embunsuciAvatar border
TS
embunsuci
Pacar Pertama Belum Tentu Cinta Pertama, Cinta Terakhir Atau Cinta Selamanya!



Saat itu aku baru saja menyelesaikan sekolah Aliyah, menganggur selama setahun sebelum akhirnya kuliah, dikarenakan biaya yang besar. Karena sekaligus adik masuk sekolah MAN, kakak akan wisuda. Jadilah aku selama setahun menganggur tidak melanjutkan ke universitas.

Entah bagaimana akhirnya, aku berkenalan dengan seorang lelaki bernama Mara Dugu Harahap. Orangnya ganteng, putih, bibirnya merah, alisnya tebal dan aku suka mata elangnya.

Saat itu aku sedang sibuk masak di dapur tungku api. Ya, masak di kampung masih sering menggunakan kayu api sekalipun ada kompor gas. Lebih mudah masak, cepat dan sudah terbiasa ajah.

"Ai ...," panggil seseorang bernama Linda. Ya, Kak Linda merupakan teman satu kampungku.

"Ya, Kak?"

"Bisa ikut ke rumah nggak? Ada yang mau ketemu sama Ai."

"Eh, iya Kak." Tanpa berpikir panjang, aku nurut dan mengikut saja. Padahal saat itu penampilan diriku sangat jelek dan berantakan. Hingga aku tak sadar ada noda hitamnya arang di hidung dan jilbabku.





"Hai," sapa seseorang sebaik aku sampai di teras rumah kak Linda.

"Eh, iya ... Siapa ya?"

"Emm kenalin, Dek, namaku Mara." Dia tersenyum. Senyuman yang sangat manis. Wajahnya sangat ganteng, GanSis. Beda seperti terlihat di foto. Aslinya sih sangat ganteng. Bukan aku ajah sih yang mengatakan. Tapi penilaian dari orang-orang yang melihatnya.

"Ai." Aku singkat saja memperkenalkan diri.

Beberapa menit berkenalan, akhirnya aku pamit untuk pulang. Sebelum itu dia sempat bertanya,

"Lagi masak tadi, ya?"

"Iya, Bang."

"Oh, pantes ajah."

"Maksudnya?" tanyaku bingung.

"Itu eh hehhe ada noda arang di hidungnya Ai."

"Eh, hehe." Aku mengelapnya dan merasa malu.

Sejak pertemuan itu yang tidak lupa kami saling bertukar nomer handphone. Bang Mara sering berhubungan denganku walau sekedar bertanya kabar. Hingga akhirnya dia berniat akan pindah dari kota Bengkulu ke Medan. Demi bisa berdekatan denganku. Dan suatu ketika dia menyatakan cinta.

"Ai, mau jadi pacarnya Abang?"

"Nggak ah, ngapain pacaran. Pacaran nggak ada sebelum menikah dalam Islam, Bang." Maklum, saat itu aku aktif dalam kegiatan dakwah di kampus. Sudah beberapa bulan lamanya aku menjadi mahasiswi di sebuah universitas Islam di Medan. Aku ngekos bersama kedua adikku. Berkali-kali Bang Mara mengajak pacaran melalui telpon. Tetap saja aku menolaknya. Hingga setahun berlalu, Bang Mara udah berada di kota Medan.

"Dik, Abang ke kos ya?"

"Iya, Bang. Datang ajah."

Di teras kos, aku bersama adik-adikku dan dia, menikmati godok-godok buatanku. Ya, itu merupakan cemilan berat yang paling disukai Bang Mara. Sebelum ke kosanku, dia sudah berpesan minta dibuatkan godok-godok. Saat hanya kami berdua duduk di teras, Bang Mara kembali menyatakan perasaannya dan mengajakku berpacaran. Tetap aku masih menolaknya.





"Abang janji, nggak akan macam-macam. Palingan cuma cium kening ajah."

"Diih, itu juga kagak boleh, Bang. Berteman seperti ini kenapa sih rupanya?"

"Abang ingin memiliki kamu sepenuhnya, Dik."

"Aku hanya milik Allah, Bang." Bang Mara kehabisan kata-kata. Hingga hampir dua tahun dia berusaha agar aku menerima ajakannya berpacaran. Aku pun menerimanya.





