Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Konflik Israel vs Palestina di Bursa Ketum Baru PBNU
Spoiler for Calon Ketum PBNU:


Spoiler for video:


Khittah. Kata tersebut berasal dari akar kata khaththa, yang artinya menulis dan merencanakan. Kata khiththah kemudian bermakan garis dan thariqah (jalan). Istilah khittah pun dapat diartikan sebagai rencana, jalan, atau garis perjuangan dalam mewujudkan misi dan cita-citanya.

Istilah khittah acap kali dijumpai di kalangan ormas Islam seperti Nahdlatul Ulama (NU). Terutama setelah NU yang seyogyanya merupakan Jam’iyyah (organisasi) dakwah terlibat politik praktis dan menjadi partai politik pada 1952. Ketika NU menjadi kendaraan politik, maka ia keluar dari khittahnya, tak lagi mengurus umat.

Protes dari kyai-kyai NU setelah melihat khittah organisasi yang telah melenceng melahirkan formulasi Khittah NU sebagai hasil Muktamar NU ke-27 di Situbondo tahun 1984. Formulasi ini sangat monumental karena menegaskan kembalinya NU sebagai Jam’iyyah diniyah-ijtima’iyah (organisasi agama – sosial).

Hanya saja, dalam praktek, tarikan politik praktis selalu menjadi dinamika yang mempengaruhi eksistensi NU hingga saat ini. Terutama saat kita melihat Muktamar NU yang rencananya digelar pada akhir tahun 2021 ini di Lampung.

Muktamar NU ke-34 yang akan diadakan tanggal 23-25 Desember 2021 menjadi penentu Ketua Umum PBNU yang baru. Sejumlah nama pun muncul di publik sebagai calon Ketum PBNU. Survei Institute for Democracy and Strategic Affairs (Indostrategic) menyebutkan kemunculan beberapa kandidat calon Ketua Umum PBNU.

Mereka adalah Ketua Pengurus Wilayah NU (PWNU) Jatim Marzuki Mustamar, Ketua PWNU Jatim Hasan Mutawakkil Alallah, Ketum PBNU incumbent Said Aqil Siradj, Kyai muda asal Rembang Bahaudin Nursalim alias Gus Baha, dan Katib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf.

Sumber : Tribunnews[Profil 5 Nama Calon Kuat Ketua Umum PBNU: Gus Yahya, Said Aqil hingga Gus Baha]

Konstelasi 5 nama yang berkembang saat ini mewakili rivalitas Mekkah vs Mesir, Palestina vs Israel, Tradisionalis vs Modernis, maupun PWNU vs MUI. Mengapa bisa begitu?

Pertama mari kita tengok Marzuki Mustamar. Ia merupakan Ketua PWNU Jatim yang lahir di Blitar pada tanggal 22 September 1966 dan merupakan keturunan dari Kyai Mustamar dan Nyai Siti Jainab. Salah satu riwayat pendidikannya yakni bersekolah di IAIN Malang serta nyantri kepada KH A Masduqi Mahfudz di Ponpes Nurul Huda Mergosono. Dari informasi tersebut maka dapat kita simpulkan bahwa Marzuki Mustamar merupakan faksi tradisionalis Blitar serta poros IAIN – PWNU Jatim.

Kedua, Hasan Mutawakkil Alallah. Ia dan Marzuki Mustamar sama-sama kyai senior asal Jatim. Meski lahir di Genggong, Jatim, ia sedari kecil telah dipondokkan ayahnya ke Ponpes di Rembang, Jawa Tengah. Lulusan Al Azhar Kairo, Mesir ini kini menjabat Ketua Umum MUI Jawa Timur periode 2020 – 2025.

Ketiga, Ketum PBNU Said Aqil Siradj. Ia adalah Ketum PBNU yang terpilih dalam dua kali muktamar. Pertama pada gelaran Muktamar di Makassar untuk periode 2010 – 2015 dan terpilih kembali di muktamar ke-33 di Jombang untuk masa periode kepengurusan 2015 – 2021. Riwayat pendidikan Kyai Said Aqil yang lahir di Cirebon ini banyak dihabiskannya di ponpes. Setelah itu ia melanjutkan kuliah di Arab Saudi dan mendapatkan gelar sarjana dari Universitas King Abdul Azis, Jeddah pada 1980 – 1982. Kemudian, ia melanjutkan studi master di Universitas Ummul al-Qura, Mekkah pada 1982 – 1987. Selanjutnya mendapatkan gelar doktor pula di universitas yang sama pada 1987 – 1994.

