Lagi-lagi tentang Covid. Heboh! Seorang gadis tidak rela ibunya dimakamkan sesuai dengan protokol Covid.
Malam Gansis
Semoga sehat dan selalu dalam lindunganNya
Tak ada habisnya media membahas tentang Corona alias Covid, yang membuat masyarakat bertanya-tanya.
Apakah itu Covid? Penyakit berbahaya yang wajib dihindari dengan cara rajin mencuci tangan, memakai masker dan sebagainya.
Penyakit yang katanya mematikan, penyakit yang penularannya cepat sehingga kita mudah terjangkit.
Siapapun tanpa terkecuali tak ingin menderita karena penyakit, semuanya ingin sehat agar bisa melakukan aktifitas seperti biasa.
Tak bisa dipungkiri, walau rutin menjaga kesehatan tetap saja suatu penyakit tak bisa dihindari. Semua atas kehendakNya, sakit dan sehat segalanya atas izinNya.
Gejala awal terinfeksi Corona yaitu demam dan batuk. Yang tadinya ane kalau demam atau batuk itu biasa-biasa saja, sekarang jadi parno sendiri dan langsung minum obat. Padahal sebelumnya, demam dikit, langsung update status. Haha, sekarang mana berani. Ada yang samaan ga, Gansis?
Di daerah ane, makassar. Viral seorang gadis yang tak rela ibunya dimakamkan sesuai dengan protokol Covid.
Gejala awalnya adalah stroke, akan tetapi tenaga medis di rumah sakit menyatakan bahwa beliau memiliki gejala Covid dan menetapkan sebagai PDP. Alasannya karena terdapat infeksi di paru-paru.
Quote:
BugisPos — Andi Esa Abram anak dari Almarhumah Nurhayani Abram (48) pasien PDP yang dimakamkan di pemakaman khusus pasien covid 19 karena divonis covid 19 dan hasilnya dikemudian hari ternyata negatif mengungkapkan kerisauan hatinya karena merasa ditipu oleh tim gugus tugas covid 19 melalui kronologi kejadian yang dikirimkan ke meja redaksi BugisPos, Rabu (3/6/2020).
Benarkah tim medis yang berada di garda terdepan bisa berbuat sekejam ini, sampai anak Almarhumah nekat naik ke atas badan mobil jenazah untuk menghalangi?
Quote:
Saya melihat etta tidur didepan mobil jenazah, berusaha menahan mobil agar tidak membawa ummi ke pemakaman umum tersebut. Adel pun memblok mobil jenazah dengan memeluk badan bagian depan mobil itu, saya tak tinggal diam. Saya naik keatas badan mobil dan tidak mau turun kalau mereka tidak menyetujui kami untuk membawa jenazah ummi ke Bulukumba. Kami menangis dan memohon kepada mereka untuk mengizinkan kami. Tapi lagi-lagi kami tidak didengar. Berlangsung beberapa menit kami memohon sambil menjalankan aksi blok mobil jenazah tapi kami tidak didengar. Kami pun diseret oleh petugas disana, etta saya ditarik, adel juga ditarik paksa, dan saya dikelitik dengan keras dan meyeret saya jatuh dari atas mobil .
Miris gan! Air mata ane tak terasa jatuh membaca beritanya. Bagaimana kira-kira kalau kita yang berada di posisinya?
Seorang Ibu yang melahirkan kita dan belum sempat kita bahagikan, diperlakukan tidak layak. Okelah kalau memang pihak rumah sakit menyatakan bahwa beliau adalah PDP, tapi tak bisakah mereka membawanya pulang ke kampung halaman untuk dimakamkan? Toh jasadnya juga sudah di dalam peti, virusnya tak mungkin tembus keluar. Itu menurut pendapat ane.
Dan setelah menunggu hasil swab keluar, ternyata negatif! Kalau terlanjur begini gimana? Siapa yang mesti bertanggung jawab?
Jenazah sudah terlanjur dimakamkan di tempat khusus, dan tak tahu letaknya dibagian mana? Syukur-syukur kalau diberi tanda ada namanya di nisan. Miris Gansis!
