- Beranda
- Stories from the Heart
Si Anak yang Kebingungan
...
TS
fe.gaws16
Si Anak yang Kebingungan
Solo, April 2016
Aku adalah seorang mahasiswa, anak pertama dari dua bersaudara yang lahir dari keluarga sederhana. Bapak bekerja sebagai sopir, dan ibu adalah seorang sales.
Hidup kami serba pas-pasan, untuk sekadar makan ayam saja bisa dihitung dengan jari dalam satu bulan. Lauk tempe dan tahu saja sudah terasa nikmat di lidah.
Meski begitu, aku tetap bersyukur dan menjalani hari-hari layaknya mahasiswa biasa. Kuliah, nugas, kuliah, nugas.. uang saku 200 ribu sebulan harus bisa diirit-irit untuk tugas, makan, dan kuota.
Sudah cukup cerita tentang aku, kali ini ada yang lebih menarik dan ingin aku ungkapkan.
Sejak itu, semua berubah..
Juni 2017
Suatu sore, telepon bapak berdering berulang kali, seolah ada seseorang ingin mengabarkan hal yang begitu penting.
"Halo, Assalamualaikum, ada apa?," ucap Bapak menjawab telepon.
Samar-samar terdengar suara kakak sepupuku bernama Amar yang menangis kebingungan.
"Om, mama serangan jantung, ini dalam perjalanan dirujuk ke rumah sakit di Solo," kata kakakku saat speaker telepon bapak diaktifkan.
Singkat cerita, bapak langsung menghubungi saudaranya yang lain untuk mengabarkan kondisi budeku.
Beberapa jam kemudian, kakak sepupuku telepon lagi dan mengabarkan bahwa kondisi ibunya semakin memburuk, dan semakin memburuk hingga akhirnya meninggal.
Budeku ini adalah single parent yang memiliki satu anak kandung, mas Amar, dan satu anak adopsi bernama Rani.
Amar berusia 23 tahun, 2 tahun di atasku. Sedangkan Rani masih berusia 7 tahun.
Setelah bude meninggal, Mas Amar dan Rani tinggal sementara di rumahku. Yah, berbeda dengan rumahnya di desa yang bebas dan bisa dibilang berkecukupan.
Saat itu, bapak dan saudara lainnya mulai merundingkan tentang dimana Mas Amar dan Rani akan tinggal. Sebagai keluarga, sudah sewajarnya kan saling bantu membantu.
Hingga muncul kesepakatan, kedua saudaraku ini tinggal di rumahku.
Baru beberapa hari tinggal, Mas Amar yang sudah terbiasa hidup bebas di rumahnya, merasa kurang sreg saat di rumahku. Ia akhirnya kembali ke desa dan memilih melanjutkan hidupnya di sana.
Sayangnya, ia seolah melupakan Rani, adik adopsinya dan membiarkan Rani tinggal di rumahku.
Sebagai informasi, Mas Amar memang tipe anak tunggal yang selalu bergelimang harta dan terbilang manja, ya karena didikan Alm bude yang terlalu memanjakan anak-anaknya.
Setelah Mas Amar pulang, Rani tinggal bersama kami. Bapak mulai mengurus surat pindah sekolah agar Rani bisa bersekolah di SD yang sama dengan adikku.
Hari demi hari berlalu, Rani mulai kehilangan sosok ibu (budeku). Ia tak henti menangis dan menangis. Ku coba untuk menuruti apa pun maunya. Termasuk makan makanan enak seperti yang biasa diberikan bude untuk Rani.
Tapi, orangtuaku mulai menyadari bahwa tak bisa terus menerus menyanggupi keinginannya untuk makan enak.
Akhirnya Rani mau tidak mau beradaptasi dengan makanan andalan keluargaku, tempe dan tahu.
Aku adalah seorang mahasiswa, anak pertama dari dua bersaudara yang lahir dari keluarga sederhana. Bapak bekerja sebagai sopir, dan ibu adalah seorang sales.
Hidup kami serba pas-pasan, untuk sekadar makan ayam saja bisa dihitung dengan jari dalam satu bulan. Lauk tempe dan tahu saja sudah terasa nikmat di lidah.