Hal yang patut disimak dari Said Aqil adalah ia merupakan tokoh NU yang menentang keras Israel di konflik Timur Tengah. Dari informasi yang ada maka kita dapat simpulkan bahwa Said Aqil merupakan poros Mekkah – Palestina asal Jawa Barat.

Sumber : RM [Temui Dubes Zuhair, Kiai Said Aqil: Israel Akan Kalah!]

Keempat, kyai muda asal Rembang, Gus Baha. Ia adalah salah satu faksi tradisionalis Rembang dan merupakan salah satu murid dari ulama kharismatik, Kyai Maimun Zubair (Mbah Moen).

Kelima, Katib Aam PBNU Yahya Cholil Staquf. Sosok lahir di Rembang pada tahun 1966 ini merupakan anak dari tokoh NU KH Muhammad Cholil Bisri. Soal pendidikan, ia mendapat pendidikan formal di pesantren lalu berlanjut ke Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, UGM.

Yahya kerap menjadi pembicara internasional di luar negeri. Seperti pada Juni 2018, Yahya menjadi pembicara dalam forum American Jewish Committee (AJC) di Israel menyerukan konsep rahmat, sebagai solusi bagi konflik dunia, termasuk konflik yang disebabkan agama. Yahya juga menghadiri Forum Inisiatif Agama-agama Ibrahim yang digelar di Vatikan. Pada pertemuan itu, ia menyuarakan semua umat beragama harus kembali ke fitrah manusia, yakni semua bersaudara. Fakta ini menunjukkan bahwa Gus Yahya mewakili faksi modern Rembang dan poros Mekkah – Israel serta menyuarakan perdamaian Israel - Palestina.

Sumber : Tempo [Profil Yahya Staquf, Salah Satu Calon Ketua Umum PBNU]

Rivalitas yang terbentuk dari kelima nama tersebut menunjukkan adanya rivalitas Mekkah vs Mesir maupun Palestina vs Israel. Rivalitas tersebut menandakan faktor ‘Pemilu Palestina’ akan berdampak besar pada arah bursa Ketum PBNU baru maupun haluan Blok NU ke depannya soal polemik status teroris TPNPB (hingga saat ini tak diakui NU sebagai teroris). Kemudian adanya rivalitas antara kelompok tradisionalis vs modernis, maupun rivalitas Jawa Barat vs Jawa Tengah vs Jawa Timur akan berdampak besar pada arah haluan Blok NU ke depannya terkait Sektarianisme NU vs Keragaman NU.

Pertarungan perebutan Ketum PBNU akan menghasilkan pola aliansi tiga kyai (Jabar – Jatim : Saif Aqil, Marzuki Mustamar, Mutawakkil Alallah) vs aliansi dua kyai (Jateng : Gus Baha dan Yahya Cholil Staquf), maupun aliansi Palestina (Said Aqil, Mutawakkil Alallah) vs aliansi Israel (Yahya Cholil) yang diwarnai pula dengan gerakan aliansi tradisionalis (Gus Baha dan Marzuki Mustamar) mendorong depolitisasi Blok NU. Seperti yang terlihat dari kemunculan kelompok-kelompok berpengaruh dalam Blok NU (Tebuireng, Gontor, Ikatan Gus-Gus Indonesia / IGGI) yang menolak pencalonan kembali Said Aqil Siradj.

Salah satunya disampaikan Ketua IGGI Ahmad Fahrur Rozi. Pihaknya bersama para kyai muda lainnya sepakat untuk membatasi masa Khidmah Ketum PBNU dan ketua di semua tingkatan hanya dua periode saja. Pembatasan ini berdasarkan Muswil Pengurus NU Jatim Tahun 2019 di Ponpes Nurul Jadid Paiton Probolinggo.

Gus Fahrur yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua PWNU Jatim menegaskan bahwa saat ini sudah saatnya yang muda memimpin. Untuk mewujudkan itu, Gus Fahrur berharap Ketum PBNU sadar bahwa kepemimpinannya terbatas.