Belum tentu semua diantara mereka yang dinyatakan sebagai PDP adalah positif Covid. Ada juga yang sakit karena penyakit maag akut, divonis PDP, ternyata hasil swab negatif dan terlanjur di makamkan sesuai protokol Covid.
Tak adakah solusi dari ini semua? Kalau begini angka kematian yang tercatat karena Covid ini akan semakin banyak, toh meski hasil swab negatif mereka tetap dimakamkan di tempat khusus Covid, tentunya juga tetap dihitung sebagai korban Covid, atau dihapuskan namanya lalu jasad yang sudah terlanjur dimakamkan sesuai protokol Covid dikembalikan lagi ke keluarganya? Tapi rasanya tak mungkin.
Quote:
Berikut ini kronologinya :
Jumat, 15 Juni 2020

Saya menerima telpon dari Etta (Papa) pukul 14.47, etta saya ingin berbicara dengan Ummi (Mama), saya membangunkan ummi dan memberikan Handphone saya. Setelah kurang lebih 2 menit bicara, sambungan telpon dimatikan. Saya melihat ummi saya susah menahan Hp nya sendiri dengan tangan kiri. Saya bertanya “kenapaki ummi?”, ummi jawab “tidakji, belumpeka bangun bae2 ini, kagetka tiba2 bangun, mau dulu kukasih baik prasaanku”. Tetapi saya melihat ada yang aneh dengan gerakan tubuh ummi. Ummi susah bangun dan susah menggunakan tangan kirinya.
Setelah itu ummi bangun sendiri dan duduk di kursi dengan gerakan yang sempoyongan (oleng/seperti mau jatuh) jadi saya dan Alya (adik bungsu) mengawasi ummi. Kacamata ummi patah dan berusaha memperbaikinya, tapi lagi-lagi gagal karena tangan kirinya yang sudah mati rasa. Ummi menggigit, mencubit tangannya berusaha merasakan, dan kami bantu dengan pijatan di kaki dan tangan, tapi tangan kiri ummi tetap tidak merasakan apapun.
Ummi bangkit dari kursi dibantu Alya (berencana ingin pergi ke rumah ibu Aji untuk Tanya-tanya obat), sebelumnya ummi masuk ke toilet untuk buang air, kami khawatir ummi akan jatuh karna kondisi badannya yang sempoyongan makanya ditemani alya di toilet. Setelah itu ummi berganti baju sendiri menolak dibantu, dengan susah payah memakai baju lengan panjang dan celana panjang, saya memasangkan jilbab. Kami pun pergi kerumah ibu aji namun ibu aji tidak ada, kami menyeberang pergi kerumah tante kebo (tetangga) untuk bertanya obat. Kaki ummi masih lumayan kuat untuk berdiri dan mengangkat perlahan. Sesampainya dirumah tante kebo, ummi duduk dikursi dan cerita dengan tante kebo tentang obat dan klinik terdekat. Ummi masih bisa bicara namun bibir kirinya sudah miring. Tante kebo menyarankan kami pergi ke apotik lorong sebelah untuk cek tensi. Alya pergi untuk cek apotik tersebut kalau-kalau mungkin saja tutup.
Setelah keluar dari pagar tante kebo, kakinya ummi sudah tidak tertahankan lagi, ummi pun lemas, dengan sigap tetangga yang melihatnya segera membantu saya untuk supaya ummi bangun berdiri. Tante kebo masuk mengambil kursi. Tapi ummi sudah sangat lemas, makanya kami bawa ummi pulang ke rumah dengan mengangkatnya gotong royong. Sesampai dirumah, ummi kami dudukkan di kursi dan saya menelpon teman yang dilimbung untuk minta bantuan bawa mobilnya untuk bawa ummi ke Rumah sakit segera. Ibu Aji tetangga didepan rumah memberikan saran untuk ummi di bawa dulu ke klinik dokter di lorong sebelah. Dengan bantuan beberapa tetangga, kami bawa ummi duduk di Bentor, dengan susah payah karna ummi sudah tidak sanggup untuk berdiri dan badannya sudah lemas.
