si.matamalaikatAvatar border
TS
si.matamalaikat
History of Tornado | Menikmati Masa Tua dengan Penuh Rasa Hormat
Jet tempur buatan Eropa memang jarang terekspos, padahal produk buatan mereka tidak kalah dengan buatan Amerika. Persaingan yang tidak sehat membuat industri pesawat jet tempur Eropa tidak banyak mendapat kesempatan untuk tampil di panggung utama. Bicara soal pesawat tempur, Eropa sebenarnya punya banyak unggulan saat ini. Misalnya Eurofighter Typhoon, Gripen sampai Rafale yang lagi naik daun.

Namun, pada kesempatan kali ini ane tidak akan membahas ketiganya. Kali ini ane akan membahas jet tempur yang usianya boleh dibilang sepuh untuk ukuran pesawat tempur, akan tetapi jet tempur ini mendapat kehormatan untuk tetap bertugas di masa tuanya, setidaknya sampai tahun 2030 nanti. Kita mulai dari sejarahnya gan, selamat membaca emoticon-Angkat Beer



SEJARAH


Pesawat yang memiliki nama "Tornado" ini punya sejarah panjang, ide untuk membuat pesawat ini muncul tahun 1960-an, di mana era tersebut biasa disebut sebagai era Perang Dingin. Tepatnya pada tahun 1968, Kanada, Belgia, Belanda, Jerman Barat dan Italia meluncurkan program bernama "Multi Role Aircraft" (MRA), yang kemudian berubah menjadi "Multi Role Combat Aircraft" (MRCA).Program ini diluncurkan untuk membuat jet tempur baru yang akan menggantikan F-104 Starfighter (Si Pembuat Janda).

Pada tahun yang sama, Inggris kemudian bergabung dengan program MRCA. Mereka juga menginginkan desain pesawat baru untuk menggantikan pesawat Blackburn Buccaneer dan Avro Vulcan. Sebelumnya pada awal tahun 1960-an, Inggris merencanakan membuat pesawat dengan konfigurasi "swept wing". Pada perkembangannya mereka mengajak Prancis untuk mewujudkan rencana tersebut, tahun 1965 kedua negara membangun program "AFVG" (Anglo French Variable Geometry), sayangnya program ini kandas tahun 1967. Inggris lantas bergabung dengan program MRCA.

Pada akhir tahun 1968, total pembelian prospektif dari enam negara tersebut berjumlah 1.500 pesawat. Namun, hal tersebut ternyata tak sesuai rencana. Kanada dan Belgia telah pergi sebelum komitmen jangka panjang dibuat untuk program MRCA. Kanada menganggap proyek tersebut secara politis tidak menyenangkan, ada persepsi di kalangan politikus bahwa sebagian besar manufaktur dan spesifikasi difokuskan pada Eropa Barat. Sementara Belgia menerima tawaran Prancis untuk pembelian Dassault Mirage 5.

Pada akhirnya hanya ada 4 negara yang masih berkomitmen pada program MRCA, yaitu Belanda, Jerman Barat, Italia dan Inggris. Pada tanggal 26 Maret 1969, keempat negara membentuk konsorsium perusahaan multinasional yang bernama "Panavia Aircraft GmbH".


Quote:



Tujuan proyek MRCA adalah untuk menghasilkan pesawat yang mampu melakukan misi serangan taktis, pengintaian, pertahanan udara, dan peran maritim. Berbagai konsep, termasuk desain sayap tetap dan mesin tunggal dipelajari saat pembuatan pesawat.

Namun, proyek ini tak berjalan mulus, Belanda menarik diri dari proyek tersebut pada tahun 1970, dengan alasan bahwa pesawat itu terlalu rumit dan teknis untuk Angkatan Udara Belanda. Di mana mereka mencari pesawat yang sederhana dengan kemampuan manuver yang luar biasa.

Masalah kembali terjadi pada tahun 1972 ketika pesanan pesawat Jerman Barat berkurang menjadi 324, padahal awalnya mereka memesan 600 pesawat. Kabarnya Jerman dengan sengaja menempatkan pesanan awal yang tidak realistis, untuk mengamankan penempatan kantor pusat perusahaan dan penerbangan uji awal di Jerman daripada di Inggris, sehingga Jerman memiliki pengaruh desain yang lebih besar pada pesawat.

