banteng.budugAvatar border
TS
banteng.budug
Menagih Janji Jokowi Terkait Regulasi Perlindungan Data Pribadi...



Dalam pidato kenegaraan pada 16 Agustus 2019, Presiden Joko Widodo pernah mengungkap bahwa data adalah jenis kekayaan baru bangsa. Ia juga menyebut data lebih berharga dari minyak.

Sehingga, dalam pidato kenegaraan itu, ia juga berpesan bahwa kita harus siaga menghadapi ancaman kejahatan siber termasuk kejahatan penyalahgunaan data.

Jokowi menegaskan bahwa kedaulatan data harus diwujudkan, salah satu bentuknya adalah dengan melindungi data pribadi melalui regulasi.

"Karena itu, kedaulatan data harus diwujudkan. Hak warga negara atas data pribadi harus dilindungi. Regulasinya harus segera disiapkan tidak boleh ada kompromi," ujar Jokowi.

Baca juga: Jokowi Ajak DPR Siapkan Regulasi Perlindungan Data Pribadi

Jokowi menegaskan bahwa inti dari regulasi yang ia maksud ketika itu adalah melindungi kepentingan rakyat, serta kepentingan bangsa dan negara. Regulasi, kata Jokowi, harus mempermudah rakyat mencapai cita-citanya. Regulasi harus memberikan rasa aman.

Dan regulasi harus memudahkan semua orang untuk berbuat baik, mendorong semua pihak untuk berinovasi menuju Indonesia Maju.


Oleh karena itu ukuran kinerja para pembuat peraturan perundang-undangan harus diubah. Bukan diukur dari seberapa banyak UU, PP, Permen atau pun Perda yang dibuat, tetapi sejauh mana kepentingan rakyat, kepentingan negara dan bangsa bisa dilindungi," kata Jokowi.

Namun nyatanya, hingga kini regulasi terkait perlindungan data pribadi tak kunjung disahkan oleh pemerintah.

Pembahasan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data Pribadi atau RUU PDP masih buntu. Pembahasan RUU PDP yang paling lama dibahas dalam masa persidangan DPR tahun 2020-2021.

Alhasil, kebocoran data pribadi terus terjadi, bahkan diperjual belikan. Dalam dua tahun terakhir, tercatat sejumlah kasus kebocoran data pribadi.

Teranyar, kebocoran data pengguna e-HAC Kementerian Kesehatan sebanyak 1,3 juta data. Ukuran data tersebut kurang lebih mencapai 2 GB.

Kebocoran data pengguna e-HAC pertama kali diungkap oleh peneliti keamanan siber dari VPNMentor pada 15 Juli 2021. Kemenkes pun telah membenarkan hal itu.

Kepala Pusat Data dan Informasi Anas Ma'ruf mengatakan, data pengguna e-HAC yang bocor terjadi di aplikasi e-HAC yang lama, yang sudah tidak digunakan sejak Juli 2021. Bukan pada e-HAC yang terintegrasi dengan aplikasi PeduliLindungi. Dugaan sementara, kebocoran data pengguna e-HAC terdapat pada pihak mitra.

Baca juga: Ini Penjelasan Kemenkes soal Dugaan Kebocoran Data Pengguna E-HAC

Belum lama, Juli 2021, sebanyak 2 juta data nasabah perusahaan asuransi BRI Life juga diduga bocor, bahkan diperjualbelikan di dunia maya.

Bocornya data nasabah BRI Life pertama kali diungkap oleh akun Twitter @UnderTheBreach pada 27 Juli 2021. Akun tersebut mengatakan bahwa data nasabah yang bocor bersifat sensitif.

Akun tersebut juga mengatakan bahwa sekitar 463.000 dokumen berhasil diambil oleh peretas.


Tak hanya itu, akun tersebut juga menyebut bahwa peretas memiliki video demonstrasi berdurasi 30 menit, yang berisi tentang sejumlah besar data sekitar 250 GB yang mereka peroleh.

Sebelumnya, pada Mei 2021, data ratusan juta anggota BPJS Kesehatan juga diduga diretas dan dijual di forum Raidforums dengan harga sekitar Rp 84 juta.