Saya dan alya membawa ummi ke dokter yang disarankan, tetapi prakteknya belum buka, jadi saya bawa ummi ke apotik saja untuk cek tensi. Sampainya di apotik, apoteker disana bilang alatnya tidak bisa dibawa keluar karena sudah steril, pasiennya harus masuk ke dalam apotik. Kami coba untuk menurunkan ummi turun dari bentor, tapi sangat susah, ummi terduduk di tempat kaki bentor dengan kaki terlipat, saya melihat itu menyiksa ummi makanya saya dan beberapa orang yang membantu didepan apotik kembali mendudukkan ummi di bentor dan dibawa pulang ke rumah.
Setelah sampai di rumah saya menjelaskan keadaan di lorong sebelah tadi dengan beberapa tetangga, dan saya ingin membawa ummi ke Rumah sakit. Ibu Aji depan rumah menyuruh saya membawa ummi ke Rumah Sakit karena katanya disana khusus stroke. Tidak berselang lama, teman saya sudah sampai, segera kami ingin membawa ummi ke dalam mobil. Ummi sempat menolak dan mengatakan “Bawa meka masuk, mauka tidur, mengantukka” seketika air mata saya tidak bisa saya bendung. Setelah itu kami bergotong royong membawa ummi masuk kedalam mobil.
Diperjalanan ke rumah sakit, ummi terus mengeluh kepalanya sakit. Saya dan Alya bantu untuk pijit-pijit kepala, tangan dan kakinya ummi. Sepanjang perjalanan ummi mengeluh sakit kepala sampai menangis. Sesampainya di rumah sakit Dadi, kami di tolak, dengan alasan rumah sakit Dadi sekarang menjadi RS rujukan covid. Oleh karena itu saya menelpon tante (kakak ummi) untuk bertanya RS terdekat dari RS Dadi, dan RS Bhayangkara menjadi pilihan. Kurang Lebih jam 5 sore kami sampai di RS Bhayangkara, saya meminta kepada teman saya untuk memanggil dokter ke mobil, datanglah dokternya sambil membawa ranjang IGD, sebelumnya saya ditanya-tanya soal keadaan ummi, saya menjelaskan “Badan sebelah kirinya mati rasa, terutama tangan dan mengeluh sakit kepala sejak awal”. Dokter mengatakan jika ingin dirawat di RS Bhayangkara sebelumnya harus ada Screening dulu untuk pemeriksaan covid, kemudian nanti akan CT scan kepala juga. Sejenak saya masih bingung, maka saya diskusikan dengan Om saya (Arum Spink), Etta pipink mengatakan “ya sudah, ikuti saja dulu semua prosedurnya”. Setelahnya ummi kami gotong naik ke ranjang IGD dan membawanya masuk ke IGD.
Ummi langsung ditanya oleh dokter IGD mengenai keluhannya. Setelah itu masih menunggu lagi penanganan selanjutnya, kemudian saya diberi resep oleh dokter dan disuruh untuk mengurus administrasinya terlebih dahulu, saya pun pergi ke bagian administrasi dan mendaftarkan ummi. Saya mengisi data ummi di form pendaftaran kemudian tanda tangan, kemudian saya diberi lagi beberapa kertas untuk diisi kemudian disuruh tanda tangan. Saya hanya sempat melihat kalau itu kertas prosedur covid dan tidak membacanya karena panjang mengingat saya harus menebus obat di apotik. Maka saya langsung saja mengisi data dan tanda tangan. Bagian administrasi sempat menjelaskan bahwa apabila akan dirawat inap “Keluarga pasien tidak boleh lebih dari 1 untuk merawat, tidak boleh bawa bantal, sendok, piring, fasilitas lainnya sudah disediakan” dan saya pun mengiyakan. Setelah itu saya langsung naik ke lantai 2 untuk menebus obat di apotik.
