Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

Vieee111Avatar border
TS
Vieee111
Gadis Papan Reklame
Assalamualaikum emoticon-Malu


Quote:



Gadis Papan Reklame

Warga kampung memanggilnya Rek. Mereka tidak tahu pasti siapa nama asli gadis berambut panjang, yang setiap hari duduk di bawah papan reklame beralaskan dingklik bambu itu. Begitu juga dengan Pak Tar, kepala desa yang bertanggung jawab di kampung kecil yang berbatasan langsung dengan Danau Si Kunir. Kata Pak Tar, gadis itu pertama kali muncul bersama seorang wanita berambut pendek yang lima tahun lalu mati bunuh diri, tidak lama setelah kedatangannya. Beberapa orang menduga wanita itu adalah korban pemerkosaan yang diusir keluarganya, beberapa yang lain berasumsi keduanya adalah sepasang Ibu dan anak yang tersesat. Tidak ada yang tahu pasti asal muasalnya. Saat itu, Pak Tar yang masih menjabat sebagai seksi humas, menyarankan gadis itu untuk menempati sebuah rumah kosong setelah upacara pemakaman. Pak Tar juga meminta warga untuk bergantian merawat gadis itu dan mengasuhnya seperti anak mereka sendiri.

Kini Rek tumbuh menjadi gadis yang cantik dengan rambut hitam nyaris menyentuh pinggang. Rambut itu selalu dikucir seadanya dengan karet gelang bekas pengikat nasi bungkus yang diterimanya dari Mbok Nah. Setiap hari, Rek menghabiskan waktu dengan duduk di bawah papan reklame, menjajakan kerajinan bambu seperti caping, keranjang, bakul nasi, hingga aksesoris ruangan seperti lonceng angin.

Mbok Nah adalah adik kandung Pak Tar. Wanita itu belum pernah menikah. Tidak ada yang tahu pasti alasan wanita paruh baya itu masih melajang. Sehari-hari, Mbok Nah menghabiskan waktu dengan membuka usaha warung makan.

“Heh! Kamu sudah makan?” Mbok Nah yang baru saja keluar sembari membuang sampah, melangkah menghampiri Rek yang sedang duduk membaca sebuah buku.

Rek mengangkat wajahnya sejenak, lalu menggeleng.

“Ambil ini. Nasinya ada dua bungkus. Bersyukurlah, kamu bisa makan malam hari ini.”

Rek meraih kantong plastik hitam yang baru saja dilempar Mbok Nah ke arahnya, lalu memasukkan ke dalam tas usang.

“Bangun! Bantu beres-beres dulu. Hari ini warung tutup cepat. Saya mau kondangan jauh!” Mbok Nah menendang salah satu sisi dingklik, membuat Rek yang kembali membaca hampir saja terjatuh.

Rek tidak mengatakan apa-apa. Sebagai gantinya, ia bangkit mengikuti Mbok Nah yang sudah lebih dulu masuk ke warungnya.

“Hei! Kamu itu seharusnya berterima kasih, saya mau repot-repot mengurusmu sejak kecil. Coba kalau tidak ada saya, mana bisa kamu seperti sekarang. Berharap bantuan warga? Ha-ha-ha, jangan melucu. Kamu tahu sendiri, kan, bagaimana kondisi ekonomi kampung ini?” Mbok Nah tiba- tiba mencerocos dengan wajah bersungut-sungut.

Rek yang sedang menyapu lantai tampak tidak acuh. Rek sudah terbiasa. Hampir setiap hari wanita itu akan mengoceh tentang hal yang sama ketika menyuruh Rek membantu, terutama jika mood-nya sedang ambyar. Seolah-olah ingin mempertegas bahwa Rek benar-benar harus berterima kasih padanya.

Rek menghela napas. Ia sendiri tidak bisa menampik bahwa selama ini Mbok Nah memang banyak membantunya. Wanita itu selalu memberi jatah makan meski terkadang hanya sebungkus nasi putih sisa. Bagi Rek yang sebatang kara, itu sudah lebih dari cukup. Terlebih lagi jika dagangannya di bawah papan reklame tidak laku dan ia sama sekali tidak memiliki uang untuk sekadar membeli sepotong roti.

“Kamu sudah tutup, Nah?”

Rek tersadar dari lamunan. Dari arah pintu, terlihat Pak Tar masuk masih dengan mengenakan seragam dinasnya.

“Iya.” Mbok Nah menjawab singkat. Tangannya masih sibuk merapikan peralatan makan yang baru selesai dicucinya.

“Eh, ada Rek? Pantas di samping sepi, ternyata kamu di sini.”