Meski begitu, aku tetap bersyukur dan menjalani hari-hari layaknya mahasiswa biasa. Kuliah, nugas, kuliah, nugas.. uang saku 200 ribu sebulan harus bisa diirit-irit untuk tugas, makan, dan kuota.
Sudah cukup cerita tentang aku, kali ini ada yang lebih menarik dan ingin aku ungkapkan.
Cerita ini berdasarkan pengalaman pribadi, namun nama pelaku tetap disamarkan.
Btw, maaf ya agan-agan semua, kalau threadnya berantakan. Ane lupa cara bikin thread hehe.
Semoga agan semua menikmati cerita ini.
Disclaimer, ane ga mau menjelek2kan pihak yang ada di dalam cerita ini. Murni karena pengen cerita aja.
Jangan lupa cendolnya gan
Btw, maaf ya agan-agan semua, kalau threadnya berantakan. Ane lupa cara bikin thread hehe.
Semoga agan semua menikmati cerita ini.
Disclaimer, ane ga mau menjelek2kan pihak yang ada di dalam cerita ini. Murni karena pengen cerita aja.
Jangan lupa cendolnya gan
Sejak itu, semua berubah..
Juni 2017
Suatu sore, telepon bapak berdering berulang kali, seolah ada seseorang ingin mengabarkan hal yang begitu penting.
"Halo, Assalamualaikum, ada apa?," ucap Bapak menjawab telepon.
Samar-samar terdengar suara kakak sepupuku bernama Amar yang menangis kebingungan.
"Om, mama serangan jantung, ini dalam perjalanan dirujuk ke rumah sakit di Solo," kata kakakku saat speaker telepon bapak diaktifkan.
Singkat cerita, bapak langsung menghubungi saudaranya yang lain untuk mengabarkan kondisi budeku.
Beberapa jam kemudian, kakak sepupuku telepon lagi dan mengabarkan bahwa kondisi ibunya semakin memburuk, dan semakin memburuk hingga akhirnya meninggal.
Budeku ini adalah single parent yang memiliki satu anak kandung, mas Amar, dan satu anak adopsi bernama Rani.
Amar berusia 23 tahun, 2 tahun di atasku. Sedangkan Rani masih berusia 7 tahun.
Setelah bude meninggal, Mas Amar dan Rani tinggal sementara di rumahku. Yah, berbeda dengan rumahnya di desa yang bebas dan bisa dibilang berkecukupan.
Saat itu, bapak dan saudara lainnya mulai merundingkan tentang dimana Mas Amar dan Rani akan tinggal. Sebagai keluarga, sudah sewajarnya kan saling bantu membantu.
Hingga muncul kesepakatan, kedua saudaraku ini tinggal di rumahku.
Baru beberapa hari tinggal, Mas Amar yang sudah terbiasa hidup bebas di rumahnya, merasa kurang sreg saat di rumahku. Ia akhirnya kembali ke desa dan memilih melanjutkan hidupnya di sana.
Sayangnya, ia seolah melupakan Rani, adik adopsinya dan membiarkan Rani tinggal di rumahku.
Sebagai informasi, Mas Amar memang tipe anak tunggal yang selalu bergelimang harta dan terbilang manja, ya karena didikan Alm bude yang terlalu memanjakan anak-anaknya.
Setelah Mas Amar pulang, Rani tinggal bersama kami. Bapak mulai mengurus surat pindah sekolah agar Rani bisa bersekolah di SD yang sama dengan adikku.
Hari demi hari berlalu, Rani mulai kehilangan sosok ibu (budeku). Ia tak henti menangis dan menangis. Ku coba untuk menuruti apa pun maunya. Termasuk makan makanan enak seperti yang biasa diberikan bude untuk Rani.
Tapi, orangtuaku mulai menyadari bahwa tak bisa terus menerus menyanggupi keinginannya untuk makan enak.
Akhirnya Rani mau tidak mau beradaptasi dengan makanan andalan keluargaku, tempe dan tahu.
Bersambung
Quote:
Quote:
Diubah oleh fe.gaws16 25-03-2022 07:46
SupermanBalap dan 42 lainnya memberi reputasi
41
8.7K
55
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
32.1KThread•45.8KAnggota
Urutkan
Terlama
Komentar yang asik ya