Halo Readers!
Welcome di review novel milik Rai ya! Kita perkenalan dulu deh, Namaku Rainfall. Aku adalah penulis novel online yang sedang berkembang. Beberapa novel online ku bisa kalian lihat di https://www.goodnovel.com/id/
Well lanjut!
Kali ini aku akan memperkenalkan novel dari Rainfall Team yang dibuat oleh aku sendiri. Judulnya adalah "SANG INDIGO". Dari judulnya sudah ketebak kan genrenya apa? Yap genre novel ini adalah Horror. Wahhhhhhh....
So, bagi kalian yang berminat untuk membaca novel ini, siapkan alat pengusir hantu, selimut kemudian alat pertahanan diri. Karena siapa tau ketika kalian lagi baca, di belakang kalian ada sosok yang sedang mengintai. Jangan lupa lihat jendela, jangan-jangan ada sosok yang sedang berdiri di sana memperhatikan kalian. Hahahaha, becanda kok becanda!
Oke balik ke novel ya!
Terus menceritakan apa sih novel ini? Nah novel ini menceritakan tentang Luna, seorang gadis indigo yang mengalami pembulian. Eiiitsss, tunggu!! Pembulian? Bener kok kalian ga salah baca. Jadi ceritanya Lunaria atau disapa dengan Luna adalah gadis yang diberkahi kemampuan indigo sejak umurnya tujuhbelas tahun. Loh indigo ga dari kecil? ga dari lahir? Jadi tiap orang diberikan gift kemampuan indra ke enam ini beda-beda loh readers. Ga semuanya dari lahir. Ada juga yang baru kebuka ketika umurnya sudah dewasa.
Pertanyaannya nih, kenapa ada kata "pembulian"? Nah, jadi diceritakan karena kemampuan Luna banyak orang yang takut. Sampai pada suatu hari, seorang teman dekat Luna mengalami kecelakaan. Peristiwa itu menyebabkan mereka mikir kalau Luna lah penyebab semua hal tersebut. Akhirnya masa SMAnya dihabiskan dengan dirundung oleh teman-temannya yang lain. Dihhh, sedih banget ya? Fighting Luna!
Sampai suatu hari, ketika Luna sedang dikunci di kamar mandi oleh teman-temannya. Ada satu sosok hantu yang mengintainya. Hiiiii! Mulai deh ya bagian seramnya. Hantu ini melakukan berbagai macam aksi readers. Mulai dari menggedor pintu, mengeluarkan cairan darah yang membanjiri kamar mandi sampai menampilkan sosoknya. Hantu tersebut kita kenal dengan sebutan hantu gepeng. Eh bukannya Luna indigo? Tinggal usir aja bukan? Ga semudah itu readers. Seorang indigo juga pasti takut sama hal semacam itu. Apalagi kalau liatnya setiap hari, cape deh pokoknya!
Terus, terus! Luna gimana? Apakah dia terluka? Apakah dia terus diganggu? Atau jangan-jangan "mati"? Eitsss, engga ya! Jadi ketika dia sedang dirundung tersebut ada sosok yang menolongnya. Siapakah dia? Dia adalah Galang, seorang mahasiswa yang sedang berkunjung ke sekolah Luna untuk mempromosikan kampusnya. Galang mengajak Luna untuk masuk ke kampusnya. Aduh promosi nih bang Galang? Yap dari situlah Luna akhirnya memutuskan untuk kuliah di luar kota, tepatnya di kampus Galang. Btw, Luna bertekat untuk keluar kota bukan cuman karena Galang loh, tapi karena ingin membuang masa lalunya yang penuh kesedihan. Wahhhhh akhirnya tokoh utamanya berkembang ya!
Lanjut ga nih? lanjut dong!
Ketika masuk kampus, Luna bertemu lagi dengan Galang. Ternyata mereka satu kosan dong! Seneng ga tuh Luna satu kosan sama penyelamatnya? Tapi hidup Luna belum bisa berbahagia, karena dia bersiteguh untuk menyembunyikan dirinya yang indigo dari orang lain. Luna tidak ingin dirundung kembali.
Namun sayangnya semua itu berubah saat tragedi kesurupan di kosannya yang baru. Gerak-gerik Luna yang tidak biasa membuat satu persatu penghuni kosan mengetahui bahwa Luna "berbeda". Apakah mereka akan merundung Luna seperti saat dia SMA? Ataukah mereka akan berteman dengan Luna? Kemudian apakah kemampuan indigo miliknya bisa berguna bagi orang lain? Penasaran?
