Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

NegaraTerbaruAvatar border
TS
NegaraTerbaru
Dewas KPK Jembatani Istana dan Novel Baswedan
Spoiler for Dewas KPK:


Spoiler for Video:


“Menerima dan menindaklanjuti laporan dari masyarakat mengenai adanya dugaan pelanggaran kode etik oleh Pimpinan dan Pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi.” Itulah salah satu dari tugas dan kewenangan Dewan Pengawas (Dewas) KPK.

Tugas dewas KPK itu pula yang menyebabkan 75 pegawai KPK mengadu kepadanya setelah merasa mendapatkan perlakuan sewenang-wenang dari para pimpinan KPK setelah dinyatakan gagal Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dalam rangka alih status pegawai menjadi ASN. Namun, para pimpinan KPK tentu memiliki argumen sendiri dalam memutuskan untuk menonaktifkan 75 orang pegawainya yang tak lolos TWK.

Lantas bagaimana sebaiknya Dewas KPK bertindak? Mari simak penjelasan berikut.

Beberapa waktu yang lalu, hasil TWK (Tes Wawasan Kebangsaan) KPK yang menyebabkan 75 pegawai KPK dinonaktifkan mendapat perhatian dari Presiden Jokowi. Menurut Jokowi, hasil TWK tidak serta merta dapat dijadikan dasar untuk memberhentikan 75 pegawai KPK yang dinyatakan tidak lolos tes. Oleh karena itu, mantan Gubernur DKI Jakarta itu meminta pimpinan KPK, Menpan RB hingga Kepala BKN menindaklanjuti 75 pegawai KPK yang tidak lolos TWK.

Menpan RB Tjahjo Kumolo menindaklanjutinya dengan mengatakan akan melakukan koordinasi dengan KPK dan BKN. Pasalnya, dasar dari tes tersebut adalah peraturan KPK yang bersifat internal yang diatur dalam Peraturan KPK Nomor 1 Tahun 2021.

Sumber : Kompas[Jokowi Beri Arahan Terkait Tindak Lanjut 75 Pegawai KPK, Ini Respons Menpan RB]

Namun sebaiknya, ada satu pihak lagi yang diajak pihak pemerintah untuk berdiskusi dan berkoordinasi. Yakni Dewas KPK. Apalagi pihak yang diprotes oleh para pegawai KPK adalah para pemimpinnya sendiri yang pada dasarnya masuk ke dalam ranah Dewas.

Pada 18 Mei 2021 lalu, Novel Baswedan beserta 74 pegawai KPK yang tidak lolos TWK melaporkan seluruh pimpinan KPK ke Dewas karena diduga melanggar kode etik. "Semua pimpinan karena sebagaimana kita ketahui SK 652 yang ditandatangani oleh Bapak Firli Bahuri dan kita berpikiran itu kolektif kolegial sehingga semua pimpinan kami laporkan," kata Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK Hotman Tambunan di kantor Dewas KPK.

Hotman menjelaskan, pelaporan itu dilakukan karena tiga hal, yang pertama soal kejujuran soal TWK. Pasalnya, pimpinan KPK pada awalnya mengatakan tidak ada konsekuensi dari TWK, namun akhirnya keputusan itu berakhir beda. Kedua adalah pertanyaan di TWK yang dinilai melecehkan perempuan. Lalu yang ketiga adalah soal kesewenangan pimpinan KPK terhadap putusan MK soal TWK tidak boleh merugikan pegawai.

Sumber : Detik [Novel Baswedan dkk Laporkan Seluruh Pimpinan KPK ke Dewas!]

Namun, para pimpinan KPK tentu memiliki alasan tersendiri dalam mengambil keputusan tak meloloskan pegawainya. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menyatakan pihaknya menghormati pelaporan terhadap kelima pimpinan KPK ke Dewas.

Ia melanjutkan, pimpinan KPK menyerahkan sepenuhnya tindak lanjut pelaporan tersebut kepada Dewas sesuai dengan tugas dan kewenangan mereka. Alexander juga menegaskan bahwa pimpinan selalu membahas dan berdiskusi tidak saja dengan semua pimpinan bahkan dengan jajaran pejabat struktural KPK sebelum mengambil keputusan. Menurutnya hal itu dilakukan sebagai perwujudan kepemimpinan kolektif kolegial. Dengan kata lain, semua produk kebijakan yang dikeluarkan oleh kelembagaan KPK seperti Peraturan Komisi, Peraturan Pimpinan, Surat Keputusan, Surat Edaran dan semua surat yang ditandantangani oleh Ketua telah dibahas dan disetujui oleh empat pimpinan lainnya.

Sumber : Republika [Pimpinan KPK Pasrah Dilaporkan ke Dewas]

Dengan kata lain, kedua belah pihak, baik para pegawai maupun pimpinan KPK memiliki argumennya masing-masing. Bahkan di dalam Dewas sendiri pun sepertinya ada perbedaan pendapat soal nasib 75 pegawai KPK.

Contohnya Anggota Dewas KPK Syamsuddin Haris. Ia mendukung pendapat Presiden Jokowi terkait TWK. Menurut pandangannya, hasil tes TWK yang bermasalah tidak bisa dijadikan dasar pemberhentian pegawai KPK. Sebab sesuai putusan MK dalam uji materi UU Nomor 19 Tahun 2019 tentang KPK menyatakan bahwa alih status pegawai KPK menjadi ASN tidak boleh mengurangi hak-hak pegawai itu sendiri.

Sumber ; Kompas [Anggota Dewas KPK Setuju Pernyataan Presiden Jokowi Terkait TWK Pegawai KPK]

Pandangan salah satu dewas KPK tersebut agaknya bertolak belakang dengan anggota Dewas KPK lainnya, yakni Indriyanto Seno Adji. Indriyanto mengatakan bahwa keputusan pimpinan KPK menonaktifkan 75 pegawai KPK sudah memenuhi aspek kolektif kolegial. Ia juga mengaku bahwa dewas KPK juga turut hadir dalam rapat penentuan kebijakan itu.

Sumber : Kompas [Perwakilan 75 Pegawai Tak Lolos TWK Laporkan Indriyanto ke Dewas KPK]

Maka, sebelum ada keputusan lebih lanjut soal nasib 75 pegawai KPK dan tuntutan mereka terhadap para pimpinan KPK, ada baiknya antara Dewan Pengawas KPK berdiskusi dengan pihak istana, Menpan RB maupun BKN, bukan? Agar persoalan ini menjadi jelas dan tak ada pihak yang merasakan ketidakadilan dan dirugikan.
Diubah oleh NegaraTerbaru 21-05-2021 10:07
eyefirst2
husnamutia
kluwer
kluwer dan 4 lainnya memberi reputasi
5
1.3K
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923.4KThread84.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.