Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

dwindrawatiAvatar border
TS
dwindrawati
KUPULANGKAN SUAMIKU PADA IBUNYA
Terdengar deru motor yang melambat hingga akhirnya berhenti di depan teras rumah. Itu pasti Bang Ipul, suamiku yang baru pulang kerja. Segera aku mencapai pintu, kemudian membukanya cepat. 

Kusambut ia dengan senyum di muka pintu. 

"Alhamdulillah, Abang sudah pulang," ucapku saat suamiku itu membuka helm dan mencantolkannya pada stang motor yang sudah terparkir di depan rumah kontrakan.

"Iya Dek. Maaf agak telat, tadi mampir ke rumah Ibu sebentar," jawabnya.

Perasaan tak nyaman menyusupi dada ini begitu mendengarnya. Jangan-jangan ....

"Bang, tadi Pak Sobari datang ke sini. Nagih uang kontrakan," ujarku saat kami sudah sama-sama berada di dalam rumah.

"Susu Riska juga sudah habis, Bang. Token listrik juga sudah bunyi-bunyi dari tadi," sambungku.

Suamiku berjalan menuju arah dispenser, mengambil air dingin dengan gelas plastik di tangannya, lalu mereguknya hingga tuntas.

Setelahnya, dia mengeluarkan dompet dari saku celana. Aku menunggu dengan binar bahagia, hari gajian suamiku memang sudah tiba.

"Sisa ini Dek," ujarnya lemah. Jemarinya menyodorkan beberapa helai ratus ribu rupiah saja. Ada tujuh lembar, kuterima dengan hati kecewa.

"Kok cuma segini, Bang?" protesku tentu saja.

"Tadi kan Abang sudah bilang, mampir ke rumah ibu dulu. Gaji Abang sudah Abang kasih ke ibu dan itu sisanya," jawab Bang Ipul seolah tanpa rasa bersalah.

Aku menahan sesak di dada. Selalu saja begini. Suamiku terlalu menuruti dan memanjakan ibunya. Bukannya aku hendak melarang suami berbakti pada orang tua, bukan sama sekali.

Tidak masalah jika dia memberi uang pada ibunya, asalkan seluruh kebutuhan pokok kami sudah tercukupi, aku bahkan rela jika dia berikan sisanya pada ibu mertuaku.

Ini malah terbalik. Suamiku setor dulu ke sana, baru sisanya diberikan padaku untuk mencukupi semua kebutuhan kami yang tentu saja tak akan cukup. Selalu begitu setiap suamiku gajian. 

Untunglah Riska sudah dua tahun, asupan susunya bisa kuakali dengan memberinya makanan pokok seperti nasi. Jadi dia tak sering minta susu karena sudah kenyang.

Urusan dapur sudah kuirit sehemat mungkin, tapi uang di tangan selalu saja kurang walau bagaimana aku mengakalinya. Hingga berhutang ke warung di ujung gang pun tak terelakkan sebagai solusi karena uang yang diberi Bang Ipul tak pernah cukup hingga akhir bulan.

Sering aku mengeluh pada Bang Ipul, lalu ia akan berjanji untuk lebih memprioritaskan keluarga kecil kami. Tapi setiap gajian tiba, yang terjadi justru sebaliknya. Lama-lama aku jengah juga.

"Kalau begini terus, lebih baik Adek kerja saja Bang," keluhku sambil terduduk lesu. Bang Ipul menatapku dengan sorot mata tak setuju. 

"Kerja? Kerja di mana? Terus Riska gimana?" Ia bertanya.

"Kemarin Adek ditawarin Bu Sumi kerja di tempat penampungan pinang, Riska bisa Adek bawa, karena di sana yang kerja juga ibu-ibu rumah tangga dan mereka boleh bawa anaknya serta," jawabku.

"Ya sudah kalau begitu, terserah Adek saja. Asalkan Adek tak lupa kewajiban melayani suami." Bang Ipul berkata, kemudian berlalu meninggalkanku begitu saja.

Kupandangi uang tujuh ratus ribu di tangan, lalu segera kugendong Riska menuju rumah Pak Sobari untuk membayar rumah kontrakan, sejumlah tiga ratus ribu. 

Setelahnya, aku menuju sebuah counter pulsa yang sekaligus menjual voucher listrik. Kubeli yang seratus ribuan. Kemudian aku berjalan ke warung tempatku berlangganan hutang, yang ada di ujung gang. 

Si pemilik warung menjumlah total hutangku yang kubayar sebulan sekali. Semuanya dua ratus ribu rupiah. Kini di tanganku hanya tersisa selembar seratus ribu rupiah. Kubelikan susu Riska di mini market yang terletak agak jauh dari gang rumahku. 

Besoknya, kutemui Bu Sumi di rumahnya. Aku hendak mengiyakan pekerjaan yang ditawarkannya beberapa hari yang lalu padaku. Bu Sumi bilang mulai besok aku sudah bisa mulai bekerja.

Sistem gaji yang kuterima adalah mingguan, dengan upah dua ratus ribu rupiah. Jam kerja dari pukul tujuh pagi hingga pukul lima sore.