SANG INDIGO - GOODNOVEL LINK
CH 1 - GADIS TERKUTUK
Quote:
Original Posted By anggestiaw049►“Jauhi aku sialan!”
Umpatan itu terdengar lantang di telinga Luna. Dia hanya bisa menunduk dengan sedih. “Maaf.”
“Hah? Kamu kan yang sudah mencelakai Ari?” hardik Indah. “Dasar kamu temennya setan!”
Brug....
Indah mendorong Luna dengan keras. Teman-temannya yang lain hanya melihat sambil tertawa cekikikan. “Jangan pernah dekati aku lagi! Dasar orang aneh! Gara-gara kamu bilang ada sosok hitam yang menempel di Ari kemarin, kini dia mengalami kecelakaan!”
Luna memegang lututnya yang berdarah. Dorongan Indah cukup membuatnya terluka secara fisik. Namun dia hanya bisa diam, jika melawan mereka semua akan semakin menjadi. Dia melihat sekeliling. Semua orang menatapnya dengan tatapan jijik.
“Orang aneh!”
“Dia gila!”
“Kamu tahu ga dia suka bicara sendiri di kelas!”
“Caper!”
“Pembawa sial!”
“Pergi sana kamu ke neraka!”
Tangan Luna langsung menutupi telinganya. Dia tidak tahan mendengar semua cacian tersebut. Kakinya dilangkahkan paksa menjauh dari sana. Menuju toilet siswa perempuan tempat dia menangis seperti biasa.
Hiks... hiks...
“Bukan aku yang menginginkan kemampuan bodoh ini!” tangisnya. “Aku benci diriku sendiri!”
Bugghh...
Pintu terlempar dengan keras. Terdengar beberapa langkah kaki mendekat.
“Dia di sini kan?” tanya sebuah suara gadis SMA.
“Yap, aku yakin dia di sini.” Jawab temannya. “Kebiasaan dia kalau nangis pasti ke toilet tempat temen-temen setannya kumpul!”
“Hahahaha!”
Mereka terus-terusan tertawa dengan keras. Luna hanya bisa menutup mulutnya. Berharap mereka tidak menyadari kehadirannya.
Tok-tok-tok
Satu persatu pintu kamar mandi diketuk gadis-gadis tersebut. Mereka mencari Luna. Hingga sampailah mereka ke pintu tempat Luna menangis, kemudian mendadak suasana menjadi sunyi.
Byurrr....
Baju Luna basah. Air jatuh dari atas pintunya. Gadis-gadis tersebut rupanya menyiram air ke toilet tempat Luna bersembunyi.
“Hahahahaha.” Mereka semua kompak tertawa.
Setelah puas membully Luna, mereka akhirnya melangkah pergi.
***
Luna menghapus air matanya. Entah sudah berapa lama dia menangis, meluapkan semua yang menimpanya hari ini. Bukan salah Luna dia memiliki mata yang spesial. Semua ini terjadi akibat ulang tahunnya ke tujuh belas tahun. Sejak itu dia bisa melihat sesuatu yang tidak terlihat bagi orang lain.
“Aku benci diriku sendiri,” gerutunya.
Dia mengangkat lengannya. Arloji pemberian almarhum kakeknya menunjukan pukul lima sore. Ternyata sudah sekian lama dia berdiam di kamar mandi. Dia tidak peduli jika memang harus membolos pelajaran sampai akhir. Dia tidak ingin bertemu dengan teman-temannya.
Dia bangkit dari toilet duduk. Dibukanya kabin kamar kecil tempatnya bersembunyi. Saat akan melangkah keluar dari toilet wanita Luna terdiam. Dia merasakan firasat buruk di sana. Benar saja kamar mandi ini terkunci dari luar. Rupanya gadis-gadis itu masih melanjutkan aksinya.
“Brengsek!” umpatnya.
Krekkk... krekkk.... kreekkkk...
Luna berusaha sekuat tenaga untuk menarik pintu toilet wanita. Nihil pintu itu terkunci dari luar. Dengan tenaga yang tersisa dia berteriak, “TOLONG!”
Nihil tidak ada jawaban. Tidak menyerah sampai di sana, Luna menggedor pintu berharap ada seseorang yang lewat menolongnya. Namun semua terlihat seperti percuma.
“Hihihihihi.”
Deg...
