Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

samsol...Avatar border
TS
samsol...
Pemerintah Ingin Kuatkan Restorative Justice di RUU Kejaksaan
Pemerintah Ingin Kuatkan Restorative Justice di RUU Kejaksaan

Jakarta - Pemerintah, melalui Wamenkum HAM Eddy Hiariej, menyampaikan pandangan terkait pembahasan RUU Kejaksaan. Salah satunya pemerintah ingin adanya penguatan restorative justice di tubuh Kejaksaan RI.
Sebagaimana diketahui bahwa RUU Kejaksaan ini merupakan inisiatif dari DPR RI dan telah disampaikan oleh Ketua DPR RI melalui surat nomor LG/05186/DPRRI/IV/2021 tanggal 9 April 2021.

"Untuk mewujudkan negara hukum, sebagaimana diamanatkan dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945. Penegakan hukum dan keadilan merupakan elemen yang vital dan sangat dibutuhkan termasuk penuntutan terhadap para pelanggar hukum/peraturan perundang-undangan," kata Eddy dalam rapat bersama Komisi III DPR, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/11/2021).

"Oleh karena itu, Kejaksaan sebagai lembaga pemerintahan yang memiliki tugas dan fungsi di bidang penuntutan memegang peran yang cukup penting dalam menjamin pemenuhan hak-hak dan kepastian hukum yang adil bagi warga negara," sambung dia.

Eddy menuturkan Kejaksaan Agung perlu diperkuat dalam melakukan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana diatur dalam undang-undang Kejaksaan RI. Salah satunya, sambung dia, berkaitan dengan restorative justice.

"Sehubungan dengan hal tersebut, Kejaksaan RI perlu mendapatkan penguatan dalam pelaksanaan tugas dan fungsinya di bidang penuntutan sebagaimana diatur dalam UU 16/2004 tentang Kejaksaan RI. Salah satu aspek penguatan yang diperlukan oleh Kejaksaan RI adalah berkaitan dengan keadilan restoratif," lanjut Eddy.

Eddy mengatakan saat ini terjadi perubahan paradigma hukum pidana. Perubahan itu adalah yang semula berorientasi pada keadilan retributif, sekarang bergeser menjadi keadilan korektif, keadilan rehabilitatif, dan keadilan restoratif, yang menekankan pada pemulihan kembali kepada keadaan semula.

"Paradigma ini telah dimunculkan dalam beberapa ketentuan perundang-undangan di Indonesia seperti dalam UU 11/2012 tentang sistem peradilan pidana anak. Dalam UU tersebut Kejaksaan diberikan peran untuk mengedepankan dan berpedoman pada keadilan restoratif dalam penegakan hukum. Sehingga, penyelesaian sengketa alternatif seperti mediasi penal menjadi salah satu wewenang yang harus dimiliki oleh Kejaksaan," ucapnya.

Eddy mengatakan metode ini merupakan perwujudan dari diskresi penuntutan (prosecutorial discretionary atau opportuniteit beginselen) dengan mempertimbangkan kearifan lokal dan nilai keadilan yang hidup dalam masyarakat.

"Berkaitan dengan pelaksanaan tugas dan wewenang Kejaksaan sebagai penuntut umum, International Association of Prosecutors (IAP) bersama dengan United Nations Office on Drugs and Crime (UNDOC) mengeluarkan Guidlines on the Role of Prosecutors yang menjadi salah satu inti dari perubahan UU ini. Guidlines tersebut menjadi pedoman untuk mengatur kembali ketentuan mengenai independensi dalam penuntutan, akuntabilitas penanganan perkara, standar profesionalitas, dan perlindungan bagi para jaksa dan keluarganya yang sebelumnya belum diatur dalam UU Nomor 16/2004," ungkap Eddy.

Hal itulah, menurut Eddy, yang menjadi salah satu prioritas utama dari pandangan pemerintah terkait RUU Kejaksaan. Guna mewujudkan masyarakat Indonesia yang adil dan makmur didukung oleh kepastian hukum yang didasari keadilan.

Berikut ini poin lengkap pandangan pemerintah terkait RUU Kejaksaan:

1. Penyesuaian standar perlindungan terhadap jaksa dan keluarganya berdasarkan Guidlines on the Role of Prosecutors.

2. Pengaturan mengenai intelijen penegakan hukum atau intelijen yustisial.

3. Pengawasan barang cetakan dan multimedia dengan menyesuaikan dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 6-13-20/PUU/VIII/2010 tanggal 13 Oktober 2010.

4. Pengaturan fungsi Advocate General bagi Jaksa Agung.

5. Pengaturan mengenai penyelenggaraan kesehatan yustisial Kejaksaan.

6. Penguatan sumber daya manusia Kejaksaan.

7. Kewenangan kerja sama Kejaksaan dengan lembaga penegak hukum negara lain dam lembaga atau organisasi internasional.

8. Pengaturan kewenangan Kejaksaan lain seperti memberikan keterangan dan verifikasi tentang dugaan pelanggaran hukum dalam perkara pidana untuk menduduki jabatan publik.

"Berkaitan dengan muatan RUU ini, pada prinsipnya pemerintah menyambut baik dan bersedia melakukan pembahasan secara lebih mendalam dan komprehensif bersama dengan DPR RI sesuai dengan mekanisme pembahasan RUU yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Adapun tanggapan pemerintah mengenai RUU ini secara terperinci akan disampaikan dalam Daftar Inventarisasi Masalah," tutup Eddy.

https://news.detik.com/berita/d-5812...uu-kejaksaan/2


"Jaksa Agung juga menyampaikan bahwa dengan dikeluarkannya Pedoman Nomor 15 Tahun 2020, menunjukkan 'hukum tidak lagi tajam ke bawah' tetapi 'hukum harus tajam ke atas dan tumpul ke bawah', karena dengan restorative justice ini lebih menyentuh rasa keadilan di masyarakat kecil," kata Leonard.

Burhanuddin juga mengingatkan kepada jajarannya untuk tidak menyalahgunakan bentuk kebijakan restorative justice tersebut.

"Mengingatkan kepada seluruh jaksa maupun pegawai Kejaksaan untuk tidak melakukan perbuatan tercela dalam pelaksanaan proses restorative justice. Jaksa Agung mengingatkan 'jangan mencederai masyarakat'. Dan ingat, 'masyarakat amat mendambakan penegakan hukum yang berkeadilan dan berkemanfaatan'," kata Leonard.


klo kasus tipiring yaa selesaikan dgn mediasi tdk perlu semuanya masuk penjara...emoticon-Hansip
trimusketeers
gta007
koi7
koi7 dan 5 lainnya memberi reputasi
6
1.4K
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.1KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.