• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Uang Tidak Bisa Membeli Kebahagiaan, Pahami Dulu dengan Benar Sebelum Mengkritik.

lonelylontongAvatar border
TS
lonelylontong
Uang Tidak Bisa Membeli Kebahagiaan, Pahami Dulu dengan Benar Sebelum Mengkritik.

Gbr diambil dr : mirror.co.uk

Ane sempat baca dua trit yang sama-sama membahas tentang kalimat di atas. Sebuah kalimat nasehat yang sudah sering kita dengar. Kedua trit sama-sama habis-habisan mengkritik pernyataan tersebut, mengajukan berbagai argumen tentang betapa tidak logisnya kalimat itu.


Sebenarnya sudah lama sejak baca dua trit itu, ane ingin menulis sebuah trit untuk menanggapi.


Apa daya, memang dasar pemalas, susah banget mau nulis sampai selesai. Bolak-balik cuma bikin judul dan simpan di draft.


Hari ini kebetulan lumayan luang waktunya, jadi ane paksain deh buat nulis.


Jadi berikut ini beberapa kritik ane kepada gan @millenietentang pendapatnya dalam trit (sok-sokan-bilang-uang-gak-bisa-beli-kebahagian-padahal-kondisi-hidupnya-aja-begini) itu ane copas di sini (sorry gan, trit yg satunya entah apa judulnya, ane dah lupa, TSnya siapa ane jg lupa

Jadi ente aja ya yang jadi alamat kritik emoticon-Leh Uga ):


Quote:



Kritik 1 :


Kalimatnya mengatakan,uang tidak bisa membeli kebahagiaan. Kalimat nasehat itu tidak berkata, tanpa uang kami bisa hidup bahagia.

Itu kan dua hal yang berbeda, jadi kalaupun dalam tritnya gan @millenie  memberi belasan, puluhan atau bahkan ratusan contoh kasus di mana seseorang menjadi tidak bisa bahagia, gara-gara tidak punya cukup uang. Itu tidak membuktikan bahwa kalimat "uang tidak bisa membeli kebahagiaan" adalah sebuah pernyataan yang salah.

Karena kalimatnya bukanlah "tanpa uang pun kamu bisa hidup bahagia."

Jadi argumentasi gan @millenie dalam tritnya, itu sebuah logical fallacy yang bernama strawman fallacy, karena yang didebat dalam tritnya sebenarnya adalah : "tanpa uang orang bisa bahagia" padahal pernyataan yang dia debat adalah "uang tidak bisa membeli kebahagiaan".

Jadi sadar atau tanpa sadar, dia memelesetkan apa yang hendak dia debat menjadi sebuah pernyataan yang berbeda, kemudian pernyataan yang sudah kepeleset tadi didebat habis-habisan.


Kritik 2 :


Kalimat "Uang tidak bisa membeli kebahagiaan", sebenarnya sudah berkali-kali terbukti benar dan banyak contohnya dalam kehidupan sehari-hari, bahkan tercatat dalam sejarah.

Kapan?

Yaitu pada kehidupan banyak orang yang kaya raya tapi tidak bahagia.

Uang, dalam hal ini lebih tepatnya kekayaan duniawi, dengan keberadaannya sendiri tanpa aspek-aspek lain dalam kehidupan (keluarga yang harmonis, negara yang aman, sahabat, kesehatan, dsb) tidak membuat seseorang merasa bahagia.

Mungkin yang paling sering kita dengar saja, ada berapa orang kaya dan terkenal yang tersandung kasus Narkoba? Kenapa sampai mengonsumsi narkoba kalau memang sudah bahagia?

Atau coba kunjungi link berikut :
https://www.polerstuff.com/famous-pe...itted-suicide/

Judulnya : "14 Famous People Who Committed Suicide: Rich, Worshipped, Miserable"

"14 orang terkenal yang bunuh diri : Kaya, Dipuja, Menderita"

Jadi terbukti benar bahwa "Uang tidak bisa membeli kebahagiaan."

Kurang kaya apa Robin Williams itu? Kurang terkenal apa dia? Dengan kekayaan dan status seperti itu pun dia mengalami depresi berat sampai akhirnya memutuskan untuk bunuh diri.

Jadi pernyataan yang mengatakan uang bisa membeli kebahagiaan, dan kalau tidak bisa, itu karena kurang banyak, menurut ane adalah sebuah pernyataan yang dangkal dan kekanak-kanakan.

Kritik 3

Gbr diambil dr breathelife2030.org

Kalau kita mau melihat ke sekeliling kita, sebenarnya ada saja kok orang-orang yang hidupnya tidak sampai bermewah-mewah tapi bisa hidup bahagia.