Jantung Luna berdetak kencang. Dia mendengar sesuatu yang paling ditakutinya. Ditariknya nafas dalam-dalam. Kemudian dia mencoba untuk mendengar suara tadi, berharap apa yang dipikirkannya salah.
“Hihihihihi.”
Benar saja, suara itu terdengar tepat dibelakang Luna. Dia merasakan bulu kuduknya berdiri. Jelas sekali sebuah sosok berdiri tepat di belakangnya.
“Lihat? Jangan? Lihat? Jangan?” Dia bergelut dengan dirinya sendiri.
Rasa penasaran Luna lebih besar dibandingkan dengan khawatirnya. Sedikit demi sedikit dia mencoba untuk menengokan lehernya. Nihil tidak ada apapun di sana. Ada perasaan lega, namun sedikit aneh. Benarkah tidak ada apapun di sana?
Insting bertahannya muncul. Dia mundur merapat ke tembok. Dia tahu bahwa ada yang tidak beres. Karena menurut mitos yang ada sesuatu yang tidak nampak belum tentu tidak ada sama sekali.
Dukkk... dukkkk... dukkkk...
“Ahhhhh!” teriak Luna.
Dari dalam kabin kamar mandi tempatnya menangis tadi terdengar ketukan yang keras. Seakan seseorang mencoba mendorong pintu dengan kekuatan yang dahsyat. Namun Luna tidak bodoh, dia baru keluar dari sana. Tidak ada seorangpun yang masuk.
“To-, tolong,” lirihnya.
Mata Luna melotot. Jelas sekali dia melihat sebuah cairan berwarna merah terang keluar dari bawah pintu kabin tersebut. Cairan tersebut berwarna merah kehitaman. “Darah.”
Bulu kuduk Luna berdiri. Dia lupa bahwa tidak boleh seseorang berlama-lama di kamar mandi, atau nanti akan ada sesuatu yang menemaninya. Lagipula hari sudah menuju ke arah petang. Waktu yang pas bagi para mahkluk liar tak kasat mata itu untuk menampakan jati dirinya.
Tidak sampai di sana teror yang menimpanya. Dari bawah pintu keluar sebuah tangan yang panjang. Tangan tersebut sangatlah buruk. Kotor serta kurus kering. Seperti lengan nenek-nenek yang tidak makan beberapa hari.
“Aku mohon jangan ganggu aku!” pintanya.
Tentu saja semua itu sia-sia. Semua mahkluk tak kasat mata akan memakan ketakutanmu. Semakin kamu ketakutan semakin mereka akan menjadi kuat. Kaki Luna mendadak kaku. Dia pasrah dengan keadaannya saat ini. Dia mulai menyalahkan dirinya lagi yang bisa melihat mahkluk tersebut.
“Andai saja aku seperti orang normal lainnya,” batinnya.
Akhirnya dia mencoba untuk menutup matanya. Mahkluk apapun yang keluar dari sana dia sudah pasrah. Dia tahu tidak akan ada seseorang yang menolongnya. Karena semua yang ada di sekolah membencinya. Semua teman-temannya menjauhinya karena dia adalah seorang indigo.
Mendekati Luna perlahan. Mahkluk itu mulai merangkak pelan-pelan. Badannya yang kurus kering dan gepeng, bergerak mendekat.
Settt.... settt... settt....
Mahkluk gepeng itu hampir sampai di depan Luna. Tangannya perlahan mencoba menggapai manusia di depannya.
Brakkkkk....
Suara pintu ditendang dari luar. Luna melihat ke samping. seorang lelaki masuk dari pintu tersebut. Rambutnya cepak. Garis matanya tegas. Dia mengenakan almamater yang tidak biasa.
"Kamu gapapa?" tanyanya.
Luna kemudian melihat lagi ke arah hantu gepeng. Sudah hilang. Dia menarik nafas lega. Sayangnya badannya langsung oleng. Tanpa basa basi dia langsung menjatuhkan bobot badannya. kakinya gemetaran.
Lelaki itu langsung memapah Luna. Dengan suara lembut dia berkata, "yuk, Kita keluar dari sini."
Original Posted By the.rain.fall►“Terimakasih,” ucap Luna dengan nada lelah.
Lelaki itu mengangguk. Dia mengenakan almamater suatu kampus yang tampak asing bagi Luna. Kemudian almamaternya dibuka. Dia menutup tubuh Luna yang basah kuyup, “pakailah!”
