Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ikardusAvatar border
TS
ikardus
Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir: Penyematan Radikalisme Overdosis Ke Umat Islam
MUHAMMADIYAH.ID, YOGYAKARTA – Berbicara dalam forum Center of Southeast Asian Social Studies Universitas Gajah Mada, Sabtu (1/5) Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir mengeluhkan tajamnya fenomena penyematan radikalisme kepada umat Islam.

Menurut Haedar, penyematan semacam itu tidak hanya bermasalah secara akademik dan historis, tapi juga bermasalah bagi kerja-kerja moderasi kelompok Islam moderat seperti Muhammadiyah.
“Kami juga melakukan kritik, Indonesia juga overdosis ketika mengeksplor radikalisme-ekstrimisme itu pada Islam. Dan itu kekeliruan besar sebenarnya,” kata Haedar.

Menghadapi radikalisme-ekstrimisme, Muhammadiyah menggunakan metode moderasi, yakni memperluas dakwah dengan penekanan sikap tengahan atau wasathiyah di dalam Islam.

Cara moderasi, dianggap lebih efektif memutus mata rantai tak berkesudahan radikalisme.
Akan tetapi, minimnya penyampaian dakwah moderasi dianggap berat jika sematan radikalisme kepada umat Islam masih gencar dilakukan.

“Ketika radikalisme dan ekstrimisme hanya disematkan pada Islam, itu nanti akan kontraproduktif dan menggeneralisasi. Kami yang hadir di titik moderat itu juga berat menghadapinya,” imbuh Haedar.

RELATED POST

Melacak Jejak Semangat Prufikasi dan Pembaharuan Kiai Dahlan

Milad-89 Tahun, Pemuda Muhammadiyah Komitmen Lahirkan Lebih Banyak Negarawan

Menggunakan lensa yang lebih luas, nyatanya gejala radikalisme tidak hanya berlaku pada agama saja, Haedar melihat gejala ini juga terjadi pada kelompok yang terlalu nasionalis sehingga menganggap hal-hal yang berkaitan dengan agama mengancam eksistensi negara.

“Bagi sosial politik yang berdimensi nasionalisme juga ada kecenderungan radikalisme melalui ultra nasionalis, tidak suka dengan mereka yang membawa agama. Begitu mendengar agama itu alergi,” kritiknya

https://muhammadiyah.or.id/penyemata...ke-umat-islam/

Ketua PP Muhammadiyah Haedar Nashir: Penyematan Radikalisme Overdosis Ke Umat Islam


https://mobile.




Akademisi UIN: Radikalisme membajak agama

Jumat, 25 Oktober 2019 19:47 WIB

Jakarta (ANTARA) - Wakil Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta Waryono Abdul Ghafur mengatakan umat beragama selayaknya tidak marah dengan istilah radikalisme, tetapi mestinya marah ketika ajaran agama itu justru dibajak oleh kelompok-kelompok radikal.

Dalam keterangan tertulis yang diterima ANTARA, Jumat, Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama ini mengatakan bahwa manusia harus mempunyai komitmen bukan hanya keagamaan, melainkan juga komitmen kemanusiaan.

"Di sini komitmen kemanusiaan  harus lebih banyak dibunyikan karena akan menjadi argumen utama bahwa sikap radikal yang tidak memanusiakan manusia itu justru atas nama apa pun tetap salah," katanya menegaskan.

Pria kelahiran Cirebon, 10 Oktober 1972, ini melanjutkan, "Di sini kita yang harus marah dan tegas kalau ada yang membajak agama untuk tindakan radikal. Jangan tokoh agama ormas besar selalu diam, ini akan sebabkan kejadian terulang karena dianggap tokoh ormas besar diam berarti tindakan yang radikal ini benar. Padahal salah menafsir ayat, bahaya, ini yang harus dikedepankan oleh siapa pun, terutama tokoh-tokoh agama dan juga tokoh masyarakat."

Menurut dia, tidak ada agama yang mengajarkan kekerasan. Tidak ada juga agama yang radikal, tetapi cara sebagian orang dalam beragama yang kemudian menyebabkan timbulnya stigma radikal dan ekstrem (ghuluw).

Baca juga: BNPT: ASN berhati-hati dalam menggunakan media sosial

Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi di UIN Sunan Kalijaga ini juga mengatakan bahwa melawan kelompok-kelompok radikal yang sering menggunakan agama itu ternyata tidak efektif kalau menggunakan jargon Pancasila.

"Justru untuk melawan jargon-jargon dan narasi mereka tentunya harus kita lawan dengan jargon agama juga. Bahwa agama yang sesungguhnya itu tidak mengajarkan kekerasan seperti itu," kata dia menandaskan.

Dengan demikian, lanjut dia, ada semacam counter wacana dan counter discuss. Akan tetapi, kalau kelompok-kelompok radikal tersebut yang dari awal sudah anti-NKRI maupun anti-Pancasila dan dijawab atau dilawan dengan Pancasila tentu akan kontraproduktif atau sia-sia saja.

"Jadi, harus kita jawab dengan jargon agama yang mereka juga pakai agama. Kalau mereka itu sudah anti-NKRI maupun anti-Pancasila lalu malah kita suguhi dengan Pancasila, ya, makin resisten," kata mantan Wakil Syuriah Nahdatul Ulama (NU) Kota Yogyakarta itu.

Baca juga: Lurah, Kades, Babinsa, Bhabinkamtibmas ujung tombak cegah terorisme

Ia menekankan, "Tentunya yang melawan pun juga harus memiliki ilmu agama yang cukup mumpuni. Jangan sampai ilmu agamanya pas-pasan lalu kalah sama kelompok itu."

Pria yang juga pernah menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Administrasi Umum, Perencanaan, dan Keuangan di kampus yang sama itu menuturkan bahwa lembaga pendidikan juga memiliki peranan yang sangat penting untuk menangkal paham radikal. Pasalnya, di lembaga pendidikan itu ada guru, ada dosen yang akan memberikan pelajaran kepada anak didiknya.

Kendati demikian, harus dipastikan pula bahwa para pendidik ini jauh dan tidak terpapar dari paham-paham radikalisme dan terorisme tersebut.

"Kemendikbud dulu, misalnya, juga pernah kecolongan saat ada buku yang mengajarkan radikalisme. Jangan sampai hal itu terjadi lagi. Pendidikan itu penting tetapi yang harus dilihat itu juga sistem, guru, atau tenaga pendidik, buku-bukunya dan juga kurikulumnya," katanya.
Diubah oleh ikardus 02-05-2021 11:41
scorpiolama
pilotugal2an541
anu.ku.l
anu.ku.l dan 7 lainnya memberi reputasi
8
1.5K
41
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672KThread41.8KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.