Setelah Amerika pamit mundur dari Afghanistan, entah alasannya apa tapi realistisnya dana perang sangat besar. SDA di Timur Tengah dimasa depan kurang diminati karena bisa saja berganti dengan Nikel untuk pembuatan batery dan batu bara untuk listrik. Dunia berubah setelah listrik menjadi energi baru untuk banyak industri di seluruh dunia.

Namun Cina mulai melihat investasi besar di tanah yang kini dikuasai Taliban, strategi Cina menguasai dunia tidak dengan kolonialisme dan imperialisme namun dengan berdagang, sebuah bisnis yang sama-sama menguntungkan.



Bahkan Cina rela membantu negara yang kesulitan dana untuk berhutang, sebuah cara yang elegant dibandingkan harus susah payah untuk angkat senjata untuk menguasai negara yang mempunyai market pasar yang besar.

Jadi sebenci apapun kita pada Cina, tak akan menyurutkan langkah Cina dalam menguasai perdagangan dunia. Bayangkan Industri manufakturnya mereka bisa meniru apapun, buat kamu yang belum sadar sebenarnya produk-produk Apple pun dirakit di pabrik-pabrik milik Foxconn yang sebagian besar ada di Cina. Jadi kalau ada negara berkembang yang tidak bekerjasama dengan Cina saat ini adalah hal yang mustahil, cengkraman mereka sangat kuat.



Bahkan Timor Leste pun kini di dekati oleh Cina, negeri tirai bambu ini sukses menjadi salah satu investor terbesar di Bumi Lorosae. Tak heran kalau warga dari Cina pun masuk dan membuka usaha di Timor Leste, rata-rata mereka pendatang baru berasal dari provinsi Fujian. Efeknya ketika orang Cina memiliki banyak dana dan keterampilan, sedangkan orang Timor Leste tidak punya pendidikan tinggi maka pekerjaan dengan posisi bagus akan susah dimiliki masyarakat lokal. Simplenya begini warga Timor Leste tidak akan bisa bersaing dengan orang Cina.

Lalu dengan Indonesia? Serupa tapi tak sama dimana sekarang banyak phk dan pengangguran menjadi beban negara, tapi TKA Cina datang karena sudah terkait mou yang ditetapkan.



Semua itu tak luput dari para buruh yang terlalu menuntut, bahkan pendidikan bahasa asing para buruh pun nol besar. Seharusnya ketika Indonesia merapat ke Cina maka pendidikan di Indonesia mewajibkan bahasa mandarin, ini semua dilakukan agar mudah masuk ke dalam industri Cina yang dibangun di Indonesia.

Kenapa tidak Arab, Jerman, Jepang atau Korea? Negara-negara tersebut tidak terlalu masif memberikan investasinya di Indonesia, walau beberapa pabrikan Jepang atau Korea memberikan kesempatan karyawannya untuk transfer ilmu di negaranya, namun dari dulu hingga sekarang tidak ada kemajuan signifikan untuk masyarakat Indonesia dalam program seperti ini.



Sedangkan Industri Cina banyak investasi di berbagai negara, bila edukasi tentang bahasa Cina kita baik industri manufaktur yang memakai bahasa Cina di banyak negara dan banyak tempat bisa saja memakai jasa dari WNI untuk menjadi karyawannya, maka dengan kreatif kita sendiri manufaktur mereka bisa kita amati, tiru dan modifikasi dengan mesin operasionalnya memakai bahasa Indonesia di kemudian hari.

Intinya untuk masuk ke industri manufaktur mereka tidak akan sulit, bahkan etos kerja mereka bisa ditiru. Tapi ini hanya mimpi karena faktanya saat ini Cina telah memasang jaring bisnisnya di banyak negara.



Menurut agan siapa yang menjadi polisi dunia dimasa depan? Apakah Cina sanggup menggeser peran Amerika? Atau akan ada perang fisik diantara mereka karena AS merasa kalah telak dalam perdagangan.

Terima kasih yang sudah membaca thread ini sampai akhir, bila ada kritik silahkan disampaikan dan semoga thread ini bermanfaat, tetap sehat dan merdeka. See u next thread.





"Nikmati Membaca Dengan Santuy"
--------------------------------------
Tulisan : c4punk@2021
referensi : klik, klik
Pic : google