Tidak ada satupun makhluk yang bisa memilih menjadi apa atau siapa di dunia. Termasuk Shinta Ratri, seorang waria yang menerima jati dirinya utuh, tanpa mengurangi hak bertuhan.

Memiliki nama lahir Tri Santoso, Shinta terbilang telah melalui pahit manis perilaku orang di sekitarnya terhadap identitas Shinta sebagai waria.

Ruang gerak yang terbatas untuk para waria di negara ini membuat Shinta menjadi salah satu warga negara yang harus melalui diskriminasi, perundungan, bahkan persekusi.

Sesungguhnya ketika kita menjadi diri sendiri, itu sudah menjadi sesuatu yang paling bahagia. Ketika kita menjadi diri yang disukai orang lain itu adalah penderitaan" -Shinta Ratri

Shinta lahir dari keluarga yang cukup demokratis. Menginjak usia dewasa, Shinta diajak berdiskusi dengan keluarganya perihal bagaimana dia melanjutkan kehidupan sebagai waria. Dalam diskusi tersebut Shinta menjelaskan bahwa dia tidak pernah berdoa tentang apa yang dijalankannya selama ini. Dia hanya menjalankan panggilan jiwa sebagai perempuan dan memilih berani mengekspresikannya. Keluarga Shinta pun akhirnya menerima dan memperlakukan Shinta sebagai perempuan hingga saat ini.



Sejumlah prestasi di sekolah dijadikan tameng oleh Shinta untuk menjauhinya dari perundungan. Lulus sebagai sarjana Biologi di Universitas Gadjah Mada, Shinta memilih profesi sebagai pengrajin perak.

Aktif dalam pergerakannya untuk memberdayakan para waria di lingkungan Yogyakarta. Berawal menjadi ketua IWAYO (Ikatan Waria Yogyakarta), Shinta kemudian dipercaya para anggota untuk memimpin Pondok Pesantren Waria Yogyakarta.

Perjalanan penerimaan jati diri tidak berhenti, dia dan kawan waria lainnya bergerak mengejar hak beribadah sebagai waria dalam payung Pondok Pesantren Waria Al-Fatah.

Tidak hanya soal agama Islam, pesantren ini mengadakan kegiatan non-agamis seperti kerajinan tangan, mengunjungi pesantren lain, dan sebagainya.

Februari 2016, pondok pesantren tersebut didatangi FJI (Front Jihad Islam) dengan alasan pembubaran tempat yang dianggap menyimpang. Momen tersebut nyatanya memberikan berkah terselubung bagi kawan-kawan waria di sana.

Pergerakan pemberdayaan hak waria dalam beribadah pun semakin hari semakin menemukan uluran tangan dari pihak-pihak lain. Di antaranya pihak LBH, Eva Sundari, serta Komnas Perempuan.

Hingga saat ini Pondok Pesantren Waria Al-Fatah Yogyakarta menjadi tempat bernaung para waria. Terutama bagi mereka yang mengalami keterbatasan untuk berupaya dekat dengan Tuhannya di ruang publik. Segala kegiatan mereka lakukan demi pemberdayaan kaum waria.

https://news.detik.com/berita/d-5536...esantren-waria

BAKAL MASUK SURGA JAHANAM KAH?