Meski diiringi berbagai masalah, program pesawat ini pada akhirnya tetap dilanjutkan. Inggris dan Jerman Barat masing-masing memiliki 42,5% saham, dengan 15% sisanya adalah Italia. Ketiga negara lantas membagi-bagi tugas untuk membuat bagian-bagian Tornado.

Bagian depan dan ekor diserahkan ke BAC (sekarang BAE Systems) di Inggris, badan pesawat tengah ke MBB (sekarang bagian dari Airbus) di Jerman Barat, dan sayap ke Aeritalia (sekarang Leonardo) di Italia. Demikian pula pembagian kerja untuk mesin dan perangkat pesawat. Sebuah perusahaan multinasional terpisah, Turbo-Union, dibentuk pada Juni 1970 untuk mengembangkan dan membangun mesin RB199 untuk pesawat. Pembagian kepemilikan yaitu 40% Rolls-Royce, 40% MTU, dan 20% FIAT.


Quote:



Pada perkembangannya, Panavia membuat total lima belas pesawat. Terdiri dari sembilan prototype, dengan kode P01 hingga P09, dan enam pra-seri, kode PS11 hingga PS16. Prototype pesawat kemudian terbang pada 14 Agustus 1974 di Manching, Jerman. Setelah penerbangan pertama, pesawat memerlukan modifikasi kecil. Salah satunya pada bagian air intake, Panavia lantas mendesain ulang air intake, mesin dan badan pesawat untuk meminimalkan hentakan yang dialami pada kecepatan supersonik.

Kontrak untuk produksi pesawat Batch 1 ditandatangani pada 29 Juli 1976, sementara penerbangan pertama dari pesawat yang diproduksi adalah pada 10 Juli 1979. Pesawat pertama dikirim ke RAF (Angkatan Udara Inggris) dan Angkatan Udara Jerman masing-masing pada tanggal 5 dan 6 Juni 1979. Sementara Tornado untuk Italia pertama dikirim pada tanggal 25 September 1981.


Quote:



Pada 29 Januari 1981, ketiga negara membentuk program Tri-National Tornado Training Establishment (TTTE) secara resmi dibuka di RAF Cottesmore. Program tersebut dimaksudkan untuk melatih pilot dari ketiga negara, di mana program ini berlangsung hingga 31 Maret 1999. Sementara itu, produksi Tornado ke-500 dikirim ke Jerman Barat pada tanggal 19 Desember 1987.

Arab Saudi adalah satu-satunya pelanggan ekspor Tornado diluar 3 negara pembuatnya. Perjanjian untuk membeli Tornado adalah bagian dari kesepakatan senjata Al-Yamamah antara British Aerospace dan pemerintah Saudi. Sebenarnya Oman juga telah berkomitmen untuk membeli Tornado dan perlengkapannya dengan nilai total £250 juta pada akhir 1980-an, tetapi mereka membatalkan pesanan pada 1990 karena kesulitan keuangan.



Keistimewaan Tornado


Lahir di era Perang Dingin di mana Uni Soviet sangat gencar untuk mengembangkan senjata nuklir, Tornado dirancang agar bisa terbang lebih lama jika sistem avioniknya mati. Kru akan menggunakan peta dan stopwatch serta kacamata penglihatan malam jika kondisinya diperlukan, Tornado punya peran penting untuk masuk jauh menuju pertahanan Uni Soviet sebelum mereka sempat menggunakan senjata nuklirnya. Dengan dua orang awak, berarti Tornado lebih mudah untuk terus terbang.

Meski punya keistimewaan, Tornado juga tak lepas dari kekurangan. Salah satunya adalah masih menggunakan komponen analog di zaman yang serba digital ini. Karena dilahirkan selama perang nuklir dengan ketergantungan terbatas pada perangkat elektronik, Tornado saat ini dalam banyak hal boleh dikata sebagai pesawat tua dari masa lalu. Meski pesawat terus menjalani upgrade untuk misi di era modern, Tornado tak bisa sepenuhnya meninggalkan teknologi analog di era digital ini.

Selain masih mengusung teknologi analog, Tornado sebenarnya tidak memiliki manuver yang baik. Faktanya pesawat ini jarang terbang tanpa dua tangki bahan bakar eksternal, hal ini membuat beberapa pilot merasa pesawat seberat 28 ton itu lebih sulit untuk bermanuver daripada beberapa pesawat sezamannya seperti F-16 dan Mirage 2000.


