taryudyAvatar border
TS
taryudy
Menikah Dengan Mantan
"Mas nanti di atas, ya," kata Mas Arga sambil menutup pintu kamar mandi.

Aku kelabakan. Maksudnya apa? Baru juga keluar kamar mandi, udah denger kalimat tidak senonoh seperti ini. Dia lupa perjanjian yang baru saja kita sepakati tadi?

"Apanya yang di atas?" tanyaku dengan gugup.

"Tidurnya."

"Di atas siapa?"

"Di atas kasur, kamu di lantai. Piktor banget. Katanya gak boleh dulu."

"Ogah! Ini, kan, kamar aku!"

"Mau gimanapun juga kamu, kan, istriku. Harus nurut."

Enak aja!

Aku mendadak gemetar, tubuh rasanya panas dingin ketika Mas Arga hendak membuka handuk yang melilit di tubuh bagian bawahnya.

Spontan aku menutup mata dengan telapak tangan, berjalan miring-miring macam kepiting hingga menjangkau ranjang.

"Jangan buka di sini! Di kamar mandi, kan, bisa?" protesku.

"Emang apa bedanya di sini sama di kamar mandi? Kan, udah suami istri, jangankan lihat, pegang juga boleh. Kamu nafsu?"

"Nafsu kagak, geli iya!"

"Gede, lho ... kakiku." Dia ngakak. Dasar!

"Sana! Sana!" teriakku.

Aku menarik selimut sampai menutupi kepala. Sial! Berawal dari sumpah tidak masuk akal yang tidak sengaja kuucapkan, kini aku harus tinggal bahkan harus menikah dengan mantan. Kalau mantanku sendiri sih gak masalah, lha ini, mantan pacarnya Mbak Aida. Kan, beda urusannya.

***

[Yura, cepetan! Tiga puluh menit lagi kamu gak sampai, kita coret nama kamu dari kartu keluarga!]

Keringatku sudah sebesar biji jagung. Sekarang sudah jam tujuh malam, tapi sama sekali belum ada ojek online yang menerima pesananku. Jam segini juga udah enggak ada angkutan umum, taksi pun gak ada satu pun yang lewat. Sial!

Dengan keberanian yang cuma satu setengah persen itu, aku melambaikan tangan pada beberapa kendaraan yang lalu lalang. Berharap dengan cara itu aku akan mendapat tumpangan dan pulang secepatnya.

Aku mondar-mandir sambil melirik jam di tangan. Mungkin sebaiknya aku lari saja agar cepat sampai, tapi kalau pingsan di jalan gimana? Terus diculik orang dan dibuang di hutan? Enggak. Ini ide gila.

"Tolooong! Siapa pun yang berhenti dan ngasih saya tumpangan, kalau dia cowok saya jadiin suami. Kalau dia cewek saya ambil suaminya!" Aku meneriaki kendaraan di jalanan.

"Saya bersumpah! Masa gak ada yang mau ngasih tumpangan, sih? Tolongin, dong!"

Aku makin kalut. Sudah delapan menit waktu yang terbuang sia-sia, sepertinya memang jalan satu-satunya adalah lari sekencang mungkin. Perkara pingsan di jalan itu urusan belakangan.

Tiin!

Spontan aku menutup telinga. Udah mirip banget sama adegan di sinetron yang Ibu tonton semalam dan bodohnya aku malah mengulang kejadian di mana si artis ceweknya itu cuma teriak sambil tutup telinga. Kenapa gak minggir aja? Gak kepikiran!

"Yura? Gak papa, kan?"

Aku menurunkan tangan, menatap lelaki dengan pakaian formal itu dengan dahi berkerut. Kayaknya kenal.

"Mas Arga?"

"Masih inget, Ra? Kirain dah lupa. Mau pulang? Aku anter."

Aku mengangguk, eh tapi, langsung enggak jadi. Tiba-tiba ingat sama sumpah yang sempat terucap beberapa menit lalu. Tapi, kalau aku enggak cepet-cepet pulang, bisa berabe acara pertunangan Mbak Aida nanti.

"Gak usah, Mas. Aku jalan kaki aja," tolakku halus.

"Oh, ya udah. Hati-hati."

Aku mengerucutkan bibir. Tega banget, nih, orang. Pantesan aja diputusin sama Mbak Aida.

"Duluan, ya, Ra."

"E-eh! Ikut, Mas!"

Bodo amat sama sumpah. Toh, Mas Arga juga enggak denger, kan? Tinggal mikir urusan dosa aja, bisalah dibicarakan baik-baik dengan Tuhan.

"Kamu dari mana?"

"Ya, kan, tadi di depan toko emas. Berarti dari toko emas, dong," jawabku sekenanya.

"Jutek amat. Aida banget."

Aku melengos. Dari cerita Mbak Aida, laki-laki ini memang nyebelin. Sudahlah tidak romantis, Mbak Aida minta putus, eh dia malah bilang 'ya udah'. Harusnya, kan, ada usaha atau apa. Bener-bener bukan suami idaman! Untung sekarang Mbak Aida udah nemu pengganti yang jauh lebih baik dan romantis dari Mas Arga.

"Cepetan, Mas. Penting ini. Bisa dicoret dari KK kalau kelamaan di jalan."

"Emang kenapa?"

"Aku yang bawa cincin mereka. Kalau gak sampai rumah dalam waktu tiga puluh menit, bisa bubar acara pertunangan Mbak Aida."