Sumber : Malangtimes [Ikatan Gus-Gus Indonesia Serukan Regenerasi, Usulkan Kalangan Muda Pimpin PBNU]

Soal depolitisasi NU juga diinginkan oleh banyak kyai. Seperti harapan depolitisasi NU yang datang dari para kyai di Pesantren Tebuireng. Mudir Mahad Aly Hasyim Asy’ari Tebuireng, KH Nur Hanna mengatakan, pada muktamar ini pengasuh ponpes Tebuireng menginginkan sosok Ketum PBNU yang tidak menjadikan NU sebagai kendaraan politik.

Kyai Hannan menjelaskan, pendiri Tebuireng sekaligus pendiri NU telah menggariskan agar NU menguatkan paham keagamaan Aswaja. Menurutnya, hal itu yang mesti menjadi perhatian Ketum PBNU yang terpilih nanti.

Sumber : Republika [Ini Sosok Ketum PBNU yang Diinginkan Kiai Tebuireng]

Kemunculan desakan depolitisasi NU merupakan hal yang wajar, mengingat Pilpres 2014 dan 2019 telah menyingkap betapa busuknya para kyai menjual suara ganda kepada Jokowi maupun Prabowo. Perdamaian Pilpres yang menghasilkan ‘Aliansi Batu Tulis’ dan membutuhkan ‘depolitisasi NU’ guna mencegah Kyai menjadi presiden di 2024, sekaligus mengantisipasi terulangnya kebusukan para kyai jual dukungan suara ganda ke Jokowi maupun Prabowo.

Kelompok tradisionalis NU yang mendorong depolitisasi NU untuk fokus pada keagamaan menjadi upaya resolusi ‘damai’ pihak NU atas para kyai politik yang telah menggeser khittah NU.

Depolitisasi NU juga menjadi peluang meleburnya haluan baru tradisionalis aswaja dan skema perdamaian Israel – Palestina. Sedangkan penguatan Blok Politik NU yang mendukung perang serta pertumpahan darah di Palestina – Israel sebenarnya sedang mengarah pada peleburan haluan jihad Hasyim Asyari dan kepentingan politik praktis NU dalam rangka memainkan jual beli agama untuk kepentingan politik pula. Menarik, sebab haluan aswaja global sebetulnya secara pemikiran menerima skema perdamaian Israel – Palestina, kecuali kelompok-kelompok Aswaja yang menjadi bagian dari Parpol yang terus mempolitisir ‘Kemerdekaan Palestina’ untuk kepentingan politik.

Berdasarkan analisa tersebut, maka pertarungan final Bursa Ketum PBNU nantinya akan mengarah pada rivalitas antara Said Aqil Siradj sebagai perwakilan Faksi Pendukung Politisasi NU dan Terorisme Hamas (Pro Palestina) vs Yahya Cholil Staquf sebagai perwakilan faksi Pendukung Depolitisasi NU dan Keragaman Aswaja (Pro Israel).

Upaya NU ingin kembali ke khittah, fokus pada organisasi sosial – keagamaan, memang tak semudah dan secepat membalikkan telapak tangan karena banyak pihak yang menginginkan NU tetap berpolitik praktis. Arah depolitisasi NU hanya dapat dilakukan bertahap, dan yang pertama kali dapat dilakukan adalah menempatkan ketua umum yang dapat mencegah pergerakan politis Blok NU, yang masih saja mendorong peperangan di Palestina demi nafsu politiknya.

Lagi pula jika kita mau menengok latar belakang mengapa banyak pihak di NU yang membela Palestina, selalu jawabannya adalah Palestina salah satu negara yang sedari awal mengakui kemerdekaan Indonesia selain Mesir. Padahal jika kita tengok kembali, yang mengakui kemerdekaan Indonesia adalah mufti besar Palestina Syekh Muhammad Amin Al-Husain dan saudagar kaya Palestina Muhammad Ali Taher. Saat itu, Syekh Muhammad Amin tengah bersembunyi pula di Berlin pada 6 September 1944.

Sumber : [url=https://www.kompas.com/stori/read/2021/09/10/090000079/palestina-mengakui-kemerdekaan-indonesia?page=all#:~:text=KOMPAS.com%20%2D%20Palestina%20merupakan%20salah,Syekh%20Muhammad%20Amin%20Al%2DHusaini]Kompas[/url] [Palestina Mengakui Kemerdekaan Indonesia]

Bukankah hal yang seperti ini sama saja dengan RMS yang mengakui kemerdekaan OPM?

