"Sudah hampir setahun nikah kok belum hamil juga to kamu, Yen," kata ibu mertuaku sambil mengamati tubuhku. "Padahal badanmu bongsor. Jangan-jangan kamu mandul, lagi," kata ibu mertuaku dengan pandangan kecewa. Aku menarik napas panjang.

Tiga bulan belakang ini, ibu memang terus mengeluh kenapa aku tak kunjung hamil. Ia terus membanding-bandingkan dengannya yang tak lama menikah langsung hamil.

"Belum waktunya, Bu. Nanti kalau sudah waktunya, pasti Yeni hamil," sahut Mas Sumantri sambil melangkah mendekat. Ia mencium tangan Ibu. Seperti biasa habis pulang kerja, wajahnya terlihat sangat lelah.

"Coba kalian ke dokter kandungan. Tanyakan kenapa kok belum hamil juga. Ibu sudah pengen punya cucu."

Mas Sumantri mengenggelengkan kepala. "Sabar saja, Yeni pasti bakal hamil nanti."

"Nantinya kapan?! Mau tunggu ibu mati?!" Sentak Ibu. Aku memandang Mas Sumantri dengan batin sedih. Bagaimana aku akan hamil jika selama menikah ia tak pernah menyentuhku? Kami menikah karena keinginan ayahku juga almarhum bapak mertua. Katanya, kami sudah dijodohkan sejak kecil. Aku pun menerima pernikahan ini dengan sepenuh hati. Mas Sumantri juga sepertinya begitu. Sejauh ini, ia selalu bersikap baik. Hanya saja, aku selalu bertanya-tanya kenapa ia tak kunjung menyentuhku.

"Pokoknya ibu gak mau tahu! Pokoknya bagaimanapun caranya, Yeni harus segera punya anak!" Ibu membalikkan badan lalu melangkah cepat menuju kamarnya. Aku dan Mas Sumantri berpandangan. Ia menatapku lalu menuju kamar. Aku mengikuti.

"Kamu tidak usah dengarkan ucapan ibu."

Aku memandangnya. "Kenapa kita tak mencoba melakukannya, Mas?"

Ia menegakkan tubuh. "Melakukan apa maksudmu?"

Aku menunduk. Sungguh merasa sangat malu hendak menyebut melakukan hubungan suami istri. Pada akhirnya, aku hanya diam dengan benak penuh tanya. Aneh tidak sih jika sudah hampir setahun menikah, tapi Mas Sumantri belum juga menyentuhku?

Lanjut?