Selama tujuh tahun lamanya kami menjalin hubungan sebagai pacar. Bang Mara merupakan lelaki type Playboy berat. Bayangkan saja, selama tujuh tahun berpacaran, dia selingkuh sebanyak lima belas kali. Yang berujung dengan konferensi di panggilan telpon, bersama selingkuhannya, demi mendapatkan maaf dariku. Hal itu terjadi tiap dia ketahuan selingkuh.

Selingkuh dengan teman kerja, kenalan fb, dan lainnya. Keluarga, teman dan orang-orang sering menganggap aku halu merasa dicintai oleh Bang Mara. Ya memang kami bagaikan langit dan bumi. Dia ganteng rupawan, sedangkan aku biasa saja. Tapi setelah melihat besarnya rasa cintanya Bang Mara ke aku. Mamaku sampai tidak menyangka akan hal itu. Mama langsung membuktikan sendiri, bagaimana sikap Bang Mara sebenarnya ke aku.

Ya, dia memang playboy. Karena perjanjian awal pacaran, terserah mau pacaran sama siapa ajah, asal aku tetap terjaga. Aku pun mendengar kabar burung. Kalau dia pergi ke puncak selama dua hari, pergi karaoke dinihari bersama perempuan. Aku sih biasa ajah, karena bagiku hubungan kami saat itu adalah ikatan semu. Jadi buat apa diambil serius. Hingga akhirnya ....





"Dik, nikah yuk?" Saat itu dia diterima bekerja di Dinas Perhubungan. Selama ini dia bekerja pindah-pindah. Sebagai kasir di matahari Departemen Store. Sebagai resepsionis hotel, hingga sebagai seorang entertainer. Ya, dia hampir menjadi seorang aktris biasa.





Beberapa kali casting, dia diterima sebagai peran utama lelaki dalam sebuah film yang akan digarap TVRI. Tapi karena ada suatu hal masalah antara kami, dia berhenti tidak melanjutkan casting lagi. Babe yang merupakan sutradara saat itu, merasa kesal padanya.

Pernah pada suatu saat, dia mengajakku ke rumah sepupunya yang baru saja istrinya lahiran. Karena mungkin Abang sudah sering ke sana. Para tetangga sangat mengenal dirinya. Tiba-tiba handphone Bang Mara mendapatkan pesan. Ketepatan aku yang pegang, langsung saja aku membuka pesan dan membacanya.

"Ya ampun, Bang, itulah cewekmu, diih dibawa ke tengah ajah nggak bisa, Bang."

Aku sedikit tersinggung, tapi emang benar sih. Aku tidak pandai dalam fashion dan make-up. Jadi terkesan kampungan. Aku memberikan pada Bang Mara handphone miliknya. Dia membaca pesan tersebut lalu membalasnya, "kami sama-sama jelek. Cocok lah."

Aku menatapnya sedikit merasa sedih. Sewaktu akan pulang, aku melihat perempuan berdiri di sebelah rumah sepupunya. Perempuan dengan tampang biasa saja. Kami melewatinya dengan motor, dia menatapku tajam.

"Adik lihat perempuan tadi nggak?"

"Iya, lihat, kenapa emangnya Abang?"

"Dia lah yang ngirim pesan tadi. Gimana Adik lihat orangnya? Cantik?"

Aku diam sedikit tersenyum, bukan mengejek sih tapi ya terkadang manusia ya seperti itu, ya. Butuh kaca pembesar sih untuk dipakai sendiri. Kulirik di spion, wajah Bang Mara yang tersenyum geli. Entah kenapa, seketika hatiku merasa bahagia setelah tadi merasakan sedih.

Bang Mara sangat loyal dan royal. Dia mudah saja memberikan aku uang sesukanya. Salah satu kartu Atm miliknya, aku yang pegang dan isinya bebas kugunakan untuk apa saja. Tapi entah kenapa aku tak bisa serius dengannya. Karena suatu hal yang aku curigai. Ya, aku merasa Bang Mara menyukai sesama jenis. Aku tau itu tak mungkin. Tapi entah kenapa sering saja pemikiran seperti itu muncul tiba-tiba.