Kebanyakan yang bisa merasa bahagia itu, kalau dicari-cari benang merahnya, adalah mereka yang mampu mensyukuri apa yang mereka miliki. Permainannya adalah ada di cara kita memainkan cara pandang, sedemikian rupa sehingga kita bisa mensyukuri dan menikmati apa yang sudah kita miliki.

Bersabar untuk hal-hal yang kita inginkan, atau bahkan butuhkan, tapi masih di luar jangkauan kita.

Memahami bedanya antara apa yang dibutuhkan, dengan apa yang sekedar menjadi tuntutan sosial.

Dst.

Tentu saja, semakin kita memiliki kemampuan untuk mendapatkan apa yang kita butuhkan, semakin mudah untuk merasa bahagia.

Akan tetapi kebahagiaan sendiri, bukan berasal dari apa yang dimiliki, tetapi dari cara kita menyikapi apa yang kita miliki.

Kritik 4


Sebuah harapan yang sangat tidak realistis, jika mengharapkan sebuah kehidupan tanpa masalah. Atau sebuah kehidupan yang isinya melulu hanyalah kesenangan tanpa penderitaan.

Secara fisiologis pun itu tidak mungkin terjadi.

Jadi kalau mengartikan kebahagiaan sebagai suatu perasaan senang yang konstan dan terus menerus, itu sudah salah besar. Atau kalaupun definisi kebahagiaan itu seperti itu, ya bisa saja, tapi artinya kebahagiaan adalah sesuatu yang tidak mungkin dicapai.

Mungkin ane salah, karena memang otak dan pengalaman ane itu terbatas.

Yang ane pahami, hidup itu akan selalu ada pasang surutnya, ada naik turunnya. Tidak ada sesuatu apapun yang bisa menjamin bahwa masa depan pasti akan baik-baik saja.

Mampu bersyukur dalam segala keadaan, mampu melihat sisi positif dari segala kejadian, mampu menyimpan harapan dalam situasi yang buruk, dan yang lebih penting lagi memahami bahwa demikianlah kenyataan hidup yang memang serba tidak permanen dan berubah.

Ketika bisa menerima kenyataan kehidupan (tidak permanen, tidak ada jaminan 100%, sakit dan menua tidak bisa dihindari, kehidupan akan berakhir pada kematian, orang akan datang dan pergi dalam hidup kita, dst) dan memiliki keberanian untuk menempuhnya, di situlah seseorang sudah matang secara spiritual.

Apakah kemudian dia akan bahagia? Dalam artian bahagia secara permanen, tentu tidak.

Akan tetapi dia mampu menikmati momen-momen ketika ada alasan untuk bahagia (sekecil apa pun itu), dia mampu menjaga harapan ketika situasi memburuk, dia tidak dipenuhi kekuatiran dan ketakutan tentang masa depan, dst.

Kalau itu definisi bahagia, ya maka dia orang yang berbahagia.




-----------

Sebenarnya bisa juga dibahas mengenai perasaan bahagia dan hubungannya dengan hormon dopamine, endorphin, serotonin dan oxytocin, serta bagaimana kesalahan dalam memanajemen hal-hal tersebut, justru bisa menjerumuskan kita dalam jurang depresi.

Misalnya hormon dopamine, atau hormon motivasi, ketika seseorang mengejar kekayaan, mungkin dalam prosesnya ketika sedikit demi sedikit apa yang dia inginkan itu tercapai, orang tersebut akan merasa bahagia.

Akan tetapi, ketika semakin lama semakin besar jumlah hormon dopamine yang dibutuhkan untuk merasakan sensasi yang sama, di saat lain semakin sedikit hal yang belum dia punyai (bisa dikejar dan diinginkan), semakin kehidupannya terasa hambar.

Dst.

Namun biar ahlinya saja yang membahas, ane mah bukan ahlinya.
emoticon-Leh Uga

Salam buat gan @milleniedan sobat-sobat kaskus yang setuju dengan trit-nya gan @millenie tsb.

Kalau kata Cak Lontong, "Makanya, mikir......"
emoticon-Leh Uga

Jangan tersinggung ya, santuy aja.

Kalau boleh sedikit serius, menurut ane sih, trit gan @millenie itu bisa dikatakan menyesatkan sih. Wkwkwkwk, tapi kalau ada yang tersesat setelah baca trit itu, ya sebagian besar itu salahnya sendiri.

Antara terjebak omongan motivator, dengan terjebak logika sebuah dark comedy, ane pikir keduanya sama-sama menyushkan diri sendiri. Yang paling bener ya, seperti kata Cak Lontong, "Mikir..."
emoticon-Wakakaemoticon-Wakakaemoticon-Wakakaemoticon-Wakaka
NiesEdogawa
screamo37
RyuDan2255
RyuDan2255 dan 51 lainnya memberi reputasi
52
8.3K
296
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.9KThread82.7KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.