Anak ke tiga saya namanya Fikar, untuk motorik kasarnya saya acungi jempol, ketika anak-anak seusianya belum bisa berjalan dia sudah bisa berlari. Namun motorik halusnya dia memang tertinggal dari teman-temannya, ketika teman-temannya sudah bisa lancar bicara dia tidak selancar teman-teman seusianya. Dalam pengucapan masih tersendat-sendat, bilang Bu guru menjadi Badulu, bilang seekor menjadi seetong, itu saat usia TK, yang seharusnya sudah lancar bicara, bukannya saya tidak berusaha, setiap hari saya berkomunikasi dengan bahasa yang benar.

Saya masih ingat, bahkan saudara sepupunya karena tidak bisa mengerti apa yang Fikar katakan pernah bilang: "Apa kamu nggak bisa ngomong." tapi Fikar menjawab dengan kesal "Tamu yan tak bita nomon." (Kamu yang nggak bisa ngomong)
Pernah suatu hari Mbah Putrinya menyuruh untuk memandikan Fikar di Sumur Masjid Sapuro dan mengerik lidahnya, agar bicaranya lancar tapi maaf saya tidak percaya hal yang seperti itu. Setiap saat dalam doa saya meminta pada Allah : Lancarkanlah bicaranya. Alhamdulillah lulus TK dia lancar bicara.

Bagaimana saat SD nya? Masuk SD sudah bisa membaca dan menulis? pernah ketika dia tidak mau belajar saya menawarkan untuk ikut les tapi dia tidak mau. Semester pertama nilainya biasa saja masih bisa mengikuti, semester dua lumayan mulai bisa nembaca, menulis dan berhitung.

Saat menerima raport wali kelasnya bilang untuk mengajari Fikar membaca, menulis juga berhitung, karena nilainya termasuk di deretan bagian bawah. Bu gurunya juga komplain dengan cara dia memegang pensil yang tidak sama dengan anak-anak yang lain. Bu gurunya mungkin kaget kenapa Fikar bisa beda dengan dua Kakaknya, karena dua kakaknya nilainya bagus.

Saya utarakan pada Bu gurunya, untuk saat ini Fikar bisa bicara lancar saja saya sudah Alhamdulillah. Akhirnya saya ceritakan semuanya, memang dari segi bahasa dia terlambat, Bu gurunya menyimak dengan mata berkaca-kaca. Bahkan beliau menasehati saya, bahwa nggak ada anak bodoh di dunia ini dan lain-lain.
Saya tersenyum mengangguk mendengar nasihatnya. Apakah saya memarahi Fikar ketika mengambil raport Kakak pertamanya rangking 1, kakak ke 2 nya rangking 2 dan Fikar rangking 22, dengan tersenyum saya berucap: Tidak apa-apa, yang penting masih ada duanya. Terus bagaimana saya menghadapi Fikar? Saya yakin Fikar tidak bodoh, dia memang tidak suka matematika, tidak suka menggambar tapi satu yang aku tahu dia suka memasak. Seperti Kakak Hilmi dia suka edit anime ya saya dukung. Kakaknya suka Bahasa Jepang juga saya dukung. Berikan yang terbaik untuk anak kita, semampu kita.