Jika kita mau melihat kekuatan politik yang menyebabkan posisi Indonesia semakin kuat di mata internasional justru terjadi setelah Vatikan sebagai negara Eropa pertama, mengakui kemerdekaan Indonesia pada 6 Juli 1947. Pengakuan Vatikan atas kemerdekaan Indonesia ditandai dengan pembentukan Apostolic Delegate atau kedutaan besar Vatikan di Jakarta. Paus Pius XII pun memerintahkan George Marie Joseph menjadi duta besar Vatikan di Indonesia periode 1947 – 1955.

Pengakuan Vatikan menandakan negara-negara yang mayoritas penduduknya beragama Katolik cepat atau lambat akan mengakui kedaulatan Indonesia. Itulah mengapa di bulan yang sama, tepatnya pada 21 Juli 1947, Belanda melancarkan Agresi militer Belanda I. Pengakuan Vatikan menandakan bahwa Katolik Roma tidak mendukung NICA (Pemerintahan Sipil Hindia Belanda) yang dibentuk Belanda pasca tunduk dari Jepang.

Sumber : Kompas [Respons Vatikan terhadap Kemerdekaan Indonesia]
Sumber : Kompas [Alasan Belanda Melancarkan Agresi Militer I di Indonesia]

Pengakuan Mesir pada Kemerdekaan Indonesia (22 Maret 1947) tidak membuat Belanda dan pemerintahan Bonekanya di Indonesia (NICA) gusar, karena fokus Mesir dan Liga Arab saat itu adalah mengupayakan menghadang Kemerdekaan Israel di Timur Tengah, sehingga kurang memerhatikan Kemerdekaan Indonesia. Belanda pun hanya merespon dengan mengajak Indonesia membentuk Pemerintah Peralihan bersama-sama, karena logika Eropa saat itu adalah Dukungan Liga Arab pada Indonesia persoalan receh.

Justru, Pengakuan Vatican pada Kemerdekaan Indonesia (6 Juli 1947) membuat Belanda sangat gusar, karena akan membuat Kemerdekaan Indonesia mendapat dukungan dari Aliansi Negara-Negara Katolik Roma, yang berseberangan secara ideologi agama dengan Protestan Calvinis (Belanda - Swiss). Apalagi, Indonesia setelah mendapat pengakuan Kedaulatan Vatican, semakin konfidens tidak memenuhi segala permintaan Belanda dalam pertemuan Indonesia - Belanda pada 14 dan 15 Juli 1947.

Berbekal dukungan kuat pertama dari Vatican dan Aliansi Negara-Negara Katolik Roma itulah yang membuat Indonesia selangkah mendapatkan pengakuan kedaulatan yang sah dalam hukum internasional, sehingga Belanda pun menjawab dengan Agresi Militer Belanda I pada 21 Juli 1947, hanya selang 16 hari dari Pengakuan Kedaulatan Vatican pada Indonesia.

Melihat fakta-fakta itu, bukankah seharusnya kelompok yang mengelu-elukan Palestina ataupun Mesir karena telah mengakui kemerdekaan RI, juga harus mengakui pula peran serta pengaruh politik yang besar dari Vatikan? Namun yang terjadi di masyarakat justru nama Vatikan seolah tenggelam. Bahkan kelompok NU yang gemar mengaku paling BERAGAM, ketika berupaya keras memperjuangkan 'PERAN HASYIM ASHARI' dalam Kemerdekaan Indonesia, tidak pernah terdengar mengakui 'PERAN KATOLIK ROMA' dalam faktor vital yang menentukan Kemerdekaan Indonesia akhirnya berdaulat dan diakui internasional?

Kalau mengaku PALING BERAGAM, kenapa enggan akui eksistensi peran agama lain dalam kemerdekaan Indonesia? Mau jadikan Indonesia Negara Islam?

Spoiler for Yahya dan Paus:










Diubah oleh NegaraTerbaru 13-10-2021 04:28
fitrigracia
delfatesting260
delfaag
delfaag dan 5 lainnya memberi reputasi
6
1.7K
10
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.4KThread84.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.