"Tunangan?"

Aku menoleh ke arahnya. Wajah Mas Arga berubah aneh. Biarin ajalah. Salah sendiri dia ngelepasin permata begitu aja.

"Nyesel, ya?" ejekku.

"Enggak. Bukan jodohnya."

"Ya, tapi, kan, pernah ada kenangan. Masa udah bener-bener hilang perasaan?"

"Biasa aja."

Dih!

Sepertinya Mas Arga memang masih ingat betul jalan ke rumah kami. Itu tandanya dia belum sepenuhnya lupa. Iya, 'kan? Buktinya kami sudah sampai tepat waktu. Tak sempat mengucapkan terima kasih, aku pun segera berlari ke dalam dan menghampiri Mbak Aida yang berada di kamar serta menyerahkan kotak beludru warna merah itu padanya.

"Lain kali lebih teliti bisa gak, sih? Untung ada aku, coba kalau enggak? Malu yang ada! Lagian, nih, ya, di mana-mana itu cincin pertunangan yang bawa cowoknya, bukan malah ceweknya yang ribet!" protesku di belakang Mbak Aida.

"Makasih, Yura. Siapa aja yang bawa cincinnya itu bukan masalah. Yang penting, 'kan, ada."

Aku mencebik. Lantas melesat ke kamarku sendiri dan berganti pakaian biar enggak malu-maluin keluarga. Enggak mandi enggak papa, yang penting wangi. Katanya masih ada lima belas menit lagi sebelum keluarga calon suami Mbak Aida datang, jadi aku masih punya waktu sedikit untuk merebahkan tubuh di ranjang.

"Ra, kamu bawa calon?" Ibu yang tiba-tiba masuk ke kamar itu membuatku mengerutkan dahi.

"Ra, kamu pacaran sama Arga?" Sekarang gantian Mbak Aida yang tanya.

"Apa-apaan, sih, ini?" Aku bangkit. Menurut saja ketika Ibu menyeret tanganku ke luar dan betapa terkejutnya aku ketika melihat Mas Arga sudah duduk manis bersama tamu undangan. Kenapa dia enggak pulang?

"Ngapain tuh orang di sana?" tanyaku pada Mbak Aida. Tapi, bukannya dijawab, malah toyoran di kepala yang kudapat.

"Jadi, Nak Arga ke sini mau melamar Yura?" tanya salah satu anggota keluarga.

Dan nyebelinnya ... Mas Arga mengangguk. "Benar, Pak."

Wah. Gak beres ini. Bisa-bisanya dia jawab begitu?

"Ra, serius?" tanya Mbak Aida lagi.

Gawat. Bisa dianggap pelakor aku nanti sama dia. Jangan sampai Mbak Aida berasumsi yang aneh-aneh, aku harus menjelaskan duduk perkaranya. Yang terpenting kita harus duduk dulu, berdiri gini pegel juga.

"Mbak, bukan gitu. Aku bisa jelasin."

"Ai, ayo. Acaranya udah dimulai. Keluarga Imran sudah datang." Ibu menggandeng Mbak Aida ke luar.

Aku menelan ludah. Apalagi ketika melihat Mas Arga berjalan menujuku dan duduk di sampingku.

"Apa-apaan, sih, Mas?" bisikku sambil melotot tajam.

"Kan kamu sendiri yang bilang."

"Bilang apa? Kapan?"

Mas Arga tak menjawab. Sekarang justru asyik dengan HP di tangannya. Aku pun membuang pandangan ke depan.

"Tolooong! Siapapun yang berhenti dan ngasih saya tumpangan, kalau dia cowok saya jadiin suami. Kalau dia cewek saya ambil suaminya!"

"Saya bersumpah! Masa gak ada yang mau ngasih tumpangan, sih? Tolongin, dong!"

Seluruh umat manusia yang seharusnya sedang membicarakan hal serius mengenai pernikahan Mbak Aida itu seketika memandangku. Sial! Rekaman dari mana itu? Bukannya Mas Arga tadi enggak ada di sana?

"Baik. Kalau begitu, kita sekalian nyari tanggal buat pernikahan Yura," ucap Bapak. Lembut, tapi tegas dan sialnya lagi itu mengundang tawa seluruh tamu yang hadir.

"Barengin sama Aida aja, Kang!" usul Om Tirta.

"Iya. Biar sekalian makan duitnya."

Kemudian, satu per satu usulan pun bermunculan. Aku mengusap wajah, lantas menoleh ke sisi kanan dimana Mas Arga duduk dengan sangat tenang.

"Saya siap. Kapan saja," katanya.

Aku mendelik semakin tajam, tapi dia hanya membalas dengan seringai menyebalkan.

***

"Ngalamun mulu, beneran gak boleh unboxing ini? Rugi, dong?" Pertanyaan Mas Arga membuatku melempar bantal kearahnya. Laki-laki itu makin mendekati ranjang, sebelum dia mencapainya, aku pun memintanya berhenti dengan gerakan tangan.

"Jangan ngadi-adi! Udah dibilang gak boleh megang seujung kuku juga! Sana!"

"Biasanya laki-laki malah makin penasaran kalau dilawan." Seringainya membuat bulu kudukku meremang.

Dasar mesum!

Bersambung...
genji32
mmuji1575
bukhorigan
bukhorigan dan 11 lainnya memberi reputasi
10
3.9K
20
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.5KThread41.7KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.