Riska pun aku bawa.

Kini, setiap pagi aku harus berkejaran dengan waktu. Bangun subuh harus menjerang air untuk mandi Riska, dilanjutkan dengan membuat sarapan untuk Bang Ipul sebelum dia pergi bekerja. 

Selagi suami dan anakku sarapan, aku beberes membersihkan rumah yang luasnya tak seberapa. Kulanjutkan dengan mencuci piring sisa mereka sarapan. Barulah aku mandi dan pergi bekerja dengan membawa anakku.

Setiap minggu, gaji yang kuterima itu kupakai untuk biaya makan kami sehari-hari. Berusaha tak mengeluh meskipun hati sebenarnya pilu. Gaji Bang Ipul di pabrik roti sebenarnya cukup lumayan dan harusnya bisa menutup semua kebutuhan kami. 

Tapi yang sampai ke tanganku hanya sisa belas kasihan ibunya yang menikmati sebagian besar penghasilan suamiku.

Genap sudah sebulan, dan hari ini juga waktunya suamiku gajian. Aku yang sedari tadi menanti, harap-harap cemas menunggu suamiku pulang. Menjelang isya, deru motornya terdengar dari kejauhan. Tak lama ia pun tiba di depan rumah.

Kusambut ia seperti biasa. Tapi lagi-lagi aku harus kecewa, bahkan kali ini lebih parah.

"Kok masih minta uang sih, Dek? Kan kamu sudah kerja? Uang Abang tadi diminta semua sama ibu, buat tambahan beli mesin cuci. Tangan ibu suka sakit kalau nyuci manual katanya. Ini cuma sisa lima ratus ribu, tiga ratus buat bayar kontrakan, sisanya buat pegangan Abang beli bensin sama rokok," ucap suamiku tanpa rasa bersalah.

Hati ini pun terasa mendidih seketika. Tanpa bicara, kubawa Riska masuk ke dalam kamar. Tak kupedulikan suamiku yang tampak kebingungan. 

Besoknya, tak lagi kusiapkan sarapan untuknya. Pagi-pagi setelah mandi, langsung saja kugendong Riska menuju rumah tetangga yang menjual aneka sarapan pagi. Setelahnya, aku langsung pergi ketempat kerja.

Pulang dari bekerja, aku bereskan rumah yang belum sempat kurapikan tadi pagi. Lalu kucuci semua pakaian kotor milikku dan Riska. Baju Bang Ipul kulainkan, kubiarkan begitu saja.

Pulang kerja, Bang Ipul menyuarakan protes karena tak ada makanan. Aku diam saja, tak peduli. Telanjur sakit hati dibuat suamiku ini.

"Loh Dek, ini bajuku kok nggak kamu cuci? Udah numpuk gini?" tanyanya kala dilihatnya pakaian kotor miliknya teronggok di dekat pintu kamar mandi.

"Aku capek, Abang bawa saja pakaian kotor Abang itu ke rumah ibu. Di sana kan sudah ada mesin cuci," jawabku acuh.

"Kamu nyindir Abang?" Suaranya terdengar meninggi.

"Kamu ini kenapa sih, dari kemarin nggak enak aja bawaannya. Suami kerja bukan disiapin sarapan, pulang kerja juga nggak ada makanan. Ini lagi baju kotor masa disuruh cuci di rumah ibu?" lanjutnya lagi.

"Abang mau makan? Abang kasih uang nggak? Siapa yang selama ini menikmati gaji Abang? Abang mikir nggak kewajiban Abang udah Abang jalankan belum, sebelum Abang nuntut hak untuk dilayani?" suaraku ikut meninggi, tak mau kalah.

"Kan kamu sudah kerja? Kok sekarang hitung-hitungan? Lagian wajar kan aku kasih uang ke ibuku? Aku ini anak lelaki, dan anak lelaki adalah milik ibunya, Dek!" 

"Iya memang anak lelaki itu milik ibunya Bang, termasuk Abang. Tidak salah jika Abang ingin berbakti, Adek juga gak akan melarang. Tapi sebelum itu Abang seharusnya mastiin dulu, nafkah anak istri sudah terpenuhi belum? Jika Abang berbakti pada Ibu tapi abai terhadap nafkah anak istri sendiri, itu namanya ZOLIM, Bang!" Sengaja kutekankan kata zolim tadi di depan wajah suamiku yang terperangah tak percaya. Istri yang biasanya diam dan mengalah kini berubah bagai singa betina.

"Kalau begini terus, Adek relakan Abang pulang ke rumah ibu Abang. Pergilah ke sana, karena Abang adalah miliknya." Aku  melanjutkan kalimat. Bang Ipul pun terdiam seribu bahasa.

BERSAMBUNG KE HALAMAN INI

Kisah ini telah terbit di Google Play Store dengan judul KUPULANGKAN SUAMIKU PADA IBUNYA





Diubah oleh dwindrawati 29-03-2021 07:54
pulaukapok
natta.de.coco
piaupiaupiau
piaupiaupiau dan 8 lainnya memberi reputasi
9
2.7K
16
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread43KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.