Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Majalah.LibertyAvatar border
TS
Majalah.Liberty
Sosok Ismail Haniyeh, Pemimpin Hamas yang Surati Jokowi Minta Dukungan untuk Gaza
Sosok Ismail Haniyeh, Pemimpin Hamas yang Surati Jokowi Minta Dukungan untuk Gaza


Nama Ismail Haniyeh menarik perhatian publik setelah mengirimkan surat kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi), belum lama ini. Surat itu berisi permintaannya agar Indonesia memobilisasi dukungan internasional untuk mengakhiri pendudukan Israel atas Gaza.

Haniyeh, yang kini berusia 59 tahun, adalah salah satu tokoh politik penting Palestina. Dia terpilih menjadi kepala biro politik Hamas, empat tahun lalu. Dia secara resmi mulai memegang jabatan itu pada 6 Mei 2017, menggantikan Khalid Meshaal.

Hamas adalah organisasi politik yang berbasis di Jalur Gaza. Organisasi itu antara lain dikenal karena gerakan perlawanannya yang keras terhadap penjajahan Israel. Sementara Haniyeh—yang juga tinggal di Gaza—memiliki reputasi sebagai politikus yang fleksibel.

Pria bernama lengkap Ismail Abdussalam Ahmad Haniyeh itu lahir di kamp pengungsi Shati di Gaza. Orang tuanya melarikan diri dari Kota Asqalan (Ashkelon) setelah Negara Israel didirikan pada 1948.

Dilansir dari Aljazirah, Haniyeh menimba ilmu di Institut al-Azhar di Gaza dan meraih gelar sarjana di bidang sastra Arab dari Universitas Islam Gaza.

Saat kuliah pada 1983, Haniyeh bergabung dengan Islamic Student Bloc, pendahulu Hamas.

Saat dia lulus dari kampus Universitas Islam Gaza pada 1987, meletuslah pemberontakan massal rakyat Palestina melawan pendudukan Israel. Peristiwa itu dikenal sebagai Intifadah Pertama, yang  kemudian disusul dengan berdirinya Hamas sebagai organisasi resmi.

Otoritas Israel pernah memenjarakan Haniyeh selama 18 hari ketika dia berpartisipasi dalam protes menentang pendudukan zionis. Setahun kemudian, pada 1988, dia dipenjarakan lagi selama enam bulan dan menghabiskan tiga tahun lagi di dalam bui pada 1989 atas tuduhan bahwa dia adalah anggota Hamas.

Setelah dibebaskan, Israel mendeportasi Haniyeh ke Lebanon Selatan bersama dengan para pemimpin senior Hamas lainnya. Dia menghabiskan waktu di Lebanon selama satu tahun. Setelah penandatanganan Perjanjian Oslo antara Israel dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO), dia pun pulang ke Gaza.

Sekembalinya ke kota itu, Haniyeh menjadi asisten dekat dan asisten salah satu pendiri Hamas, almarhum Syekh Ahmad Yassin, pada 1997.

Pada 2001, ketika Intifadah Kedua meletus, Haniyeh memperkuat posisinya sebagai salah satu pemimpin politik Hamas. Dia menjadi orang nomor tiga dalam organisasi itu, setelah Syekh Yassin dan Abdul Aziz al-Rantisi.

Haniyeh dan Yassin lolos dari kematian pada 2003, dalam upaya pembunuhan oleh Israel yang gagal. Kala itu, tentara zionis melancarkan serangan udara di sebuah blok apartemen di pusat kota Gaza, tempat kedua pria itu menggelar pertemuan.

Beberapa bulan kemudian, Syekh Yassin wafat setelah diserang oleh helikopter Israel, saat pemimpin Hamas itu meninggalkan masjid seusai menunaikan Shalat Subuh.

Nama Haniyeh semakin bersinar pada 2006, ketika dia memimpin Hamas memenangkan pemilu legislatif dan mengalahkan organisasi politik Fatah—yang telah berkuasa selama lebih dari satu dekade di Palestina.

Dia sempat menjabat perdana menteri Otoritas Palestina untuk waktu yang singkat. Penolakan komunitas internasional untuk bekerja dengan Hamas, kebuntuan serta kekerasan antara Hamas dan Fatah pada akhirnya menyebabkan pembubaran pemerintah persatuan Palestina pada 2007. Sebagai buntut dari perpecahan itu, Hamas muncul sebagai penguasa tunggal Jalur Gaza.

Haniyeh diberhentikan sebagai perdana menteri oleh Presiden Palestina Mahmoud Abbas. Kendati demikian, secara de facto dia tetap menjadi pemimpin gerakan politik rakyat Palestina di Jalur Gaza.

Pada 2010, pada konferensi pers di Gaza, Haniyeh mengatakan dia akan menerima batas-batas Negara Palestina sesuai perjanjian 1967, dengan Yerusalem sebagai ibu kotanya. Dia juga menyatakan pemerintahan Hamas akan bersedia bekerja dengan Barat yang ingin membantu rakyat Palestina mendapatkan kembali hak-hak mereka.

Selama Perang Israel 2014 di Gaza, dua keponakan Haniyeh tewas. Sebagian rumahnya hancur ditembak Israel.

Pada 6 Mei 2017, Haniyeh terpilih menjadi kepala biro politik Hamas.

Dalam sebuah artikel opini yang ditulisnya untuk The Guardian pada 2007, Haniyeh mengungkapkan kesediaannya untuk mencari jalan perdamaian dengan Israel. Pernyataannya itu berbeda dengan sikap yang dideklarasikan oleh Hamas kala itu. 

“Jika Israel serius tentang perdamaian, ia harus mengakui hak-hak dasar rakyat kami,” tulis Haniyeh dalam artikel tersebut.

https://www.inews.id/news/internasio...untuk-gaza/all




Ayo Pak Jokowi, Indonesia harus membantu perjuangan umat Islam Palestina untuk merdeka dari penjajahan TERORIS ZIONIS ISRAEL!!!

INDONESIA HARUS PRO AKTIF MEMBANTU PALESTINA!!!

KARENA PALESTINA ADALAH NEGERA PERTAMA YANG MENGAKUI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA PADA TAHUN 1945

emoticon-I Love Indonesia
nomorelies
nomorelies memberi reputasi
1
1.6K
22
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.8KThread41.5KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.