• Beranda
  • ...
  • The Lounge
  • Kelam dalam Ketenangan Jam Malam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat

yogasadhu23Avatar border
TS
yogasadhu23
Kelam dalam Ketenangan Jam Malam Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat

                                             sumber : www.pixabay.com
Waktu baru menunjukkan jam delapan malam, biasanya jam-jam segini perut terkadang terasa lapar dan lauk pun sudah habis. Maka , membeli sekedar makanan kecil di jalanan atau membeli jajananan di supermarket adalah pilihan. Biasanya sebelum bencana yang dinamakan pandemi ini menyerang, suasana jam segitu masih sangat ramai. Gegap gempita lapak-lapak makanan dan supermarket pun masih ramai dengan pembeli. Logikanya tentu saja karena mereka ingin mengisi perut mereka dengan makanan setelah lelah seharian bekerja. Pedagang pun nampak semangat dan berusaha melayani pembeli dengan tenang sampai dagangan mereka habis. Riuh obrolan hingga antrean dalam memesan makanan terasa seperti sebuah sirkel kehidupan sebenarnya. Bahkan sampai jam dua belas tengah malam pun pedagang-pedagang kecil mulai aktif berjualan nasi jinggo dan makanan kecil, menunggu pekerja malam datang menghampiri mereka sekedar untuk makan.
Namun semua berubah hampir 360 derajat saat pandemi virus yang dinamakan korona mulai  "menjajah" dunia satahun ini. Kehidupan malam yang riak dan penuh dengan cahaya berubah menjadi sebuah ketenangan dan amat begitu muram dan kelam. Pedagang nampak memasang wajah lesu, dan penuh kekhawatiran ketika hendak membuka daganganya. Yang mereka pikirkan tentu saja apakah jualan saya akan habis ?. Berapa banyak pembeli yang datang ?. Apakah setidaknya omset penjualan saya stabil. ? Atau apakah petugas jam malam akan memberikan toleransi setidaknya bisa berjualan lebih malam lagi.

Bukan hanya pedagang, pembeli pun akan memasang wajah khawatir karena tentunya mereka akan memikirkan apakah saya akan mendapatkan apa yang saya mau ?,  Ya alasanya takut akan kehabisan dan keterlambatan. Jam malam PPKM  atau istilahnya pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat ini merupakan sebuah kebijakan yang masih saya renungi sebagaimana himbauan menteri kesehatan. Kalau merenungi jumlah positif dan berapa yang harus kehilangan nyawa sudah dari awal pendemi saya renungi, namun yang paling sangat saya renungi adalah untuk apa jam malam ini ada ?. Saya tidak asing dengan kata jam malam. Banyak negara yang memberlakukan jam malam dengan membatasi mobilitas penduduk pada jam 8 atau 9 malam. Pertanyaan saja dari mana teori bahwa pemberlakukan itu efektif menekan laju covid-19 ?. Jika ada sebuah jurnal atau penelitian yang bisa menjelaskan itu tentu saya senang hati akan membaca dan memahami fungsi jam malam itu. 

Jujur sejujur-jujurnya warganet dan masyarakat masih menggaruk-garuk kepala dengan kebijakan ini. Apa covid-19 itu nokturnal yang hanya aktif pada malam hari ?, itu bukan pertanyaan saya tapi hampir seluruh warganet dan masyarakat. Padahal satu pun saya belum mendapat penelitian bahwa covid-19 aktif dan sangat mengganas pada malam hari. Sekarang dalam PPKM jilid 2 ini jam malam dimajukan menjadi pukul 8 yang sebelumnya pukul 9 atau, ah entalah waktunya bisa berbeda setiap daerah..Jika kita keluar pada jam itu akan nampak sebuah ketenangan yang luar biasa. Jalanan sepi, pedagang mulai bersiap menutup lapak walau belum saya ketahui sudah berapa mereka mendapat rejeki hari ini. 

Bahkan supermarket seperti indomaret dan alfamart pun lampu plang tulisanya mulai gelap menandakan sudah tutup. Padahal jika seandainya butuh sesuatu secara mendadak tentu kita harus mengelus dada dan menunggu sampai besok tiba. Jawaban  atas mengapa pemerintah memberlakukan jam malam sudah saya temukan dalam pernyataan dr. Tirta dalam podcast Dedy Corbuzier yang mengungkapkan bahwa maraknya tempat hiburan malam yang buka secara diam-diam menjadi penyebab utamanya. Saya teringat memang daerah pariwisata sebut saja canggu masih ada tempat-tempat hiburan yang diam-diam membuka sebuah kerumunan untuk bule yang overstay akibat lockdown di negaranya bahkan resto-resto malam ada yang tidak memerhatikan protokol kesehatan.

Saya paham betul bahwa maksudnya adalah untuk mencegah kluster dari sana namun pertanyaanya , haruskah mengorbankan pedagang kecil ? . Mereka dari hidup normal pun terkadang harus berjuang mati-matian agar jualan mereka habis, tak peduli sampai dini hari pun mereka tetap berjualan demi segenggam uang untuk menyambung hidup. Di masa pandemi ini untuk sekedar berjualan pun mereka masih beban memikirkan omset dan harus menoleh kiri kanan jikalau ada  sang algojo waktu yang siap mengingatkan bahkan menutup dengan paksa jika mereka membangkang. Mereka sebenarnya tidak mempunyai niat menciptakan kluster covid, mereka hanya butuh secercah dana yang setidaknya mampu mengisi kekosongan perut mereka dan keluarganya. Mereka berusaha agar kehidupan keluarganya stabil ditengah hajaran pandemi.

Saya bukan orang yang menentang jam malam atau pembatasan malam hari. Jika memang untuk niatan baik saya mendukung tapi berikanlah pengecualian kepada pedagang-pedagang malam yang hanya ingin mengais sedikit rejeki. Buatlah mereka tenang berjualan dan tidak terbebani akan bayangan penutupan dini. Edukasi, dan pengawasan itulah yang harus ditingkatkan agar kesehatan dan ekonomi dapat berjalan beriringan. Jangan membuat ketenangan malam hari namun didalamnya ada jeritan kelam para pedagang kecil yang merenungi nasibnya. Apakah konsep tiada peraturan tanpa pengecualian itu berlaku ?.

0
450
6
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
The Lounge
The LoungeKASKUS Official
923KThread83KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.