Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

ZenMan1Avatar border
TS
ZenMan1
Kebijakan WhatsApp Bikin Heboh, Main-main dengan Privasi!


Jakarta, CNBC Indonesia - -Kebijakan baru dari WhatsApp ternyata membuat heboh pengguna. Masalahnya platform itu akan membagikan data ke induk usahanya, Facebook.

Dalam ketentuan terbaru, ada satu poin mengenai bagaimana WhatsApp membagikan data penggunanya dengan Facebook.

Kebijakan privasi baru ini memungkinkan WhatsApp membagi data pengguna dengan Facebook. Data inilah yang kemudian digunakan oleh Facebook untuk menghasilkan uang dari WhatsApp. Selama ini Facebook memang belum hasilkan uang dari WhatsApp.

Pendapatan datang dari WhatsApp Business.Meski berbagi data, fitur keamanan end-to-end encryption tetap terpasang di WhatsApp. Dengan fitur ini maka pesan yang terkirim hanya bisa dibaca oleh pengirim dan penerima, WhatsApp sendiri tidak bisa membaca isi pesan pengguna.



"Sejak 2016, WhatsApp telah membagikan sejumlah data terbatas dengan Facebook di ranah backend, khususnya untuk kebutuhan infrastruktur. Tidak ada perubahan baru di update kebijakan ini," ucap WhatsApp dalam keterangan resminya.

Timbulkan Gejolak, Ramai-ramai Uninstall



Di Turki, Kepala Kantor Transformasi Digital Ali Taha Koc mengimbau warganya untuk meninggalkan aplikasi WhatsApp. Ini sebagai respons terhadap kebijakan privasi baru aplikasi chatting milik Facebook ini.

"Perbedaan antara negara UE dan lainnya dalam hal privasi data tidak dapat diterima! Seperti yang telah kami kutip dalam Pedoman Keamanan Informasi dan Komunikasi, aplikasi asal asing menanggung risiko signifikan terkait keamanan data," ujar Taha Ali seperti dikutip dari Aljazeera, Senin (11/1/2021).

Usai menulis hal ini di twitter pribadinya media sosial Turki muncul tagar #deletewhatsApp. Jumlah download aplikasi chatting lokal Turki pun melonjak cukup signifikan.



Bos Telegram Pavel Durov ikut mengomentari kebijakan privasi baru WhatsApp. Menurutnya kebijakan ini semakin mempercepat pertumbuhan pengguna aplikasi perpesanan Telegram.
Hal ini diungkapkannya dalam akun microblog Telegram pribadinya, yang dipublikasikan tanggal 9 Januari 2021 dan dikutip CNBC Indonesia Senin (11/1/2021).

Dalam tulisan tersebut Pavel Durov mengatakan ia telah mendengar Facebook memiliki sebuah departemen khusus untuk mencari tahun kenapa Telegram menjadi populer. Departemen ini memiliki lusinan karyawan tetap.

Pavel Durov mengungkapkan jutaan orang marah dengan perubahan kebijakan privasi baru WhatsApp, di mana pengguna harus memasukkan semua data pribadi mereka ke mesin iklan Facebook.
"Tidak mengherankan jika pengguna beralih dari WhatsApp ke Telegram, yang sudah berlangsung beberapa tahun, kini semakin cepat," terangnya. Saat ini pengguna Telegram sudah tembus 500 juta pengguna. Adapun pengguna WhatsApp 2 miliar lebih.

"Saya dengan senang hati memberitahukan rahasia kami secara gratis kepada Facebook guna menghemat puluhan juta dolar: hormati pengguna Anda," tulis Pavel Durov.


Buka-bukaan Bos WhatsApp

Bos WhatsApp, Will Cathcart buka suara soal kebijakan privasi terbaru platformnya setelah sempat heboh beberapa waktu lalu. Dalam sebuah wawancara dia mengungkapkan mengetahui jika aturan itu membuat kebingungan bagi para penggunanya.

"Kami sadar pembaruan membuat bingung dan kami ingin melakukan segala cara untuk meyakinkan pengguna kami," kata Cathcart, dikutip Gadgets Now, ditulis Sabtu (23/1/2021).

