Populasi di dunia apakah seimbang? Pertanyaan ini terkadang sering berputar-putar menari di dalam pikiran.

Hingga tak ada kejelasan jawaban, mungkinkah aku harus mencari adiwidia?

Ada kelahiran dan ada juga kematian, namun berjalannya waktu ketika banyak penyakit bisa disembuhkan maka yang terjadi adalah over populasi. Manusia menjadi mahluk Tuhan yang senang dengan asmaraloka. Tidak ada yang amerta di dunia ini, semua akan tiba waktunya untuk aksa dari bentala.

Semakin dalam berfikir semakin ruwet bak niskala menyapu otakku yang sudah puspas.

Tapi ketika melihat sebuah prasasti yang tegak berdiri di Elbert County, Georgia, Amerika Serikat (AS) yang namanya begitu masyhur pada awal 1980-an kita mengenalnya dengan nama Georgia Guidestones.





Pesan yang jelas di salah satu prasasti, untuk menjaga 500 juta jiwa agar terjadi keseimbangan di bentala. Dan juga jagad raya, membuat tersadar dari tanya yang sering terlintas. Apakah menjelang 2030 ada skema depopulasi?

Pemerintah negara maju saat ini menerapkan keluarga berencana, bahkan pemikiran manusia dengan edukasi yang baik tidak melihat keturunan adalah hal yang penting.

Tak heran pernikahan sering terjadi di usia yang sudah tinggi, karena materi menjadi hal yang penting dibandingkan keturunan. Namun perbedaan itu jelas terlihat pada negara yang masa lalunya penuh kesulitan seperti India dan China populasi manusia terbanyak ada di dua negara tersebut serta negara-negara Afrika.





Ketika China mulai berkembang ke arah maju apakah populasi mereka mulai dikurangi?

Ini pemikiran liar saya saja ketika melihat virus covid yang membahayakan populasi terbit di China lalu setelah itu ada variant baru yang lebih cepat menular dari India?

2 negara dengan populasi terbesar digoyang dengan jarak yang cukup pendek, namun kalau kita tarik mundur kebelakang sebuah badan PBB, United Nations Development Programme (UNDP) mereka mengucurkan dana yang cukup besar untuk komunitas lesbian, gay, biseksual, transgender dan interseks (LGBTI), apa maksud dengan hal ini?





Walau alasannya kemanusiaan, jelas mereka yang berada di komunitas itu tak akan mempunyai keturunan secara seksual, apakah ini salah satu cara depopulasi?

Perang dinilai cocok dimasa lalu untuk depopulasi tapi saat ini kekuatan militer tidak cocok digunakan ketika banyak negara konsumen yang hidupnya damai. Apakah ada cara yang lebih elegant selain virologi? Rekayasa cuaca bisa saja terjadi, walau semua orang membantah adanya depopulasi dunia.

Tentu saja hal ini sulit dimengerti karena banyak teori hanya bisa menduga, tapi tak mempunyai bukti. Siapa yang ingin diskusi, saya persilahkan. Tapi apakah ini ada kaitannya dengan yang dikatakan Pak Prabowo di tahun 2030?





Semoga saja tidak, karena saat ini Indonesia dekat dengan Tiongkok. Bila perang dagang berlanjut ditakutkan, prediksi dari novel Ghost Fleet menjadi nyata SDA Indonesia dikuasai asing menjadi perebutan antara China dan Amerika lantas nasionalisme kita pun goyah dengan barang murah China.

Lihat saat ini apakah banyak anak muda yang hafal Pancasila? Bahkan nyanyi Indonesia Raya pun sekarang hanya di televisi. Maka bisa saja civil war terjadi antara pro China dan Amerika, perang SDA memaksa Indonesia memilih karena sudah terlilit hutang yang sangat tinggi.





Entahlah, sangat sedikit informasi bila memang depopulasi itu nyata!! Terlebih teori konspirasi berada di wilayah yang tidak terang benderang. Tapi yang pasti ada hidup akan ada yang namanya mati.

Terima kasih yang sudah membaca thread ini sampai akhir, bila ada kritik silahkan disampaikan dan semoga thread ini bermanfaat, tetap sehat dan merdeka. See u next thread.








"Nikmati Membaca Dengan Santuy"
--------------------------------------
Tulisan : c4punk@2021
referensi : klik, klik, klik
Pic : google