Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

penacintaAvatar border
TS
penacinta
Aku Hanya Minta Semangkuk Mie Ayam, Mas!
Aku Hanya Minta Semangkuk Mie Ayam, Mas!

#Part 5

“Baik, Bu, Arin akan pergi meski Arin tak pernha tahu apa salah Arin selama ini. Kalau memang Ibu merasa Arin hanya beban, harusnya Ibu bilang sejak dulu!” jawabku dengan suara bergetar dan menahan tangis.

“Iya, Ibu benci sama kamu! Kamu bukan perempuan yang Ibu inginkan untuk jadi istrinya Wisnu! Susah paya Ibu jodohkan Wisnu dengan perempuan yang jauh lebih bermartabat, tapi kamu malah menghancurkan semuanya!” geram Ibu.

“Oh, baik. Mungkin Ibuingin menantu dari keluarga kaya raya, tapi ingatlah, Bu! Kebahagiaan tak bisa dibeli dengan uang!”

“Gak usah sok ngajarin kamu! Cepat pergi!” bantak Ibu sekali lagi.

Aku mencoba meraih ponsel untuk menghubungi nomor Mas Wisnu, tetapi tiba-tiba Ibu merampas satu-satunya alat komunikasi yang aku punya.

“Mau apa kamu? Hah? Mau ngadu pada suami kamu. Iya?” Mata Ibu melotot marah.

“Tolong kembalikan, Bu!”

“Berani kamu ngadu? Gak sadar diri banget kamu, ya?” Prakk! Satu bantingan cukup membuat benda pipih itu hancur menjadi serpihan dan kepingan tak berharga.

“Ya Allah … Ibu, tega sekali?”

“Nangis aja kamu! Toh bisamu cuma itu! Saya tak akan pernah menyesal sudah mengusir kamu!” Ibu tertawa sinis sembari melangkah keluar dari kamar. Aku semakin terisak, tak menyangka bantahanku pada Ibu membuat Ibu murka.

“Saya hitung sampai sepuluh! Cepat kamu pergi! jangan pernah balik ke rumah ini lagi! Ngerti?”

Kukemasi semua pakaianku, sambil menahan sesak di dalam dada, akhirnya aku keluar dengan membawa pakaianku yang tak seberapa dan selembar uang dua puluh ribun yang tersisa di dompet. Kupandangi rumah itu untuk terakhir kalinya, biar bagaimanapun aku pasti akan tetap berusaha menghubungi Mas Wisnu nanti.

Aku paksakan diri ini melewati jalan satu-satunya untuk bisa sampai di jalan raya. Syukurlah, binatang penjaga rumah besar itu hanya menatapku saat aku melewatinya.padahal keringat dingin sudah banjir di tubuhku. Ada kenangan yang sangat membekas saat aku kecil yang berhubungan dengan hewan itu. Aku trauma bahkan bisa dikatakan jadi phobia. Sampailah aku di persimpangan jalan. Kuusap peluh di dahi yang mengalir deras.

“Mbak, mau ke mana?” sapa seseorang di belakangku. Ternyata dia adalah Mas Adi, suami Mbak Lilis, tetangga sebelah rumah Ibu.

“Eh, anu, Mas. Saya mau pergi.”

“Kok bawa tas?” tanyanya. Aku takut untuk menjawab. Aku khawatir ia menyuruhku kembali pulang ke rumah Ibu. Hari mulai mendung, rintik hujan mulai terasa menetes di tubuhku.

“I-iya, Mas. Mau ke rumah saudara,” jawabku gugup.

“Bener? Tadi gak sengaja dengan ribut-ribut di rumah kamu,” ujarnya lagi.

“Mmm … Mas, boleh pinjam hapenya? Sebentar saja,” tanyaku memberanikan diri.

“Ooh , boleh. Ini!” Ia memberikan ponselnya yang dia selipkan di kantong jaket.

Aku berusaha menghubungi nomor Mas Wisnu beberapa kali, tetapi sama sekali tak ada jawaban. Mungkin ia masih di lokasi pembangunan yang suasananya bising.

“Ya Allah … kenapa gak dijawab, sih, Mas?” gumamku.

“Kamu mau telpon Wisnu, ya?”

“I-iya, Mas. sekali lagi boleh, ya?” ujarku meminta izin.

“Iya, boleh,” jawabnya pula, namun ia kini sedang berusaha menghalangi air yang menetes dari langit di kepalanya dengan tangan. Aku jadi merasa tak enak. Akhirnya aku kembalikan saja ponsel itu padanya.

“Makasih banyak, Mas. kayaknya Mas Wisnu sedang sibuk.”

“Ya sudah, nanti Ibu mertuamu juga pasti kasih tahu.”

“I-iya, Mas. terima kasih banyak, Mas.”

“Ya sudah, kamu cari tempat berteduh dulu, saya mau pergi ada urusan,” ujarnya.

“Baik, sekali lagi terima kasih.” Laki-laki itu mengangguk, lalu pergi.

Hujan pun turun semakin deras, beruntung ada sebuah angkot yang lewat. Mungkin aku harus pergi ke rumah Bibi Halimah, satu-satunya kerabat yang aku punya. Sesampainya di rumah Bi Halimah, bukan tatapan ramah yang aku terima.

“Ngapain kamu ke sini, Rin?”

“Maaf, Bi, kalau Arin merepotkan.”

“Emang! Kenapa kamu? Diusir suamimu?” tanyanya spontan. Deg! Jantungku kembali berdegub kencang.

