marwoto.ebongAvatar border
TS
marwoto.ebong
Ini Alasan Kemenkeu Ubah PPN, Tak Bisa Maksimalkan Pertumbuhan Kelas Menengah


Bisnis.com, JAKARTA — Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan menyampaikan salah satu alasan pemerintah mengubah skema penarikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Perubahan skema tersebut tengah dibahas dalam revisi Undang-Undang tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (UU KUP).

Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Hidayat Amir menuturkan saat ini, kelas menengah di Indonesia tengah tumbuh. Hal ini berjalan beriringan dengan peningkatan konsumsi rumah tangga, di mana rata-rata pertumbuhan konsumsi dari 2018 adalah sebesar 12 persen.

“Akan tetapi, PPN belum bisa meng-capture [menangkap] itu. Ini yang mau dibenahi,” katanya dalam diskusi secara daring dengan wartawan, Jumat (4/6/2021).

Amir menjelaskan bahwa jika pertumbuhan konsumsi masyarakat dibarengi dengan PPN yang naik, hal tersebut bisa menjadi sumber penerimaan.

Pada saat yang sama, sejak tahun lalu, perekonomian sedang terganggu akibat Covid-19. Hal ini berimbas pada turunnya penerimaan pajak negara, sedangkan pengeluaran belanja meningkat.

Namun, lanjut Amir, kondisi ini menjadi momen yang tepat untuk sekaligus memperbaiki sistem perpajakan. Pasalnya, jika ekonomi pulih pada saat yang berbarengan dengan pungutan yang telah baik, akan berdampak positif terhadap keberlanjutan fiskal Indonesia.

“Karena di sisi lain, defisit [Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara] bisa diturunkan, sistem pajak makin naik, harusnya fiskalnya makin sehat,” jelasnya.

Seperti diketahui, pemerintah berencana menaikkan tarif PPN untuk barang-barang mewah.

Sebelumnya, Staf Khusus Menteri Keuangan Bidang Komunikasi Strategis Yustinus Prastowo mengatakan rencana pemerintah untuk menaikkan PPN tersebut bertujuan untuk memberikan fasilitas yang tepat sasaran. Dia menjelaskan PPN untuk barang-barang yang dibutuhkan publik bisa turun menjadi 5 atau 7 persen, yang awalnya dikenakan sebesar 10 persen.

Sebaliknya, barang-barang yang tidak dibutuhkan masyarakat banyak tetapi dikonsumsi oleh masyarakat kelas atas dan yang sifatnya terbatas dapat dikenakan pajak yang lebih tinggi.

SUMBER
Diubah oleh marwoto.ebong 05-06-2021 11:35
nomorelies
nomorelies memberi reputasi
1
868
18
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
670.7KThread40.8KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.