cangkeman.netAvatar border
TS
cangkeman.net
Anak Buah Jenderal Kok Gini Kerjanya?


Cangkeman.net - Dulu sekali, saat Jawa terkena wabah pes, Pemerintah kolonial Belanda memutuskan untuk melakukan pembatasan sosial yang berskala lumayan besar dengan menggunakan istilah karantina. Penindakannya tidak tanggung-tanggung loh, jika ada salah satu warga desa yang terkena pes, satu kampung langsung dikarantina, tidak ada mobilitas keluar masuk, berani "nyelonong" siap-siap dibedil pasukan keamanan kompeni. Penindakan yang lebih tragis lagi adalah satu kampung dibakar habis bangunannya, ini untuk membumi hanguskan virus-virus yang sudah menyebar di sebuah perkampungan, namun karena tidak mau repot kadang bumi hangus ini mengikutsertakan semua makhluk yang ada di dalamnya, termasuk manusia. 


Karena satu kampung warganya tidak boleh ke mana-mana, biasanya mereka didrop bahan makanan oleh pemerintah kolonial, atau demang di wilayah tersebut. Biasanya berupa beras atau bulgur, yang mudah didapatkan, yang penting tidak mati kelaparan dan mengundang penyakit baru.

Setidaknya pemerintah kolonial sudah berusaha, entah penerapannya sesuai atau justru makin merugikan rakyat, itu urusan di lapangan.

Setelah Indonesia mempunyai pemerintahannya sendiri, langkah preventif dalam penanganan penyakit dilakukan secara lebih manusiawi, setidaknya tanpa ada bedil laras panjang serdadu di gerbang-gerbang kota yang melakukan sweeping siapa saya yang lewat di perbatasan. 
Di zaman order baru, Presiden Suharto membuat Posyandu selain untuk akses kesehatan juga untuk sumber informasi dan Pulbaket (Pengumpul Bahan Keterangan) kepada pemerintah. Sama seperti RT dan RW, posyandu juga digunakan sebagai jaringan intelijen negara sampai ke tingkat RT. Tidak heran kalau waktu itu pemerintah mempunyai data lengkap tentang rakyat. Untuk suatu keperluan, Polisi, tentara maupun intelijen selain mengandalkan informasi digital juga akan tetap mendatangi RT RW sebagai telinga terdekat.

Anak-anak kecil biasanya ditimbang secara berkala di posyandu kemudian diimunisasi dan vaksin. Kadang hal itu dilakukan di sekolah dasar dan ini hukumnya wajib. Posyandu ini ada di tiap RW dan mempunyai data yang akurat tentang bayi, balita, dan anak-anak. Termasuk jumlah yang sudah diimunisasi, yang belum, berkebutuhan khusus dan yang kurang gizi.

Posyandu juga kadang menjadi solusi bagi masyarakat yang kesulitan mendapat akses kesehatan. Posyandu biasanya disupport oleh mantri, bidan setempat dan kadang juga bekerjasama dengan dokter.

Di masa Pandemi Covid19 ketika Pemerintah mulai menggalakkan program vaksinasi, aku melihat banyak kekurangan taktis dan keanehan pola penanganan di lapangan. Seperti, bebrapa perusahaan yang digandeng pemerintah melakukan vaksinasi massal, pun juga dari unsur militer dan polisi. Tapi masih banyak masyarakat setempat yang tidak bisa mengakses kegiatan tersebut. KTP harus merupakan warga lokal kota, quota dan antrian yang memanjang karena sedikitnya penyebaran kegiatan dan beberapa harus mendaftar online yang masih cukup menyulitkan bagi generasi lanjut usia. Jaringan penyebaran kegiatan vaksinasi mengapa ya tidak menggunakan sistem kesehatan yang sudah ada, seperti posyandu, kan sudah ada di tiap RW, atau minimal tiap desa, jadi pelaksanaan tidak perlu terlalu jauh dan menumpuk yang akhirnya menimbulkan kerumunan. Titik padatnya dipecah dan disebar ke warga dengan tingkat yang lebih kecil sehingga lebih terkontrol dan tidak harus online karena pendaftar tidak akan datang dari area yang terlalu jauh dan tidak sebanyak kalau dipusatkan di lokasi-lokasi tertentu seperti sekarang ini.

