Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

the.commandosAvatar border
TS
the.commandos
ICW: Janggal, Penanganan Kasus Korupsi Bansos Jadi Salah Satu yang Terburuk di KPK
JAKARTA, KOMPAS.com - Peneliti Indonesia Corruption Watch Kurnia Ramadhana menilai penanganan dugaan kasus korupsi paket bantuan sosial (bansos) Covid-19 menjadi salah satu yang terburuk di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di bawah kepemimpinan Firli Bahuri.

Kurnia memaparkan beberapa poin kejanggalan KPK dalam menangani perkara yang melibatkan mantan Menteri Sosial Juliari Batubara tersebut.

"Pertama, keterlambatan pemanggilan saksi. Misalnya Ikhsan Yunus, baru dipanggil KPK satu bulan setelah Operasi Tangkap Tangan (OTT) dilakukan," sebut Kurnia dalam diskusi daring yang dilakukan ICW, Senin (12/7/2021).

Baca juga: Sidang Korupsi Bansos, Saksi Ungkap Pemilik Perusahaan Penyuplai Barang ke Kemensos

Selain itu, Kurnia juga menyebut bahwa KPK tidak melakukan penyidikan pada pemanggilan Ketua Komisi III DPR Herman Hery.

KPK, lanjut Kurnia, justru melakukan penyelidikkan ulang, bukan memanggil dalam tataran penyidikkan.

"Semestinya dalam proses penyidikan perkara suap sudah bisa dipanggil pihak-pihak tersebut. Tidak mesti menunggu proses penyelidikan. Yang kita tidak tahu penyelidikan dalam rangka apa, dalam konteks apa, KPK membuka lembaran baru penanganan perkara korupsi bansos tersebut," jelas dia.

Kurnia juga mengatakan terdapat dugaan kebocoran informasi dalam penanganan korupsi paket bansos, sehingga beberapa penggeledahan yang dilakukan penyidik KPK tidak menemukan barang bukti apa pun.

Lalu, hilangnya sejumlah nama dalam dakwaan KPK, yang sebelumnya disebutkan dalam proses rekonstruksi perkara.

"Ini tentu janggal karena sebelum KPK melimpahkan berkas ke persidangan, kita tahu bahwa KPK sempat mengadakan rekonstruksi, yang mana rekonstruksi itu menjelaskan secara clear keterlibatan beberapa pihak," ungkap Kurnia.

"Satu di antaranya yang disebut namanya adalah Agustri Yogasmara. Dalam rekonstruksi ditulis dalam papan nama yang digunakan dia adalah operator Ikhsan Yunus, dan mendapatkan uang miliaran rupiah serta sepeda Brompton saat itu," sambungnya.

Kurnia menduga bahwa penghilangan sejumlah nama dalam surat dakwaan dilakukan oleh penentu kebijakan di KPK.

"Bisa direktur penyidikkan, deputi penindakan bahkan besar kemungkinan dilakukan sendiri oleh pimpinan KPK," ucapnya.

Kemudian adanya putusan pelanggaran kode etik dua penyidik KPK terkait perkara bansos

Kurnia curiga bahwa hal ini merupakan bentuk perlawanan pada pihak-pihak didalam internal KPK yang turut serta melakukan pengungkapan perkara korupsi tersebut.

"Konsekuensi serius dalam putusan Dewas itu bisa digunakan oleh pelaku korupsi, untuk menyatakan penyidikkan KPK tidak sah. Itu bahaya," tutur dia.

Kurnia menilai terjadi anomali pada Dewas KPK yang cepat memutuskan pelanggaran kode etik pada penyidiknya, namun lamban dalam memproses dugaan pelanggaran kode etik yang melibatkan para pimpinannya.

"Ini jadi anomali di Dewas KPK, kalau kasus-kasus ini mereka cepat mengeluarkan putusan, tapi justru kasus-kasus pimpinan KPK lama betul putusannya. Beberapa laporan ICW justru ditolak Dewa," imbuh Kurnia.

Terakhir, Kurnia menuturkan bahwa kejanggalan dalam penanganan perkara korupsi paket bansos juga karena pemberhentian dua penyidiknya melalui Tes Wawasan Kebangsaan (TWK). Keduanya adalah Andre Nainggolan dan Praswad Nugraha.

"Jadi indikator ini jelas dan tidak bisa ditutup-tutupi lagi bahwa ketidaksukaan dari internal KPK yang kami curigai itu pimpinan KPK, ketika penyidik korupsi bansos ini membongkar perkara tersebut," ujar dia.

Diketahui persidangan dugaan korupsi pengadaan paket bansos Covid-19 di wilayah jabodetabek tahun 2020 masih terus berlanjut.

Baca juga: Bantah Terima Fee dari Vendor Pengadaan Bansos Covid-19, Juliari: Saya Baru Tahu Ada Kasus Ini

Pada perkara ini Juliari diduga menerima fee dari pengadaan paket bansos yang dilakukan oleh sejumlah perusahaan vendor.

Jaksa menduga Juliari menerima total fee Rp 32,48 miliar yang dikumpulkan melalui dua anak buahnya yaitu Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono.

Pada proses persidangan, beberapa saksi menyebutkan adanya keterlibatan dua politisi PDI-P sekaligus anggota DPR yaitu Herman Hery dan Ikhsan Yunus.

Keduanya disebut terlibat dalam penentuan kuota paket bansos tahap II yang berjalan pada Juli-Desember 2020.

https://nasional.kompas.com/read/202...page=all#page2


Buruk gan
save.indonesia
save.indonesia memberi reputasi
1
1.4K
22
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.