Quote:



Meskipun Inggris sempat mendesain varian pencegat yang dirancang untuk berpatroli di Laut Utara melawan pesawat pembom Soviet, sebenarnya Tornado tidak pernah dirancang untuk menjadi "dogfighter" karena relatif sulit untuk bermanuver. Tornado tidak dirancang untuk menjadi petarung yang tangguh, meski bisa menahan tekanan 5G, tetapi tidak dapat bertahan untuk waktu yang lama. Sebaliknya Tornado memiliki peran untuk pergi jauh dan terbang cepat di ketinggian rendah, menjadikannya platform yang stabil untuk pengiriman bom terarah yang akurat ketika mencapai targetnya.

Tornado didesain sebagai pesawat tempur multiperan yang dirancang untuk menghadapi pesawat seperti MiG-29 dan Su-27. Tornado sebenarnya punya panggilan kesayangan, yakni "Tonka". Tornado sendiri dibuat dalam tiga varian: pembom tempur yang disebut IDS (Interdiction and Strike), varian untuk pertempuran elektronik dan pengintaian yang disebut sebagai ECR (Electronic Combat and Reconnaissance), serta pesawat tempur untuk pertahanan ruang udara yang disebut sebagai ADV (Air Defense Variant).


Quote:



Sama seperti pesawat F-14 Tomcat, Tornado menggunakan apa yang disebut konfigurasi "sayap ayun" (swing wing). Konfigurasi sayap tersebut jarang ditemui di era modern, sebagian besar pesawat modern seperti F-35 misalnya, memiliki sayap tetap. Dengan sayap ayun Tornado dapat bertransisi dari mode sayap lurus untuk daya angkat lebih banyak saat lepas landas, kemudian beralih ke konfigurasi menyapu untuk mendapat aliran udara yang lebih baik pada kecepatan jelajah.

Karena varian IDS dari Tornado juga diberi mandat untuk menjatuhkan bom nuklir, maka pesawat ini dibekali kit radar Doppler navigasi yang secara bersamaan memindai target dan melakukan pelacakan medan secara otomatis sepenuhnya untuk penerbangan rendah.

Tornado dirancang untuk serangan darat tingkat rendah di wilayah Eropa di mana terdapat perlindungan dari hutan dan bukit. Namun, tidak ada tempat perlindungan seperti itu untuk 60 unit Tornado yang dikerahkan dalam operasi Desert Storm. Dengan banyak misi mereka yang melibatkan serangan bom tingkat rendah, kadang-kadang di ketinggian 50 kaki, pesawat tidak punya tempat untuk bersembunyi.

Meskipun debut pertama Tornado dalam Perang Teluk 1991 bisa dibilang sangat sukses, dalam operasi selanjutnya di Timur Tengah, Tornado menderita kerugian yang lebih tinggi daripada pesawat tempur Sekutu lainnya karena kerentanannya diserang di ketinggian rendah. Hal ini membuatnya lebih rentan oleh serangan musuh yang berada di darat.


Varian Pesawat


Inggris merupakan operator terbesar Tornado, dengan total kepemilikan mencapai 385 unit yang terdiri dari varian serangan darat (GR1 dan GR4) dan varian pertahanan udara (F2 dan F3). Namun, mereka sudah menghentikan operasional seluruh pesawatnya. Aksi terakhir Tornado milik Inggris terjadi pada April tahun 2018, di mana empat jet tempur Tornado GR4 milik Inggris yang terbang dari basis Lanud Akrotiri, Siprus, melakukan serangan udara ke Suriah. Bersama dengan jet tempur Rafale dan Mirage 2000 milik Perancis, Tornado melepaskan rudal jelajah Storm Shadow.

Skadron 9 dan Skadron 31 RAF Inggris menghentikan operasional dua unit Tornado GR4 terakhir yang masih beroperasi pada tanggal 1 April 2019, lewat sebuah upacara di basis RAF Marham di Norfolk. Tornado sendiri telah mengabdi 40 tahun bersama Angkatan Udara Kerajaan Inggris. Sementara Italia memiliki 124 varian IDS dan ECR, pada akhir tahun 2018, 70 ADV and 5 ECR dilakukan modernisasi dan kini masih aktif bertugas.