Di tengah ketidakefektif dan efisiennya program vaksinasi ini, seorang Jenderal sekaligus pemegang tongkat komandan perang yang bertugas mengatur PPKM Luhut Binsar Panjaitan mengumumkan perpanjangan PPKM yang seharusnya sesuai dengan Undang-Undang Kekarantinaan Kesehatan No. 6 Tahun 2018 bernama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) selama seminggu, setelah sebelumnya juga sudah diperpanjang seminggu, pun minggu depan juga akan diperpanjang seminggu lagi.

Dan kita sudah tau sendiri akan yang akan dilakukan netizen kita. Sumpah serapah pun menggema dan memantul riuh di ruang digital. Aku pada prinsipnya setuju dengan perpanjangan PPKM ini, mengingat pandemi belum usai dan akan banyak mudlorotnya jika kelonggaran diberikan. Tapi, pelaksanaan di lapangan jauh dari kata taktis dan efisien layaknya pasukan yang dipimpin oleh seorang Jenderal. Jangankan kita ngomong taktis dulu, wong satu irama aja enggak, yang diatas ngomong apa, sampai ke bawah melakukannya apa. Petugas sih banyak, dari berbagai unsur, bahkan sampai mengumpul dan ditertawai mahasiswa yang kebetulan lewat. Tapi ya mereka hanya berjaga, hanya melakukan random checking dan tidak jelasnya sistem penyekatan. Masih ingat video sebuah jalan yang disekat tapi masih bisa diterobos lewat SPBU?

"Ya kita kan juga mencoba mengerti kebutuhan masyarakat, kalau dikekang terus juga nggak baik."

Lah kalau begitu untuk apa diperpanjang terus, dilonggarkan saja agar jelas-jelas orang yang hanya bisa makan dari luar rumah bisa segera mencari rezekinya. Tegas ya tegas, kalo enggal bisa ya mending jangan, anak buahe Jendral kaa plonga plongo.

Lalu apa esensinya [s]PSBB [/s]PPKM ini diperpanjang kalau penanganan di lapangannya seperti itu?
Hak-hak dasar masyarakat di wilayah yang dikarantina pun tidak diberikan oleh pemerintah sesuai UU Kekarantinaan Kesehatan.

Sistem yang tidak jelas ini makin jelas ketika ada berita setu keluarga yang menjalani isolasi mandiri di Jakarta Barat. Dia menelpon bahwa sudah seminggu tidak bisa ke mana-mana dan mulai kehabisan logistik, pemerintah setempat terkendala birokrasi. Jawaban lurah, dia nggak enak kalau setelah ada laporan langsung kirim logistik, takut melangkahi RT, RW dan LMK. Pada akhirnya Lurah ini memang mengirimkan beras dan daging namun secara sembunyi-sembunyi lewat perantara. Ini menjadi jalan tengah, tapi kan nggak lucu juga kalo akhirnya setiap yang isoman harus menghubungi sana-sini sampai bisa disupport kebutuhannya.

Tidak heran kalau ketika PPKM diperpanjang, hujatan dan sumpah serapah bertebaran di [s]dinding [/s]media sosial. Wong rakyat sudah tau sendiri bagaimana kapasitas pemerintah mereka dalam menanangani kondisi seperti ini. Belum lagi rakyat yang pengangguran. Walaupun ia menganggur sejak sebelum pandemi, mereka akan ikut-ikutan berteriak dengan kondisi seperti ini.

Zaman penjajahan sudah, zaman order baru sudah, zaman sekarang sudah. 
Semoga kedepannya nggak akan ada misuh-misuh kayak gini lagi tentang pelayanan pemerintah ke masyarakat yang masih amburadul. 


Tulisan ini ditulis oleh Zen dan pernah tayang di Cangkeman ( https://www.cangkeman.net/2021/09/anak-buah-jenderal-kok-gini-kerjanya.html ) pada tanggal  16 September 2021)


badbironk
emineminna
kusonekochan
kusonekochan dan 13 lainnya memberi reputasi
12
4.8K
50
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
922.7KThread82.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.