Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

physch00Avatar border
TS
physch00
Mempertanyakan Gelar Pahlawan Transportasi Anies Baswedan
Mempertanyakan Gelar Pahlawan Transportasi Anies Baswedan


GELI. Ini kata pertama yang tersirat ketika membaca media online yang sama, namun konten berubah-ubah.

Konten awal berisi tentang lima keberhasilan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan, sementara konten kedua, satu keberhasilan dianulir menjadi empat keberhasilan.

Salah satu keberhasilan Anies adalah dinobatkan sebagai satu dari 21 pahlawan transportasi oleh Transformative Urban Mobility Initiative (TUMI).

Tepatkah predikat pahlawan transformasi disematkan kepada Anies?

Mari kita cek terlebih dahulu kredibilitas TUMI yang bisa Anda klik pada tautan ini, dan tautan ini.

Melihat kriteria dan kredibilitasnya, menurut saya, tidak tepat gelar pahlawan transportasi disematkan kepada Anies.

Baca juga: Anies Masuk Jajaran Pahlawan Transportasi Dunia Versi TUMI, Bersanding dengan Elon Musk

Dus, TUMI bukanlah lembaga bonafid yang dikenal luas masyarakat dunia dan transportasi. Saya pribadi baru mengetahui lembaga ini setelah membaca berita media online mengenai gelar kepahlawanan di bidang transportasi yang diberikan kepada Anies.

TUMI hanyalah sebuah lembaga lokal Jerman, bukan lembaga internasional karena tidak mempunyai anggota dari Non Government Organization (NGO) independen.

Lembaga dunia transportasi NGO internasional yang saya kenal hanya International Forum for Rural Transport and Development (IFRTD) dan Eastern Asian Society for Transportation Studies (EASTS).

IFRTD dan EASTS memiliki anggota NGO seluruh dunia , termasuk Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI).

Selain kredibilitas TUMI, ada lima catatan keberhasilan yang diklaim Anies dan perlu mendapat catatan.

Pertama, Anies dinilai berhasil membangun jalur sepeda 63 kilometer. Padahal banyak jalur sepeda tersebut masih sementara, dan hanya dibatasi rubber cones.

Bila tidak permanen akan membahayakan pesepeda itu sendiri karena dapat terserempet atau tertabrak kendaraan bermotor.

Baca juga: Masuk dalam Jajaran Pahlawan Transportasi Dunia, Anies: Ini Hasil Kolaborasi Berbagai Pihak

Saat ini pun fungsi sepeda masih banyak digunakan hanya sebagai wisata dan olahraga, bukan digunakan sebagai sarana transportasi untuk bekerja atau sekolah tiap hari, karena parkir sepeda di stasiun-stasiunpun masih belum ada.

Jalur sepeda di jalan-jalan utama seperti koridor Sudirman-Thamrin pun sampai saat ini masih nihil.

Kedua, Anies dianggap mampu menghubungkan antar-moda, mungkin benar. Terutama menghubungan antar-moda BUMD dalam kepemilikan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta seperti PT TransJakarta, PT MRT Jakarta dan PT LRT Jakarta.

Sementara, untuk integrasi fisik yang bisa disebut berhasil antar-moda BUMD dengan BUMN hanyalah Kereta Rel Listrik (KRL) di Stasiun Tenabang dan Senen. Itu pun minus integrasi pembayaran.

Ketiga, Anies dinilai berhasil merevitalisasi stasiun KRL. Padahal, sampai saat ini masih ada polemik akuisisi kepemilikan saham PT Kereta Api Indonesia (Persero) cq PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) 51 persen oleh PT MRTJ yang belum terjadi.

Ini artinya rencana 72 stasiun yang dikelola tersebut masih belum terlaksana.

Juga disebutkan ada keberhasilan Transit Oriented Development ( TOD). Faktanya, sampai saat ini belum ada TOD. Regulasi yang mengaturnya pun belum dimiliki Pemprov DKI.

Konsep TOD adalah pembangunan yang pro- angkutan umum, sepeda, dan pejalan kaki. TOD akan berhasil apabila radius 500 meter dari stasiun tidak disediakan parkir kendaraan (mobil/motor).