“Bukan, Bi. Arin cuma ada sedikit masalah sama mertua. Arin mau minta izin nginap di rumah Bibi barang beberapa hari. Boleh?”

“Wadduh, baru kimpoi belum lama udah mau cerai aja,” ucapnya dengan nada sinis. Aku tak tahu harus menjawab apa. Bi Halimah sama sekali tak punya rasa simpati padaku. Padahal beliau adalah saudara kandung alhamrhumah ibuku.

“Arin janji, kalau sudah bisa menghubungi Mas Wisnu, nanti Arin akan segera pergi.”

“Huh! Nambahin beban saja kamu, mana ekonomi lagi sulit begini. Adaa aja yang ujug-ujug datang numpang hidup!” ucapnya sewot. Aku tak mampu berkata-kata lagi. Hanya berharap semoga Mas Wisnu segera mencariku ke rumah ini. Dulu kami pernah datang ke sini dua kali.

Aku tahu, Bi Halimah bukan orang berada. Suaminya pemabuk, penjudi, dan tak pula bekerja. Sementara dua orang anaknya juga masih bersekolah, tentu dengan biaya yang tidak sedikit. Malam itu, aku diizinkan menumpang di kamar Diana, putri sulung Bi Halimah.

“Teteh tidur di bawah saja, ya! Kalau di kasur gak muat!” ucapnya. Aku tahu, kamar sempit ini hanya berisi sebuah ranjang ukurang singel dan sebuah lemari kayu usang. Wajah Diana juga sama tak bersahabatnya dengan ibunya.

“Iya, Di, gapapa, Teteh tidur pakai tikar saja di bawah. Emm … Teteh boleh pinjam hape kamu, gak?” ucapku dengan agak sungkan.

“Buat apa?” tanyanya dengan tatapan tak senang.

“Mau telpon Mas Wisnu.”

“Gak ada pulsa!” jawabnya ketus.

“Kalau telpon pakai WA juga gak bisa, ya?” tanyaku lagi mencoba mengharap belas kasihan.

“Orang bilang gak bisa ya gak bisa! Gak ada paket internet!” ketusnya lagi.

“Anu, gimana kalau Teteh numpang hape aja, tapi pakai kartu SIM punya Teteh? Ini Teteh masih ada paketnya di kartu punya Teteh,” mohonku sekali lagi.

“Aah … ribet!” jawab Diana sambil melengos.

“Ya sudah, gapapa kalau gak bisa,” ujarku, aku pun pasrah. Hanya berharap ada keajaiban datang padaku malam ini. Namun, hingga pagi menjelang, Mas Wisnu sama sekali tidak datang menjemputku. Kutahan air mataku. Aku masih menaruh setitik harapan, semoga pagi ini Mas Wisnu datang.

Aku berusaha membantu Bi Halimah di dapur, mengerjakan pekerjaan rumah untuk menyenangkan hatinya karena telah memberiku izin untuk tinggal. Bi Halimah langsung keluar dari dapur saat aku mencuci piring. Tak kusangka suami Bi Halimah keluar dari kamar mandi dan langsung terkejut saat melihatku.

“Loh, ada kamu, Rin? Kapan datang?” sapanya, tapi jujur aku takut. Tatapan mata lelaki paruh baya itu membuatku merasa jengah.

“Anu, Paman, kemarin siang Arin datangnya,” jawabku takut-takut.

“Kamu sendirian aja? Gak sama suami kamu?” tanyanya sambil mendekatiku. Ya Allah … jantungku lagi-lagi berdetak tak karuan.

“I-iya, Paman.” Aku bergeser, Paman Sobari semakin mendekat padaku. Aku tahu, dia pasti ingin menggangguku.

“Ooh … kamu lama-lama aja di sini, Rin!” ucapnya dengan tatapan semakin bernafsu. Ingin rasanya aku berteriak saat tangan Paman Sobar semakin berusaha menjangkau tubuhku. Prang!! Sebuah piring kaca jatuh ke lantai dan hancur berkeping-keping, saking takutnya membuat tanganku bergetar hebat.

“Hey! Apa itu yang kamu pecahkan, Arin?” bentak Bi Halimah sambil menyibak kain pintu pembatas ruang tengah dengan dapur.

“Ma-maaf, Bi. Arin gak sengaja,” jawabku ketakutan, tapi aku bersyukur, Paman Sobari tak jadi menyentuhku.

“Emang dasar si Arin ini, dateng-dateng malah bikin gaduh!” ucap Paman Sobari, bermuka dua di depan istrinya.

“Kamu pikir beli piring pakai daon, Arin? Duuuh … kamu, tuh, ya? Beneran bawa sial!” ucap Bi Halimah geram. Tubuhnya yang gempal langsung mengambil sapu dan serokan, lalu melemparnya ke arahku.

“Bersihin, tuh! Dasar anak gak tau diajar!”

“I-iya, Bi!” jawabku pasrah. Paman Sobari pergi dengan senyum culas.

Ya Allah … cobaan apa lagi ini? Mas Wisnu, datanglah, Mas!

🌸🌸🌸

Diambil dari kisah nyata, sudah ditulis 16 part di KBM App dan Joylada. Aku Hanya Minta Semangkuk Mie Ayam, Mas!
Diubah oleh penacinta 20-11-2021 01:38
bukhorigan
bukhorigan memberi reputasi
1
1.2K
4
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.