Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

taryudyAvatar border
TS
taryudy
AKU DIBUANG IBU
"Aku yang mengatur keuangan. Kau yang cari uangnya. Kalau tidak bisa cari uang yang banyak, tidak perlu protes. Kalau mau makan enak, lebihkan jatah uang belanja,"

"Sulis, kau harus paham dua hal. Pertama, pentingkan kebutuhan rumah dulu, terutama anak-anak. Kedua, kita ini sedang bangkrut dan terpuruk. Turunkan gaya hidupmu, turunkan gengsi-mu, turunkan ego-mu. Dan kau harus ingat, Sulis, aku ini suamimu, dengarkan omonganku,"

"Kau yang bangkrut, Mas Adam. Bukan aku! Suami wajib memberi nafkah isteri. Kalo isteri tidak diberi nafkah, apa kau pantas disebut suami? lalu mengapa aku harus mendengar omongan-mu?"

Ribut dan adu mulut menjadi rutinitas bagi Adam Makno dan isterinya, Sulistyo Ing Warno. Sejak usaha Adam bangkrut, dirinya hanya menjadi kuli bangunan. Kalo ada proyek ya kerja, kalo tidak ada ya nganggur.

Keadaan ekonomi menjadi penyebab umum kericuhan antara suami dan isteri. Tak terkecuali, Adam dan Sulis. Pemandangan kurang enak itu sering disaksikan kedua putri mereka. Arum Kanti Warni, anak pertama berusia 10 tahun. Sedangkan adiknya, Gendhis Kanti Rupi, 7 tahun usianya.

Untuk makan, kadang Adam ngutang ke warung sahabatnya, Adi Lemu. Namanya sebenarnya Adi Guna, disebut 'Adi Lemu' karena badannya yang gemuk atau dalam bahasa jawa 'Lemu'.

"Di, isteri-mu lagi tidak ada kan? ngutang dulu beras sama telur, nanti kalo dapat uang aku ganti,"

"Cepetan bayar ya, Dam. Kalo isteri-ku tahu kalo aku kasih ini semua ke kamu, bisa-bisa dia ngamuk,"

Untung masih ada Adi Lemu, sehingga Adam masih bisa makan. Biasanya, Adam pagi-pagi masak nasi, goreng telur, lalu dikasih kecap. Dimakan bertiga dengan Arum dan Gendhis.

Beda dengan Sulis. Bangun siang, mainan HP, nanti makannya nunggu tukang bakso lewat. Kalo bosen makan bakso, beli gado-gado di tetangga sebelah. Masak dan nyuci, Sulis mana mau? terbiasa dulunya kerjaan rumah diurus pembantu.

Saat suaminya bangkrut, Sulis harus tinggal di rumah kontrakan. Dulunya di perumahan, kawasan elit di Solo. Sekarang masih di solo, cuman di perkampungan. Jauh dari tempatnya berkumpul dengan teman-temannya, yaitu mal.

Meskipun jauh, teman-teman setia Sulis tetap menjemputnya. Kalau udah keluar rumah, lupa waktu, lupa suami, lupa anak. Adam memang bangkrut, jadi Sulis tidak punya uang. Tapi ada yang namanya Yeni Sarjono. Dia memenuhi apa yang dibutuhkan Sulis. Mau HP? dibelikan. Nonton bioskop? Makan enak? nyanyi di tempat karaoke? jalan-jalan? semuanya siap laksanakan. Pokoknya jalan.

"Suamiku mulai melarang aku keluar terus denganmu, Yen,"

"Biarkan saja, suami tak berguna. Kalau dia bangkrut ya bangkrut saja. Tapi kamu pernah menyelamatkan aku, aku akan selalu ada buat kamu, Lis,"

Yeni Sarjono, sosok yang berperan besar terhadap gaya hidup Sulis. Yeni Sarjono pernah hampir mati. Kalau tidak karena Sulis, nyawanya sudah tamat.

Sementara isterinya sedang hepi-hepi, Adam pusing kepalanya. Bagaimana caranya mendapatkan uang. Dirinya dapat tawaran dari Adi Lemu beberapa waktu yang lalu. Namun, Adam masih belum mengambil keputusan.

"Dam, lebih baik, kau ikut si Narko. Kalo kau sama dia, sehari dapat satu atau dua juta itu gampang,"

"Aku masih belum yakin, Di. Itu kan haram, aku masih belum kepikiran kesana,"

Ngakunya belum kepikiran, namun sebenarnya 'uang haram' itu sedang dipikirkan masak-masak oleh Adam. Yang jadi perhatiannya adalah tak lain dan tak bukan, kedua putrinya. Arum dan Gendhis.

Tiap hari makan nasi telur, kalo lagi apes, makannya nasi kecap. Adam juga merasa, kedua putrinya tidak mendapat perhatian dari Sulis. Malah lebih dekat dengan dirinya. Bajunya kusut, kulitnya dekil, badannya kurus. Sebagai ayah, mana tega hatinya melihat anaknya seperti itu? beda dengan ibunya yang klimis, bajunya bagus, kemana-mana naik mobil. Meskipun bukan miliknya.