Keempat, transportasi umum DKI Jakarta dinilai berhasil. Padahal, faktanya masih jauh dari berhasil, mengingat modal share angkutan umum masih di bawah 20 persen. Sementara bagian besar 80 persen masih menggunakan kendaraan pribadi.

Jakarta tidak akan dapat bekerja sendiri untuk meningkatkan modal share ke angkutan umum karena tergantung dari aglomerasi Bodetabek. Dalam konteks ini telah ada Rencana Induk Transportasi Jabodetabek Badan Pengatur Tarnsportasi Jabodetabek (RITJ-BPTJ) yang belum ihklas untuk digarap.

Kelima, Anies dianggap berhasil melakukan uji coba bus listrik. Padahal, faktanya bus listrik belum digunakan secara regular.

Bagaimana bisa dikatakan berhasil? Keberhasilan penggunaan bus listrik apabila sarana tersebut telah reliable operasionalnya termasuk infrastruktur yang telah siap.

Kesimpulannya, predikat pahlawan transportasi terlalu berlebihan, karena menata transportasi tidak hanya cukup 1-2 tahun, melainkan puluhan tahun.

Kita berdosa apabila melupakan semangat gubernur sebelumnya atau mengabaikan jerih payah para senior pendahulunya, Gubernur Sutiyoso berhasil membangun busway Bus Rapid Transit (BRT) Transjakarta sejak 2003, dan Gubernur Fauzi Bowo membentuk lembaga PT MRT Jakarta tahun 2008.

Lalu Gubernur Joko Widodo membangun MRT Jakarta tahun 2013, penataan stasiun-stasiun, trotoar, dan jalur sepeda sejak 2014.

Demikian halnya Gubernur Basuki Tjahaya Purnama yang terlibat membangun LRT, simpang susun semanggi hingga flyover tranjakarta. Selain itu juga terlibat pembahasan trotoar, TOD sekaligus memantau eksekusinya.

Keberhasilan KRL pun dalam peningkatan penggunanya hingga 1,2 juta penumpang per hari sejak 2013 dimulai saat pemuncak PT KAI dijabat Ignasisus Jonan dan jajarannya.

Sementara saat itu, Pemprov DKI tidak mendukung sterilisasi stasiun KRL.

Mantan Wali Kota Bogota, Kolombia, Enrique Peñalosa Londoño terkenal karena menata transportasinya melalui BRT Trans Milleneo.

Mottonya yang populer adalah ”Kota yang maju bukanlah kota di mana orang miskin menggunakan mobil, melainkan kota yang bahkan membuat orang kaya menggunakan transportasi umum”.

Sampai kini popularitas Enrique belum terkalahkan, bahkan oleh wali kota sekarang. Karena  untuk memulai hal baru atau mengubah budaya bertarnsportasi sangat sulit, seperti yang dialami Gubernur Sutiyoso saat membangun busway yang dianggap kontroversial.

Indikator keberhasilan transportasi hanya satu; seberapa banyak pengguna kendaraan pribadi beralih ke angkutan umum.

Jika saat ini modal share angkutan umum baru di Jakarta di bawah 20 persen dengan peningkatan 100 persen atau dua kali dari eksisting (40 persen), bisa dikatakan berhasil, maka angkanya masih jauh dari target.

Karena, target BPTJ adalah 60 persen modal share angkutan umum hingga 2029 mendatang.

Sebaliknya, jika Pemprov Jakarta banyak membangun sarana/prasarana transportasi tapi penggunanya minim, apakah layak dikatakan berhasil? (Deddy Herlambang, Direktur Eksekutif Institut Studi Transportasi)


https://www.kompas.com/properti/read...page=all#page2

Abud sontoloyo ini cuma bangun 1 flyover kuda warna warni sepanjang 1 km habiskan 150 miliar apbd dki. Dibanding flyover zaman ahok bangun flyover tendean sepanjang 9 km seharga 340 miliar.
Mana bud kelanjutan MRT, LRT?
Diubah oleh physch00 08-02-2021 02:51
joeco123
habibpalsu
bstepanus
bstepanus dan 7 lainnya memberi reputasi
8
2.3K
29
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
672.2KThread41.9KAnggota
Urutkan
Terlama
GuestAvatar border
Komentar yang asik ya
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.