Di apotik, saya diberikan infus plastik segiempat dan beberapa obat di botol-botol kecil. Saya pun langsung membawa obat tersebut ke IGD. Berselang beberapa menit, infus dan obat-obatan itu pun diaplikasikan ke ummi. Ummi yang ditemani Alya sejak tadi masih saja mengeluh sakit kepala sampai obat sudah masuk kedalam tubuh masih mengeluh sakit dan meminta saya untuk membelikan saja obat paramex, saya pun menolak karna takut ada indikasi lain. Saya meninggalkan ummi dan alya di IGD untuk membeli Air untuk berbuka dan ummi juga Haus. Kembalinya saya dari warung ummi terus-terusan mengeluh sakit kepala dan meminta obat yang diminum. Saya heran kenapa obat tadi tidak bereaksi, saya pun bertanya kepada dokter dan perawat yang ada di IGD. Mereka mengatakan sebentar lagi akan bereaksi. Menunggu beberapa saat, saya pun bertanya kapan akan di screening dan CT Scan karena kepala ummi saya sakit sekali, dokter berpakaian abu-abu mengatakan “iya sebentar lagi, yang lain masih berbuka puasa” dan kami pun kembali menunggu.
Sekitar hamper jam 7 saya diberikan lagi resep obat ke-2, dokter mengatakan “ini resep dari dokter saraf, karena kepala pasien sakit”, saya pun langsung berlari untuk menebus obat tersebut. Obat-obatan itu adalah infus botol plastik yang biasa digunakan dan beberapa obat di botol-botol kecil yang jumlahnya lebih banyak dari sebelumnya. Saya segera memberikan obat tersebut kepada dokter yang di IGD. Menunggu beberapa menit, datanglah dokter/perawat wanita berpakaian abu-abu untuk mengaplikasikan obat yang ke-2. Saya melihat cairan infus yang pertama sudah berubah warna menjadi merah muda yang sebelumnya bening, kemudian dia mengambil obat yang di botol-botol dan memasukkannya kedalam suntik, selang beberapa saat diapun mencabut selang infus ummi dan memberikkan suntik langsung lewat jembatan antara nadi ummi dan selang infus. Saya tidak mengingat berapa suntikan yang diberikan. Setelah itu, dia mengganti infus yang berwarna merah muda tadi dengan infus baru yang saya tebus ke-2 dan menyimpan infus merah muda itu di ranjang sebelah. Setelah itu selesai.
Ummi terus-terusan mengeluh sakit kepala, ummi berusaha mau duduk, saya dan Alya membantu ummi duduk. Setelah itu saya minta kepada alya menahan ummi dengan kuat. Saya ke meja perawat menanyakan kapan akan di screening dan di CT scan kepala, mereka mengatakan “iya, sebentar lagi”. Saya kembali ke ranjang ummi, menidurkan kembali setelah saya beri minum. Ummi meminta obat untuk diminum, rasa sakit kepalanya sudah tidak tertahankan. Saya menyuruh ummi untuk bersabar, sebentar lagi akan di CT Scan.
Setelah beberapa saat karna sedikit jengkel karena belum juga ditangani, saya kembali ke meja perawat dan bertanya kapan akan di tangani. Mereka bilang “iya tunggu sebentar, tunggu dokternya dating dulu”. Kurang lebih menunggu 5-10 menit dokter pun datang dan mengatakan akan dilakukan ronseng dan CT Scan kepala.
Sekitar pukul setengah 8 kami pun memabawanya untuk di tangani, Alya menunggu di IGD karena tante (kakak ummi) sudah menuju RS. Pertama dilakukan ronseng dada, saya yang dibantu perawat perempuan melepas bh ummi. Saya pun harus memegang ummi, karena ummi tidak berhenti bergerak , ummi terus-terusan mengeluh sakit kepala. Setelah selesai, selanjutnya CT scan kepala. Bagian ini sangat susah untuk direkam karena ummi sangat kesakitan dikepala karenanya tidak berhenti bergerak, berulang-ulang diulangi, ummi juga sempat hampir jatuh dari ranjang CT Scan. Ummi mengeluh ingin buang air, saya mengatakan setelah ini akan ke toilet. Setelah berhasil di rekam kami pun kembali ke IGD, sebelumnya ummi juga diambil sampel darahnya. Karena sudah tidak tahan ummi pun pipis dicelana, saya bilang “iye ummi, kencing cumi, sebentarpi dibersihkan”. Setelah itu kami kembali ke IGD tapi bukan ke tempat sebelumnya, tapi IGD yang didalam ruangan yang berisi 3 orang pasien termasuk ummi. Ummi belum dimasukkan didalam kamar dengan alasan kamar rawat inap masih full.
