Indonesia adalah negara agraris dengan kebutuhan pasokan pangan yang terbilang cukup besar. Bayangin aja, jumlah penduduk Indonesia sampai tahun 2019 aja sudah mencapai 270 juta jiwa, kebayang dong sebanyak apa kebutuhan pangan yang harus dipenuhi untuk seluruh penduduk tersebut.
Meskipun kebutuhan pasokan pangan terus meningkat, sayangnya ketersediaan sumber daya manusia (SDM) Indonesia yang berada di sektor pertanian jumlahnya terus merosot. Kebanyakan sih, generasi muda saat ini lebih pengen bekerja dan berkarya di sektor industri. Alasannya bisa dibilang sederhana, karena rendahnya pendapatan di sektor pertanian yang membuat sektor ini kurang "seksi" untuk dijadikan mata pencaharian buat anak muda. Tapi gak cuma itu, terbatasnya akses terhadap lahan juga membuat anak muda memilih pekerjaan lain daripada menjadi petani.
Ada kalimat pamungkas yang dari dulu mungkin udah populer di telinga kita semua yang bunyinya,
"Toh, banyak anak petani yang gak mau jadi petani". Fenomena ini emang cukup membuat bingung, kalau semua generasi penerus gak mau jadi petani, terus bakal darimana ya kita bakal menghasilkan makanan?
Impor dong?Itu sih urusan pemerintah kita aja deh,
hehe.
Mungkin ada beberapa hal yang menjadi alasan kenapa generasi muda gak berminat untuk bekerja di sektor pertanian. Berikut ini akan gw kutip pandangan seorang netizen bernama
Arif Yulianto dibawah ini:
Quote:
1. Masalah gengsi jadi petani
Ini sudah tertanam dalam dalam di pikiran setiap orang Indonesia bahwa menjadi petani sangat tidak bergengsi, pekerjaan kelas rendah dan lekat dengan stigma kegagalan hidup karena gak ada pilihan lain. Orang tua mana yang rela anaknya bekerja sebagai petani apalagi kalau mereka mampu menyekolahkan anaknya sampai tinggi.
2. Identik dengan pekerjaan kasar dengan bayaran rendah
Jadi sama sama kerja kasar, berpanas panas matahari dan berbayaran rendah kenapa harus jadi petani kalau bisa jadi pekerja pabrik? Kadang cukup beruntung bisa kerja di pabrik ber-AC. Apalagi sektor industri memang bisa menyerap tenaga kerja dalam jumlah besar untuk lulusan SD- SMA.
3. Gak ada pendapatan tetap
Kerja di sektor pertanian itu ( kecuali perkebunan besar /BUMN perkebunan) tidak menghasilkan pendapatan tetap yang bisa diandalkan seperti jadi karyawan atau buruh pabrik. Siapa yang tidak mau pendapatan tetap tiap bulan? Pendapatan tetap sama dengan kestabilan finansial keluarga.
4. Butuh modal banyak, hasil gak nentu
Jadi petani itu sama dengan pengusaha kecil, butuh modal banyak dengan hasil gak menentu, kadang untung, kadang buntung. Modal bagi millenial adalah masalah besar, dan resiko gagal panen atau harga panen rendah adalah masalah yang lebih besar lagi karena menentukan siklus penanaman berikutnya.
5. Kepemilikan tanah baik kebun atau sawah relatif sempit terutama di Jawa
Para nenek buyut dahulu memang bisa makmur karena tanahnya luas, tapi begitu sampai ke cucu cicit, tanah sudah habis terbagi bagi dalam beberapa generasi sehingga masing masing cucu cicit tinggal memperoleh warisan tanah yang sempit. Untuk membeli tanah lagi, sangat berat karena harga tanah terus meningkat sedangkan pendapatan hanya cukup untuk membiayai KPR rumah.
6. Gak punya keahlian bertani
Millenial yg memiliki warisan tanah dari orang tuanya, sudah tidak memiliki keahlian bertani karena memang tidak bercita cita jadi petani sejak awal. Akhirnya biar simple, tanah warisannya disewakan atau dijual.
7. Buruh tani semakin langka
Tenaga kerja sektor pertanian ( buruh tani) semakin sulit diperoleh karena banyak orang lebih memilih kerja di sektor industrial. Kelangkaan tenaga kerja ini juga yang bikin orang harus mikir dua kali sebelum terjun jadi petani.
Nah, melihat poin-poin diatas, menurut kalian para kaum milenial, apakah benar seperti itu? Atau ada alasan lain yang membuat kaum milenial enggan untuk bekerja di sektor pertanian?
Coba yuk kita diskusikan di thread ini, siapa tahu nanti malah ketemu investor di sektor pertanian disini,
hehe...