• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Inilah Sketsa Sederhana Bila Anak Dibiarkan Bermain Ponsel Tanpa Bimbingan Orangtua

nurdiansyahoem
TS
nurdiansyahoem
Inilah Sketsa Sederhana Bila Anak Dibiarkan Bermain Ponsel Tanpa Bimbingan Orangtua
Usianya baru menginjak tahun ketiga. Bunga (nama samaran) tumbuh menjadi bocah yang hyperaktif. Polahnya sungguh membuat repot setiap orang yang menjaganya. Meleng sedikit, bisa-bisa Bunga sudah sampai ke lantai 2. Hal yang sungguh mengerikan, mengingat anak tangga di rumah bentuknya agak curam. Meskipun sudah cukup tangkas berjalan, namun usianya yang baru segitu membuat setiap orang dewasa yang menjaganya mesti merasa khawatir. Masih untung tak keluar rumah, sebab pernah sekali waktu geger seisi rumah karena kehilangan dirinya. Namanya juga bocah, rasa ingin tahu yang kuat kadang membawanya keliling areal perumahan hanya sekadar ingin mengetahui ada apa di luar sana. Bunga yang notabene pemberani sudah pasti gampang sekali dibujuk oleh seorang yang baru dilihatnya. Hal itulah yang membuat semua khawatir dengan dirinya.
Sebotol susu sudah habis diminum oleh Bunga. Namun tanda-tanda ia mau memejamkan mata, belum ada. Aduh. Padahal Eyangnya sudah lelah rasanya menjaganya. Tapi anak ini sulit sekali dibujuk untuk tidur siang. Pikir Eyangnya, jika bocah ini bangun dari tempat tidur dan nanti pasti beliau bakal lelah mengejarnya ke sana-sini, handphone pada akhirnya menjadi dewa penyelamat Eyang. Berjam-jam lamanya, Bunga pun asyik menatap layar handphone. Anteng. Sampai si Eyang pun bisa terlelap di sampingnya. Sekian kalinya, ponsel menyelamatkan Eyang dari kelelahan.

Lain Bunga, lain pula kisah kakaknya, Tasya (nama samaran) . Usianya terpaut 5 tahun di atasnya. Sebagai kakak pencemburu, tasya mempunyai sikap yang sedikit vokal, lebih tepatnya cerewet. Hampir segala yang berkaitan dengan sang adik, Tasya hampir tidak pernah menyukainya. Cemburu khas seorang kakak, yang merasa kasih sayang orang-orang terfokus kepada sang adik. Sementara ia menganggap tidak ada yang sayang lagi kepadanya.
Kedua orangtuanya kebetulan bekerja. Jadi tanggung jawab momong anak sepenuhnya diserahkan kepada Eyangnya.
Ada satu moment di mana Tasya mau tenang atau hilang rasa kecemburuannya kepada sang adik adalah ketika sebuah handphone lekat di telapak tangannya. Semua pikirannya tumpah pada game yang dimainkan atau mungkin yutub yang sedang disaksikannya.
Tapi lagi-lagi lain Bunga, lain juga Tasya. Cerewetnya yang gak ketulungan justru kerap memicu masalah. Kebisingan yang ia timbulkan kadang justru kerap menggangu adiknya ketika Eyang sedang berusaha menidurkannya. Mungkin karena cemburu, Tasya justru terkesan sengaja membesarkan volume suaranya. Alhasil adiknya tak bisa tidur dan Eyangnya juga tidak bisa beristirahat siang.
Orangtuanya bukan tak tahu kelakuan anaknya ketika bermain game atau menonton yutub. Heboh dan cerewet. Tapi lagi-lagi, ketimbang kelayapan di luar rumah sedangkan situasi sedang seperti ini, atau barangkali rewel dan kerap kali menangis karena sebab yang tak jelas. Maka barangkali orangtuanya memilih untuk pura-pura tak tahu saja dan bisa jadi di luar sepengetahuan orang, ada pembahasan kedua orangtuanya tantang perilaku anaknya. Mungkin.
Yang jelas, ponsel menyelamatkan orangtuanya dari kerewelan anaknya yang selalu saja mencemburui adiknya. Dan juga membuat orangtuanya bisa fokus mengerjakan tugas kantor yang sebab pandemi ini dikerjakan di rumah.
Apa yang nampak di matanya itu pula yang kemudian dilakukannya. Melihat orang tuanya yang tak lepas dari laptop dan juga ponselnya, Tasya dan juga bunga seperti resah bila tak ada ponsel ditangannya. Terutama Tasya, otaknya selangkah lebih pintar dari anak seusianya. Terutama dalam hal mencari-cari alasan agar ibunya mau memberikan ponsel kepadanya. Haduh...
Sang Ibu yang iba kepada anaknya, terlebih karena tuntutan sang Ayah agar jangan terlalu keras pada anaknya justru membuat anaknya tak terkendalikan lagi.
Imbasnya, suatu ketika saat Tasya sedang asyik bermain ponsel, Eyangnya menyuruhnya untuk belajar. Dan sebuah jawaban yang paling brutal keluar dari mulutnya,

"Eyang diem kenapa!! Ganggu aja. Eyang gak ada akhlak..."

Bocah usia 7 tahun barangkali belum tahu bahwa ucapannya itu kurang ajar. Dan semua orang tahu, dari mana dia mendapatkan bahasa-bahasa seperti itu. Yang jelas bukan dari Eyangnya yang kerap memomongnya setiap hari atau dari orang tuanya.

Agaknya begitulah contoh sederhana karena terlalu membiarkan anak asyik bermain dengan ponsel tanpa pengawasan dari orangtua.

Gimana menurut Gansist semua? Pernah gak punya pengalaman seperti yang ane sketsain diam atas? Yuukk bijak dalam mendidik anak.

Selamat malam. Semoga jadi pelajaran bagi kita semua.
rinandyacaerbannogrbbterina79purba
erina79purba dan 6 lainnya memberi reputasi
7
2.8K
40
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The Lounge
icon
922.4KThread81.3KAnggota
Terlama
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.