Luna hanya diam menunduk. “Maaf merepotkan. Aku akan mencuci hingga bersih dan nampak baru.”
“Namaku Galang,” ucapnya. “Tanpa sengaja aku mendengar suara seseorang meminta tolong.”
“Sekali lagi terimakasih.” Luna menunduk malu.
“Ah..., itu teman-temanku!” Tunjuk Galang. “Aku harus kembali.”
“Tunggu!” Luna menarik kaus Galang. “Jaster almamaternya.”
Galang menggeleng. “Pakailah dulu! Kembalikan saat kamu masuk ke kampusku saja ya!” kemudian Galang berlari menyusul teman-temannya. Menyisakan Luna sendiri di sana.
Dia melihat logo jas almamaternya. Luna berjanji akan masuk ke kampus tersebut sekaligus pergi dari tempat ini sejauh mungkin.
***
“Luna!” panggil Dimas, ayah dari Luna. “kalau dipanggil orangtua segera menjawab.”
“Maaf!” jawab Luna.
Rhea, ibunda Luna memperhatikannya. “Kamu sakit? Wajahmu pucat sayang.”
Luna menggeleng. “Aku baik-baik saja mah.”
“Meskipun kampusmu di luar kota, papa janji akan sering menengok,” ucap Dimas. “Kamu akan tinggal di rumah kosan kenalan papa.”
Gadis itu tidak menjawab. Hanya tersenyum simpul. Bukan tidak mau menjawab hanya saja-.
“Hihihihihihi.”
Tengkuk Luna kembali menegang. Dia ingin segera pergi dari sana. Dua mahkluk buruk rupa di kanan dan kirinya sangatlah mengganggu.
“kamu bisa melihat kami kan?”
Ueekkkkkk....
Luna menutup mulutnya. Perutnya terasa sangat mual, namun dia mencoba menahan agar dirinya tidak muntah. Mahkluk tersebut mengeluarkan bau busuk. Seperti bangkai dan sampah yang dijadikan satu. Namun entah mengapa melihat Luna yang kesulitan dua mahkluk tadi terlihat semakin mengganggu. Bukannya hilang, mahkluk tersebut malah semakin mendekat ke wajah Luna.
Air mata Luna terbendung di matanya. Dia ingin menangis. Pasalnya mahkluk itu sangatlah buruk rupa. Penuh bolong dan luka serta beberapa kali terlihat darah menetes dari wajahnya. Tiba-tiba saja seekor kelabang keluar dari salah satu lubang luka di wajahnya. Luna tidak tahan lagi.
Ueeeeekkkkkkkk....
Sebuah cairan keluar dari kerongkongannya. Dimas dan Rhea terkejut melihat keadaan anaknya. Rhea langsung menghadap bangku belakang dan memberikan tissue. Serta membantu membersihkan cairan yang jatuh di lantai mobil.
“Sayang? Kamu mabuk?” tanya Rhea. “Pah kita istirahat dulu ya di rest area depan.”
Luna hanya bisa mengangguk. Dalam hati dia berkata, ‘Aku benci menjadi anak indigo. Aku benci melihat mereka.’
***
“Sudah enakan sayang?” Rhea mengelus rambut putrinya. “Syukurlah kamu sudah baikan setelah kita sampai di kosan barumu ini.”
Luna melihat sekitarnya. Di depan matanya terdapat sebuah rumah Belanda yang cukup besar. Rumah ini akan menjadi tempat tinggal Luna selama kuliah nanti. Syukurlah papanya menemukan kenalan yang bisa menampungnya selama di Bandung.
“Rumahnya bagus kan!” seru Dimas. “Katanya di belakang ada taman yang cukup luas loh.”
Mereka kemudian berjalan menuju pintu masuk. Rumah tersebut hampir keseluruhan di cat dengan warna putih. Semuanya terlihat sangat antik dari luar.
Deg... deg... deg...
Jantung Luna berdetak kencang. Intuisinya kuat. Dia tahu ada sosok yang memperhatikannya di rumah itu. Mata Luna langsung terpaku kepada sebuah jendela di lantai dua. Dengan jelas dia melihat sosok gadis kecil di sana. Gadis itu sangatlah cantik dengan rambutnya yang pirang.
‘Tunggu!’ batin Luna berteriak. Dia merasa janggal. Bukankah kebanyakan orang di Indonesia berambut hitam? Namun jelas yang dia lihat adalah anak kecil berwajah eropa.