Sementara Jerman memiliki 210 varian IDS dan 35 varian ECR, pada bulan Desember 2018 Jerman melakukan modernisasi pada 94 varian IDS dan 28 ECR, keduanya saat ini masih digunakan. Sementara Arab Saudi menerima 96 varian IDS dan 24 varian ADV, 24 unit ADV pensiun tahun 2006. Pada bulan Desember 2018, 81 varian IDS menjalani modernisasi dan saat ini masih digunakan. Diperkirakan pesawat yang sudah diupgrade akan terus beroperasi sampai tahun 2030. Dan berikut ini adalah berbagai varian dari Tornado:


1. Tornado GR1



Foto: Werner van der Wiel/jetphotos.com


Varian ini dioperasikan oleh RAF (Angkatan Udara Inggris) termasuk jenis IDS (Interdiction and Strike), awalnya disebut sebagai Tornado GR1. Setelah dilakukan beberapa modifikasi, pesawat kemudian diberi berbagai kode nama, mulai dari Tornado GR1A, Tornado GR1B, Tornado GR4 dan Tornado GR4A. Pesawat pertama dari total 228 GR1 dikirimkan pada tanggal 5 Juni 1979, dan mulai beroperasi pada awal 1980-an. Sementara 96 unit varian IDS dikirim kepada Arab Saudi.


2. Tornado GR1B



Foto: Alex Christie/airliners.net



Tornado GR1B adalah varian anti-shipping dari GR1, dim8difikasi untuk menggantikan pesawat Blackburn Buccaneer. Total 26 pesawat dikonversi dan ditempatkan di basis RAF yang berada di Lossiemouth, Skotlandia. Setiap pesawat dirancang untuk membawa hingga empat rudal anti-kapal Sea Eagle.


3. Tornado GR4



Foto: Dutch/jetphotos.com



Yang ini juga masih milik Inggris, pada masanya mereka memang banyak mengembangkan varian Tornado. Melalui Mid-Life Update (MLU) pada tahun 1984 Kementerian Pertahanan Inggris memulai program modernisasi pada varian GR1. Pembaruan tersebut kemudian disebut sebagai GR4, program MLU kemudian disetujui pada tahun 1994. Program ini akan meningkatkan kemampuan pesawat saat terbang pada ketinggian menengah, berdasarkan pengalaman yang dipetik dari kinerja GR1 dalam Perang Teluk 1991.

British Aerospace (BAE Systems) meningkatkan total 142 Tornado GR1 ke standar GR4, dimulai pada tahun 1996 dan selesai pada tahun 2003. Total 59 Pesawat RAF kemudian menerima paket avionik "CUSP" yang mengintegrasikan bom Paveway IV dan memasang modul komunikasi baru serta diikuti oleh tautan data Tactical Information Exchange (TIE) dari General Dynamics.


4. GR1A/GR4A



Foto: Jhon Higgins/jetphotos.com


GR1A adalah varian pengintaian (reconnaissance) yang dioperasikan oleh Inggris dan Arab Saudi, dilengkapi dengan TIRRS (Tornado Infra-Red Reconnaissance System). Inggris memesan 30 GR1A, 14 unit dimodifikasi dari varian GR1 dan 16 unit dibuat baru. Ketika Tornado GR1 ditingkatkan menjadi GR4, pesawat GR1A kemudian ditingkatkan ke standar GR4A.


5. Tornado ECR



Varian ECR milik Italia.

Foto: Sebastian Sowa/jetphotos.com


Dioperasikan oleh Jerman dan Italia, pesawat ini bernama ECR (Electronic Combat Reconnaissance) adalah varian Tornado yang dikhususkan untuk misi Supression of Enemy Air Defenses (SEAD). Pertama kali dikirimkan pada 21 Mei 1990. Varian ECR memiliki radar baru dan dilengkapi dengan rudal anti-radiasi AGM-88 HARM. 35 ECR untuk Luftwaffe (Angkatan Udara Jerman) merupakan produk baru, sementara Italia menerima 16 unit yang dikonversi dari varian IDS.