Pada April 2021, data pribadi sekitar 130.000 penggunan Facebook di Indonesia diduga bocor dan disebarluaskan di sebuah situs peretas amatir.

Kemudian pada September 2020, data pribadi sekitar 5,8 juta penggunan aplikasi RedDoorz di Indonesia dijual.

Baca juga: Data Pengguna Aplikasi E-HAC Bocor, Kemenkes Duga dari Pihak Mitra

Pada Agustus 2020, sekitar 890.000 data nasabah perusahaan teknologi finansial Kreditplus diduga mengalami kebocoran dan dijual di forum Raidforums.

Pada Mei 2020 setidaknya terjadi tiga kasus kebocoran data. Pertama, sebanyak 91 juta data pengguna dan 7 juta penjual di Tokopedia diduga bocor.


Kedua, 1,2 juta data penggunan Bhineka.com diduga bocor dan diperjualbelikan di Dark Web. Ketiga, sebanyak 2,3 juta data pribadi warga Indonesia dari daftar Pemilu 2014 diduga berhasil dipanes dari situs Komisi Pemilihan Umum (KPU).
RUU PDP mendesak disahkan

Melindungi data pribadi adalah hak asasi setiap individu. UUD 1945 Pasal 28 H Ayat (4) menyatakan, setiap orang berhak punya hak milik pribadi dan hak milik tersebut tidak boleh diambil alih secara sewenang-wenang oleh siapa pun.


Data pribadi bukan sekadar komposisi dalam KTP seperti nama, tanggal lahir, nomor induk, dan sebagainya.

Terdapat beberapa data pribadi yang perlu diperhatikan, seperti data kondisi fisik dan mental, tanda tangan, retina mata, sidik jari, dan aib seseorang, detak jantung, aktivitas olahraga, riwayat pencarian, perjalanan dan lokasi termasuk dalam kategori data pribadi.

Baca juga: Kebocoran Data Kembali Terjadi, Pemerintah Didesak Serius Bahas UU PDP

Pengetahuan ini sangat penting untuk dipahami masyarakat dan pemerintah bahwa beberapa hal itu juga merupakan data pribadi yang perlu dilindungi.

Terdapat konsekuensi untuk diri sendiri dan negara ketika kita mengizinkan data ini dikumpulkan oleh pihak lain. Oleh karena itu, instrumen hukum dan RUU PDP harus segera disahkan.

"Pemerintah harus segera menyelesaikan keamanan data dengan merampungkan UU PDP dan juga meningkatkan pengamanan server-server penyimpanan data," ujar Anggota Komisi I DPR RI, Dave Laksono.


Menurut Dave, RUU PDP penting untuk disegerakan mengingat banyaknya kasus dugaan kebocoran data masyarakat Indonesia.

Ketika ditanya mengenai proses pembahasan RUU PDP, Dave mengaku belum mengetahui perkembangan terkininya. Namun, politisi Partai Golkar tersebut menyebut adanya kendala dalam pembahasan antara Komisi I DPR dan pemerintah.

"Saya belum memonitor lagi sekarang di mana, tapi terakhir saya cek mandek di pembahasan," kata Dave.

Ia tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai kendala pembahasan RUU PDP tersebut. Akan tetapi, ia mendorong adanya Lembaga Pengawas Data Pribadi sebagai salah satu solusi keamanan data digital masyarakat.

Baca juga: Soal Bocornya Data Pengguna E-HAC, Anggota DPR: Indonesia Darurat Kebocoran Data

Lembaga ini juga sudah didorong oleh Panitia Kerja (Panja) Komisi I DPR tentang RUU PDP. Menurut Dave, lembaga tersebut harus strategis, independen dan berada di bawah Kementerian Komunikasi dan Informatika.

"Sebaiknya, penyimpanan dan pengawasan adalah lembaga terpisahh di bawah presiden langsung," katanya.


nyus


Apakah janjinya cuma sekedar lip service lagi ?????


vaklentine
Aparatkaskus
Aparatkaskus dan vaklentine memberi reputasi
2
1.1K
19
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670KThread40.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.