Rek mengangguk ke arah Pak Tar sekilas, lalu kembali meneruskan bersih-bersih. Tanpa sepengetahuan Rek, Pak Tar diam-diam mengamati lekuk tubuh Rek yang dibalut baju kekecilan yang dihibahkan warga kepadanya. Mbok Nah yang kebetulan melihat, segera menjatuhkan sebuah panci ke lantai, membuat Pak Tar dan Rek terkejut.
“Hei, Rek! Balik! Balik ke tempat daganganmu sana! Kerjamu lelet sekali!” Mbok Nah buru-buru mengusir. Sekilas ditatapnya sang kakak yang terlihat salah tingkah.

Mbok Nah bukannya tidak tahu, ia justru tahu lebih dari siapa pun, bahwa kakaknya itu mata keranjang dan suka menggoda. Alasan itu pula yang membuatnya memutuskan untuk diam-diam mengawasi Rek.

“Apa yang sedang kamu lakukan, Mas?”

“Diam! Jangan ikut campur, atau kamu akan bernasib sama dengan wanita itu.”

“Jadi kamu benar-benar membunuhnya?”

“Aku bilang diam!”

Rek yang baru saja keluar, bergeming di samping pintu. Matanya berkaca-kaca. Ia kembali teringat tentang rumor yang mengatakan bahwa Pak Tar membunuh ibunya. Rek memang bisu, tapi ia tidak tuli. Ia mendengar dan tahu semuanya, tetapi tidak bisa berbuat apa-apa.

Setelah menghapus air mata yang semakin deras, Rek kembali melangkah menuju papan reklame. Baru beberapa langkah, dilihatnya seekor anak anjing jatuh berguling-guling di tepi jalan. Seorang wanita baru saja menendangnya tanpa ampun. Rek bergegas mendekati anak anjing itu dan membawanya ke bawah papan reklame.

Rek membuka plastik yang tadi dilempar Mbok Nah. Ia mengembuskan napas lega saat mendapati sepotong paha ayam dan langsung diserahkannya pada anak anjing. Anak anjing itu makan dengan lahap.

“Kamu membuat ini sendiri?”
Rek tersentak. Tiba-tiba di hadapannya muncul sosok laki-laki yang berjongkok sambil memainkan lonceng angin di tangannya.

Rek mengangguk, sepasang matanya sekilas menatap laki-laki itu.

“Berapa harganya?”

Rek menunjukkan kesepuluh jarinya yang kurus dan panjang.

“Sepuluh ribu?”

Rek terdiam. Laki-laki itu bergegas merogoh saku celana jin yang dipakainya, lalu mengeluarkan selembar uang seratus ribu rupiah yang dilipat menjadi empat bagian.

“Nih!”

Rek masih terdiam. Alih-alih menerima uang yang disodorkan ke arahnya, ia justru menundukkan kepala, kembali menatap anak anjing yang kini berputar-putar di sampingnya.

“Ah, kamu tidak punya kembalian, ya?” Laki-laki itu memasukkan kembali uang yang baru saja disodorkannya ke dalam saku. Sebagai gantinya, ia membuka ransel yang diturunkan dari punggungnya.

“Baiklah, aku akan datang lagi nanti. Aku ke sini mengantarkan ini.”

Rek terperanjat. Laki-laki itu menyodorkan sebuah tabung kaca transparan yang berisi sekuntum mawar biru, bunga impiannya. Dadanya yang semula tenang berubah menjadi carut-marut tidak keruan. Ia masih bergeming dengan sepasang bibir yang kali ini gemetar entah menggumamkan apa.

“Ini ....”

“Alamatnya benar, kan? Di bawah papan reklame, atas nama Rek?”

Rek masih tidak percaya dengan apa yang baru saja diterimanya. Tangannya gemetar membuka amplop yang tertempel di luar tabung.

Selamat ulang tahun, Sayang. Berbahagialah. Ibu selalu menyayangimu.

Rek buru-buru bangkit dan mencari sosok laki-laki yang sudah hilang dalam sekejap. Rek menatap ujung jalan, teringat nasihat ibunya waktu ia masih kecil.
“Berbuat baiklah, Nak. Nanti malaikat akan datang memberimu hadiah.”


Purworejo, pada suatu masa yang entah.


sumber gambar
istijabah
ceuhetty
tien212700
tien212700 dan 10 lainnya memberi reputasi
11
299
6
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
KOMPAK (Komunitas Penulis Aktif Kreatif)
KOMPAK (Komunitas Penulis Aktif Kreatif)
422Thread652Anggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.