Saya pun memanggil alya untuk mambawa tas yang berisi baju-baju ummi dan sarung, saat itu tante saya sudah datang. Ummi dipasangi alat pernapasan dan beberapa alat dipasang didada dan ditangan ummi, banyak kabel-kabelnya. Saat itu juga saya dibantu perawat untuk memasangkan sarung dan membuka celana ummi yang basah. Saya melap kencing ummi, tapi karena kain sedikit tempat tidur masih agak basah. Setelah itu perawat dan dokter meninggalkan kami. Saya mengatakan kepada alya untuk pulang saja kerumah dan mengemas barang-barang ummi termasuk sarung dan handuk. Saya meminta tolong kepada tante untuk mengantarkan Alya dan membawa barang titipan tadi ke RS. Setelah itu mereka pergi.
Saya masih menemani ummi dengan kesakitan dikepala. Ummi juga gerah sehingga ingin bolak balik tapi tidak bisa, membantu ummi memiringkan badan ke kiri dan mengipas belakangnya. Beberapa saat dokter memanggil, saya menitipkan ummi kepada keluarga pasien yang di ranjang sebelah. Saya pun menemui dokter. Dokter menjelaskan hasil pemeriksaan lab tadi. Pertama, dokter menjelaskan hasil rongseng dada, di paru-paru ummi terdapat sedikit infeksi di sebelah kiri bawah, dan dokter mengatakan karena terdapat infeksi di paru-paru ummi dinyatakan PDP. Namun dokter mengatakan bukan itu masalah yang utama, hasil CT Scan Kepala ummi terdapat pembuluh darah yang pecah di sebelah kanan, oleh karena itu, itulah penyebab ummi terkenan stroke. Ditakutkan pelebaran darahnya meluas kebagian otak kiri. Dokter mengatakan akan dilakukan operasi dan nantinya ummi butuh pearawatan ICU, tetapi hal itu harus didiskusikan dulu kepada dokter sarafnya. Sementara ini, ummi akan dirawat dulu dengan obat-obatan untuk mengurangi pendarahan di otak. Setelah itu saya melaporkan hasil tadi kepada Etta dan menyuruh etta untuk segera ke RS (saat itu etta berada di Bulukumba).
Saya kembali menemani ummi, sekitar jam 10 lewat ummi muntah kuning, saya segera membalikkan badan ummi ke kiri dan segera memanggil dokter. Dokter langsung menangani ummi. Mengeluarkan cairan yang masih tersisa dengan selang. Sesaat kemudian sudah datang membawa sarung. Ummi terlihat susah bernafas. Kemudian dokter memberikan resep, tante yang pergi menebusnya. Saya melihat dokter memberikan bantuan pernapasan dengan alat. Sesaat tante sudah datang dengan obat dan membawanya ke meja perawat. Kemudian mereka membawa obat tersebut masuk, saya hanya melihat obat yang dibungkusan tidak mengingat obat yang lainnya. Dokter berusaha memasang selang lewat hidung tembus lambung, tampaknya susah, saya melihat hidung selang itu ada darahnya, ummi sempat bersin. Kembali memasang selang lewat hidung, dan berhasil, namun seluruh badan ummi gemetar. Dokter selesai melakukan penanganan tapi badan ummi masih gemetar, dokter bilang “nanti akan kembali normal”. Mereka keluar.
Bugispos.com
Ane yakin, inilah sebabnya angka kematian yang disebabkan karena Covid semakin banyak. Karena walau mereka wafat dengan penyakit lain namun memiliki gejala Covid, dinyatakan sebagai PDP dan setelah hasil swab keluar ternyata negatif.
Sumber : Google, opri dan
klik