"Arum, Gendhis, kesini kalian, Nak,"

"Iya, Pak," sahut Arum dan Gendhis.

"Kalau nanti Bapak punya uang yang banyak, kalian mau dibelikan apa?"

"Aku mau es krim, Pak! temen-temen lain suka beli es krim, aku ngga pernah dikasih," jawab Arum iri terhadap teman-temannya.

"Kalo Gendhis mau makan ayam bakar bareng Bapak. Sudah lama aku ngga makan ayam, Bapak juga, Mbak Arum juga. Kita makan bertiga ya, Pak?"

"Berempat nanti sama ibu kamu, ya?"

"Ibu kan jarang di rumah, Pak. Kalo aku mau ikut Ibu, aku dimarahin. Mbak Arum juga pernah ditampar, iya kan, Mbak?" dengan polosnya Gendhis bercerita.

Adam Makna lalu memeluk kedua putrinya. Tersenyum wajahnya di hadapan Arum dan Gendhis. Prinsipnya, seorang Bapak harus terus terlihat kuat. Agar anaknya tetap merasa terlindungi.

Tersenyum wajahnya, menangis hatinya. Adam ingin keluarganya keluar dari segala kondisi yang serba susah. Adam menyalahkan dirinya sendiri atas ketidak terimaan Sulis akan keadaan, "Mungkin benar dirimu, ini semua salahku. Kalau aku bisa mencukupi nafkah untukmu, kau tidak akan seperti ini. Sulis, kau istriku. Sampai aku mati kau akan tetap jadi istriku," ucap Adam dalam hati.

Adam mencium kening Arum dan Gendhis. Dua malaikat kecilnya sudah terlelap. Jarum jam menunjukkan waktu sudah pukul sembilan malam. Sulistyo Ing Warno, istrinya, belum juga pulang.

Sepanjang malam Adam merenung. Pikirannya kemana-mana. Ada pikiran baik, ada pikiran buruk. Kadang dia ketiduran di kursi, lalu mendadak terbangun. Jalan sana, jalan sini. Kadang tidur di lantai, kadang tidur di kursi. Matanya terpejam, tapi pikiran tak karuan.

Adam sudah tidak kuat lagi. Sudah jam tiga dini hari, belum juga hatinya tenang. Sulis pun belum juga pulang.

Adam berjalan ke kamar Arum dan Gendhis. Duduk bersila di samping ranjang kedua putrinya. Mata dipejamkan rapat, hati ditenangkan, konsentrasi dipusatkan. Doa kepada Sang Maha besar dimunajatkan.

"Seberat apapun ujian-Mu akan aku lalui. Sepanjang apapun jalan-Mu akan aku lewati. Beri hamba satu kesempatan lagi. Untuk istriku, untuk anakku. Beri hamba kekuatan, beri istri hamba penerangan, beri anak hamba masa depan yang cerah. Hanya padamu, hamba memohon, meminta, dan berserah,"

Mata yang terpejam dalam doa itu dibanjiri air mata, lalu terisak, lalu menangis tersedu. Beban Adam Makno seakan keluar semuanya melalui tangis.

Arum dan Gendhis terbangun. Melihat Ayahnya menangis, mereka menghampiri dan memeluk sang Ayah.

Arum Kanti Warni, anak pertama, seakan paham dengan apa yang ayahnya rasa, ikut menangis sedih.

Gendhis Kanti Rupi, anak kedua, dengan lugunya berkata, "Siapa yang nakal, Pak? kok nangis?"

Naomi Lim nampak sedang berada di cafe milik Ayahnya, di tengah Kota Solo. Terlihat dia sedang duduk bersama sahabatnya. Naomi Lim serius mendengarkan, sedangkan sahabatnya antusias menceritakan sesuatu.

"Jadi, itu pertama kali dalam seumur hidup, kau melihat ayahmu menangis?"

"Iya, itu pertama dan terakhir. Setelah itu, cerita semakin menyedihkan,"

"Kenapa kau baru cerita sekarang tentang masa lalu-mu?"

"Aku dengar, kau sedang mencari cerita untuk ditulis. Lagipula, kau sahabat baik yang sangat aku sayangi,"

"Kau yakin aku boleh menulis cerita ini?"

"Tentu, aku yakin. Aku akan mulai bercerita lagi. Kau mau mencatat ceritaku atau merekam?"

"Lebih baik, aku merekamnya,"

Naomi Lim melanjutkan mendengar kisah sahabatnya, Gendhis Kanti Rupi. Sebuah kisah perjalanan panjang dua orang malaikat kecil yang dibuang ibunya. Dan hingga pada akhirnya, sekarang sukses menjadi pengusaha muda.

---bersambung.
MFriza85
pulaukapok
alfidanger
alfidanger dan 6 lainnya memberi reputasi
7
67.3K
5
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.