 5, Pasal 4 bukanlah seruan langsung untuk tindakan militer kolektif. Namun, di masa lalu, konsultasi terkait penerapan Pasal 4 telah mengarah pada pengerahan pasukan NATO ke negara-negara anggota untuk tujuan pertahanan, seperti mengirim sistem rudal darat-ke-udara Patriot ke Turki dalam beberapa kesempatan sebagai tanggapan atas kekhawatiran tentang ancaman rudal balistik regional.

Sudah ada beberapa gerakan dari anggota NATO lainnya untuk membantu meningkatkan keamanan di sepanjang perbatasan Aliansi dengan Belarus. Pekan lalu, dilaporkan bahwa teknisi dari Angkatan Darat Inggris telah dikerahkan ke Polandia secara khusus untuk membantu memperkuat benteng perbatasan. Sementara pada bulan Juli 2021, Estonia, yang terletak tepat di utara Latvia tetapi tidak berbatasan dengan Belarus, berjanji untuk mengirim gulungan kawat berduri ke Lithuania untuk membantu memperkuat penghalang fisik negara itu. 

Ada tuduhan bahwa pasukan keamanan Belarus telah menghancurkan penghalang di sepanjang perbatasan atau membantu kelompok yang mencoba menyeberang perbatasan untuk melakukannya sendiri. Tuduhan itu dibuktikan saat Penjaga Perbatasan Polandia merilis sebuah video yang menunjukkan tentara Belarus berusaha menghancurkan pagar sambil membutakan pasukan Polandia dengan lampu sorot dan laser.





Selama musim panas, Estonia telah mengumumkan bahwa mereka siap untuk mengirim pesawat tak berawak yang tidak ditentukan untuk membantu memantau situasi, tetapi tidak jelas apakah aset itu pernah dikerahkan. Sementara itu dalam beberapa minggu terakhir pesawat E-8C Joint Surveillance and Target Attack Radar System (JSTARS) dan salah satu RC-135W Rivet Joints USAF, pesawat RC-12X Guardrail turboprop milik US Army dan jet Bombardier Challenger 600 yang dikonfigurasi secara khusus semuanya telah terbang di seberang perbatasan Belarus.

Kesemuanya merupakan pesawat intelijen, pengawasan, dan pengintaian yang dapat digunakan untuk mengumpulkan berbagai jenis informasi, termasuk penyadapan, serta melacak pergerakan tertentu, termasuk kendaraan yang mungkin membawa kelompok migran ke daerah perbatasan. Polandia, Latvia, dan Lithuania semuanya adalah anggota Uni Eropa, dan blok ekonomi tersebut telah mengambil sikap kerasnya sendiri terhadap situasi tersebut, sebagaimana dibuktikan oleh babak baru sanksi terhadap rezim di Minsk.

Ursula von der Leyen, Presiden Komisi Uni Eropa, mengatakan jika kekacauan di perbatasan Belarus sebagai serangan hibrida (hybrid attack), dan bukan krisis migran. Hybrid dalam hal ini tampaknya menjadi referensi untuk "hybrid war", sebuah konsep luas yang mencakup campuran taktik militer dan non-militer yang digunakan secara langsung atau tidak langsung dalam konflik dan krisis lainnya. Taktik asimetris ini mencakup perang cyber, kampanye propaganda dan disinformasi, serta ancaman ekonomi, yang diprakarsai baik secara langsung oleh suatu negara atau melalui proxy-nya.





Selain sanksi, tentu ada upaya diplomatik yang terus dilakukan untuk mencoba menyelesaikan krisis tersebut. Kanselir Jerman Angela Merkel, dilaporkan sedang berbicara langsung dengan Lukashenko tentang situasi tersebut. Sementara itu pihak Rusia telah membantah keterlibatan langsung dalam krisis dan telah berusaha untuk memposisikan dirinya sebagai pendamai.

Pejabat Rusia melangkah lebih jauh dengan mengangkat gagasan agar Uni Eropa memberikan bantuan keuangan ke Belarus untuk merelokasi individu dari perbatasan. Di lain pihak, Kedutaan Besar Irak di Moskow mengumumkan rencana untuk memulangkan warga negara Irak dari Belarus yang ingin pergi, meskipun rincian spesifik tentang bagaimana hal itu akan dilakukan dan apakah pemerintah Rusia akan terlibat masih belum jelas.

Pada saat yang sama, Kremlin baru-baru ini menggelar sejumlah latihan militer yang jelas dimaksudkan untuk menunjukkan komitmennya kepada sekutunya di Minsk. Latihan ini termasuk penerbangan jarak jauh yang melibatkan pengebom strategis Tu-160 Blackjack dan latihan udara besar-besaran, di mana dua pasukan terjun payung tewas dalam sebuah kecelakaan.





Meskipun ada kekhawatiran tentang potensi semacam bentrokan antarnegara di perbatasan, resiko aksi militer besar-besaran langsung terhadap Belarus tampaknya tidak akan terjadi.  Tentu saja, ada ketakutan bahwa krisis dapat terus meningkat, seperti yang terjadi dalam beberapa minggu terakhir, di mana salah perhitungan atau kesalahan lain dalam penilaian di kedua sisi dapat menyebabkan konflik yang sebenarnya.

Amerika Serikat menuduh krisis di sepanjang perbatasan dengan Belarus merupakan upaya yang disengaja untuk mengalihkan perhatian dari situasi mengkhawatirkan yang berkembang di wilayah Rusia yang terletak di seberang Ukraina. "Tindakan rezim Lukashenko mengancam keamanan, menabur perpecahan, dan bertujuan untuk mengalihkan perhatian dari kegiatan Rusia di perbatasan dengan Ukraina," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Ned Price dalam sebuah pernyataan pada 14 November 2021.

Beberapa bulan terakhir Rusia telah melakukan latihan skala besar di darat, di laut, dan di udara di wilayah Laut Hitam. Latihan ini dikhawatirkan beberapa pihak bisa menjadi awal dari gelombang baru pertempuran di wilayah Donbass, di Ukraina timur. Pasukan yang didukung Rusia telah memerangi pemerintah di Kyiv sejak 2014, tahun yang sama ketika Kremlin merebut Semenanjung Krimea dari Ukraina. Kekhawatiran serupa muncul setelah pasukan Rusia membanjiri daerah dekat Ukraina awal tahun ini, banyak dari pasukan itu tidak pernah benar-benar kembali ke garnisun mereka.

Lalu, bagaimana cara Barat dan Timur menghadapi krisis di Belarus ? Apakah mereka benar-benar akan mengorbankan para pengungsi dari Timur Tengah untuk kepentingan politik ?