“Halo!”
Luna mengalihkan pandangan ke sumber suara. Di depannya berdiri seorang wanita tua berwajah ramah.
“Namamu Luna kan? Selamat datang di rumahku.” Wanita tersebut tersenyum lembut. “Panggil aku dengan sebutan Nanny. Semua penghuni kosan biasa memanggilku demikian. Mari masuk!”
Sebelum masuk Luna mengalihkan pandangan ke arah jendela tadi. Gadis itu sudah lenyap. Luna menggigit bibirnya berharap yang dia lihat benar-benar seorang manusia asli.
“Sini masuk sayang!” panggil Rhea.
Mereka langsung menuju ke lantai dua. Nanny bilang kamar anak kosan ada di lantai dua.
“Ada berapa penghuni di sini semuanya Nanny?” tanya Rhea.
“Bersama denganku dan Luna semuanya ada enam orang.” Jawab Nanny. “Namun semuanya berusia di atas Luna.
“Apa anda memiliki seorang cucu perempuan?” tanya Luna. Dia ingin memastikan sesuatu. Dia berharap apa yang ada di pikirannya salah.
“Aku punya cucu.” Jawabnya Nanny. Luna tersenyum senang mendengarnya. Syukurlah yang dilihat di jendela tadi adalah nyata. “Namun cucuku kini berada di Belanda. Hanya aku saja yang tinggal di sini.”
Deg...
Muka Luna langsung berubah menjadi pucat pasi. Jika semua cucu Nanny ada di Belanda. Siapa yang dia lihat di jendela tadi? Dengan gugup dia melanjutkan berjalan. Saking ketakutannya dia tidak sadar jika di depannya ada seseorang yang sedang berdiri.
Dug...
Muka Luna menabrak seseorang. “Awww!” pekiknya. Dia melihat ke depan. Matanya langsung membulat dia mengingat sosok di depannya. Sosok yang kala itu menolongnya keluar dari kamar mandi siswa saat dia dikurung oleh teman-teman satu sekolahnya. “Galang?”
Galang menyipitkan matanya. Mencari informasi siapa gadis yang memanggil namanya. “Ahhh! Kamu gadis SMA yang waktu itu terkunci.”
Luna mengangguk. “Sesuai janji aku berhasil masuk ke sini.”
“Hebat sekali!” ucapnya antusias. “Apa kamu akan tinggal di sini juga?”
“Iya, mulai hari ini aku akan tinggal di sini,” jawab Luna.
Rhea, Dimas dan Nanny memperhatikan mereka. “Kalian saling kenal?” tanya Nanny.
“Aku bertemu dengannya saat mempromosikan kampus di sekolahnya dahulu,” ucap Galang. “Dia benar-benar hebat bisa masuk ke kampus yang sama denganku.”
“Temanmu sayang? Siapa dia?” Rhea memotong pembicaraan mereka. Dia penasaran siapa lelaki yang mengenal putrinya, katena selama ini Luna tidak pernah menceritakan tentang teman-temannya sama sekali.
Tanpa basa-basi Galang mencium punggung tangan orangtua Luna. “Selamat siang. Namaku Galang. Dulu aku kakak kelas Luna, kemudian kami berkenalan suatu hari saat aku berkunjung ke sekolahnya ketika sudah masuk kuliah.”
Rhea tersenyum. “Aku bersyukur ada yang mengenal putriku di sini. Tadinya aku khawatir dia akan kesepian.”
“Kebetulan kita di depan kamar Luna,” Ucap Nanny. “Bagaimana jika kita mengobrol di dalam.
Luna mundur. Dia merasakan ada sesuatu di balik pintu kamarnya. Dia langsung mengingat lagi posisi rumah ini. Mata Luna langsung melebar, kamarnya adalah ruangan tempat dia melihat gadis kecil di jendela tadi.
Nanny membuka pintu kamar Luna perlahan. Benar saja. Di dalamnya sudah berdiri gadis kecil tadi. Seperti boneka hidup. Wajahnya sangatlah lucu dan cantik. Matanya berwarna biru. Dia menatap Luna dalam-dalam seakan tahu bahwa Luna bisa melihatnya.
Tiba-tiba saja sebuah bola menggelinding ke lantai. Muka Luna langsung berubah menjadi pucat pasi. Sosok gadis kecil di depannya adalah hantu tanpa kepala.
“Ahhhhhhh...!”
SANG INDIGO - GOODNOVEL