ECR milik Italia berbeda dari pesawat Luftwaffe, karena tidak memiliki kemampuan pengintaian bawaan dan menggunakan pod pengintaian RecceLite. Selain itu, hanya ECR Luftwaffe yang dilengkapi dengan mesin RB199 Mk.105, yang memiliki daya dorong lebih tinggi. Selain itu ECR milik Jerman tidak dilengkapi meriam. Sementara RAF menggunakan versi IDS untuk peran SEAD dan juga memodifikasi beberapa Tornado F.3 untuk menjalankan misi tersebut.


6. Tornado ADV



Tornado ADV milik Arab Saudi, sudah jadi pajangan.

Foto: AirlinerSpotter/jetphotos.com


Tornado ADV (Air Defense Variant) alias varian pertahanan udara, bisa dibilang sebagai varian pencegat dari Tornado. Dikembangkan untuk RAF (diberi kode Tornado F2 atau F3), varian ini juga dioperasikan oleh Arab Saudi dan Italia. ADV memiliki kelincahan yang lebih rendah daripada pesawat tempur seperti F-15 Eagle, ADV tidak dimaksudkan sebagai dogfighter, melainkan berperan sebagi pencegat (interceptor) dengan kemampuan terbang lebih lama untuk melawan ancaman dari pesawat pembom Uni Soviet selama Perang Dingin.

Meskipun ADV memiliki 80% kesamaan bagian dengan varian Tornado IDS, namun ADV memiliki akselerasi yang lebih baik. Misalnya dengan peningkatan mesin RB199 Mk.104, kapasitas bahan bakar yang lebih besar, radar baru yaitu AI.24 Foxhunter, dan perubahan perangkat avionik.


Tua dengan Terhormat


Melakukan penerbangan pertama tahun 1974, saat ini Tornado total sudah mengudara di langit sekitar 47 tahun, hampir memasuki setengah abad pada tahun 2024 nanti. Dengan masa bakti sampai tahun 2030, Tornado akan melewati 50 tahun penerbangannya dengan mulus. Meski banyak pesawat muda yang bermunculan, namun Tornado masih diberi kehormatan untuk menunjukkam kehebatannya di usia senja.

Saat ini di tercatat hanya Jerman, Italia dan Arab Saudi yang masih mengoperasikan Tornado, dengan beragam upgrade yang dilakukan, Tornado masih layak untuk diterbangkan di era modern ini. Sebuah kehormatan bagi Tornado karena masih dipercaya untuk bertugas di usianya yang tak lagi muda, pasalnya tak banyak jet tempur buatan Eropa yang mengabdi dalam kurun waktu yang lama. Sekitar 990 pesawat berhasil dibangun mulai tahun 1979-1998.

Sebenarnya Jerman hendak menggantikan Tornado dengan memesan pesawat tempur Eurofighter Typhoon serta keluarga Super Hornet. Dikutip dari The EurAsian Times(20/02/2021), pada bulan April 2020, Angkatan Udara Jerman mengumumkan tiga pesawat yang akan menggantikan peran Tornado.

Rencananya Jerman akan membeli 30 F/A-18E/F Super Hornet, 15 EA-18G Growler, dan 55 Eurofighter Typhoon. F/A-18E/F akan digunakan untuk membawa senjata nuklir, Super Hornet dipilih karena spesifikasinya sudah sesuai dengan mandat NATO. Sementara varian EA-18G Growler akan digunakan untuk misi peperangan elektronik. Sementara Typhoon dibuat untuk melengkapi armada Typhoon Jerman yang sudah beroperasi. Selain digunakan sebagai pengganti Tornado, ketiganya juga didapuk sebagai pesawat transisi sambil menunggu lahirnya pesawat Generasi 6 yang dibuat bersama Prancis, meskipun pengadaan 3 pesawat tersebut masih menuai kontroversi. Berikut ini sekilas spesifikasi Tornado:


Quote:



Demikian ulasan panjang mengenai sejarah Tornado, semoga pembahasan kali ini bisa bermanfaat untuk agan dan sista, sampai jumpa emoticon-Angkat Beer





Referensi Tulisan: 1.2.3.4
Ilustrasi Foto: jetphotos.com, airliners.net, Google Image
feraldi2001
Feraldi.Noval
blueguy.co.id
blueguy.co.id dan 22 lainnya memberi reputasi
23
8.4K
50
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Militer dan Kepolisian
Militer dan KepolisianKASKUS Official
2.2KThread2.2KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.