Dia juga meyakinkan jika aktivitas pengguna yakni mengirimkan pesan dan panggilan tidak akan terusik. Sebab keduanya dilindungi oleh enkripsi dari ujung ke ujung.



Sementara yang terjadi menurutnya adalah WhatsApp menawarkan pilihan untuk pengguna bisa mengelola obrolan dalam infrastruktur Facebook yang aman. Chatcart juga menjelaskan peran induk usahanya sebagai pengelola pesan yang aman dalam instruksi dan atas nama bisnis.
Dia juga mengatakan jika akun bisnis WhatsApp yang mendapatkan dukungan Facebook akan tertera dalam pesan di atas layar chat. Dengan begitu akan kembali lagi apakah pengguna mau meneruskan mengirimkan pesan pada akun itu atau tidak.

"Terserah pada pengguna apakah akan atau tidak mengirimkan pesan pada (akun) bisnis di WhatsApp atau mereka ingin berkomunikasi secara ketat dengan teman-teman mereka," kata dia.

Monetisasi WhatsApp juga salah satu yang dibicarakannya sebab bentuk platform yang merupakan pertukaran pesan pribadi. Menilik kebelakang, masalah ini jadi alasan pendiri Brian Acton keluar dari perusahaan hanya tiga tahun setelah akuisisi dengan Facebook.
Cathcart mengakui jika pihaknya berusaha memikirkan cara membangun bisnis namun privasi dan percakapan orang tetap aman terjaga. Itu sebabnya menjadi alasan WhatsApp terus mengungkapkan rencana perusahaan selama beberapa waktu terakhir.

Salah satunya adalah sejumlah akun bisnis harus membayar untuk dapat menikmati layanan WhastApp. Selain itu juga membuka opsi menjual langsung dalam chat dengan pengguna.

"Kami berencana untuk membebaskan biaya pada sejumlah bisnis untuk layanan ini, di sisi lain, aplikasi tetap tersedia gratis untuk digunakan orang lain," jelasnya. 


Aksi Menteri Johnny


Kementerian Kominfo memanggil WhatsApp-Facebook terkait aturan privasi data dalam Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi (RUU PDP). Selanjutnya pemerintah menetapkan kebijakan lanjutannya.

"Hari ini Kominfo memanggil pengelola WA/FB Asia Pacific Region untuk memberikan penjelasan lengkap. Setelah itu pemerintah akan menetapkan kebijakan lanjutan terkait dengan hal ini," kata Menteri Kominfo, Johnny Plate kepada CNBC Indonesia, Senin (11/1/2021).

Dia juga mengingatkan pada masyarakat untuk bijak memilih dan menentukan media sosial mana yang bisa memberikan perlindungan data pribadi dan privasi. Sehingga mereka akan terhindar dari penyalahgunaan data tersebut.

Menurutnya sudah ada sejumlah aturan yang bisa jadi payung hukum untuk pengelolaan informasi, data dan transaksi elektronik. Dia menyebutkan adalah UU ITE, PP 71/2019, dan Permen Kominfo 5/2020.
"Akan diperkuat secara lebih detail dalam RUU PDP," kata dia.

Dia menyebutkan salah satu prinsip yang tertera dalam rancangan aturan tersebut adalah penggunaan data pribadi harus dalam persetujuan p[emilik data. Hal ini juga sesuai dengan aturan di berbagai negara lain termasuk GDPR yang dimiliki Uni Eropa.

"Salah satu prinsip utama dalam PDP adalah bahwa penggunaan data pribadi harus dengan persetujuan (consent) pemilik data. Hal ini sejalan dengan regulasi di berbagai negara termasuk GDPR Uni Eropa maupun substansi yang ada dalam RUU PDP Indonesia," jelas Johnny.


sumur

https://www.cnbcindonesia.com/tech/2...ngan-privasi/1
0
965
10
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Berita dan Politik
Berita dan PolitikKASKUS Official
671.3KThread41.1KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.