Setelah dia bekerja di dinas perhubungan. Kami mulai serius dalam hubungan. Tapi tetap saja, Bang Mara ketauan selingkuh lagi.

"Abang, Ai nggak bisa lagi sama Abang. Abang tetap nggak berubah juga. Selama ini Ai biarkan, tapi ini kita mau serius ke depannya. Kalau masih seperti itu buat apa." Aku mulai tegas padanya, tapi kesempatan telah habis. Kami berpisah, putus komunikasi sama sekali. Teman kosnya mengatakan kalau dia sampai bermimpi beberapa kali tentangku.

'Eh, kok sama ya?' pikirku. Aku juga memimpikan Bang Mara berkali-kali.

Kriing

Nomer baru menelpon,

"Ya?"

"Kak, aku ini teman kosnya Bang Mara."

"Ya, ada apa, ya?"

"Kak, Abang itu udah nggak lagi kuliah dan kerja, dia demam udah seminggu, Kak."

"Jadi,?

"Dia sayang kali lho, Kak. Sama kak Ai."

"Kok tau?"

"Aku tanya, Abang sebenernya sayang sama Kak Ai atau Kak Ana (temannya ke puncak dua hari) sih? Bang Mara menjawab, lebih sayang Kak Ai, tapi dia kampungan, terus masa udah bertahun-tahun pacaran, nggak bisa sentuhan. Gitu sih katanya Bang Mara, Kak."

"Dia udah berobat?" Masih ada rasa iba di dalam hatiku. Diih aku dikatain kampungan, Oh God. Hahaha.

"Udah, Kak."

"Oh, yaudah." Aku mematikan telpon.

Bang Mara mulai aneh, memaksa, datang ke kos nangis, sampai mengancam lompat dari lantai atas gedung mall Matahari atau kosannya. Aku tetap nggak percaya dan mengabaikan dia.

"Dik, Abang udah lelah Istikharah, jawabnya tetap Dik Ai."

"Abang, maaf ya, Ai udah nggak bisa sama-sama Abang."

Aku mematikan telpon dan pura-pura pacaran dengan orang lain. Agar dia berhenti mengganggu aku.





Sekarang dia udah menikah kedua kalinya. Isteri pertamanya yang dia ceraikan menelpon, mengatakan andai saja aku yang bersama Bang Mara. Dia nggak akan selingkuh dan menikah lagi dengan teman satu kantornya. Karena selama pernikahan kami, hanya Ai yang dia selalu ceritakan. Ya nggak juga lah, kalau udah kebiasaan ya sulit diubah, entah pun akan lebih parah. Langsung punya empat istri kalau aku yang menikah dengannya. Hehe.

Kenangan manis tentang kami sangat banyak, namanya juga selama tujuh tahun berhubungan ya. Dia memang sangat kaku padaku, itu karena pernjanjian awal pacaran, nggak boleh sentuhan kulit. Lihat saja foto-foto kami. Memang kikuk kelihatan, haha. Emm walupun seperti itu, beberapa kali Bang Mara selalu mencoba romantis walau gagal. Seperti ingin memberikan surprise tapi tak sesuai rencananya. Hehe. Saat itu hari Jum'at, dia menunggu aku shalat Dzuhur, setelah dia selesai shalat Jum'at. Dimanfaatkan olehnya waktu itu untuk membeli baju ke Mall Ramayana. Dan setangkai bunga mawar yang hidup. Niatnya dia ingin menciumkan aroma bunga dengan aku menutup mata. Baru memberikan satu kotak berisi baju baru untukku. Tapi aku malah buru-buru membuka mata. Hingga membuatnya kesal karena merasa gagal berbuat romantis. Hahaha. Lucu kalau mengingat hal itu. Cuma masa lalu. Hehe.

Sekian cerita cinta tentang pacar pertamaku. Pacar pertama belum tentu cinta pertama. Terima kasih.


Sumber : Opri dan Dokpri

tien212700
ningka
aryanti.story
aryanti.story dan 13 lainnya memberi reputasi
14
2.6K
58
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Heart to Heart
Heart to Heart
icon
21.6KThread27KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.