Pengaturan

Gambar

Lainnya

Tentang KASKUS

Pusat Bantuan

Hubungi Kami

KASKUS Plus

© 2024 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved

agusmulyantiAvatar border
TS
agusmulyanti
DERITA SENJA
Menjadi janda dan hidup menderita, bukanlah takdir yang dikehendaki Senja, tetapi goresan takdir yang telah mengantarnya kesana. Membesarkan dua buah hati dalam kesendirian adalah ujian yang teramat berat baginya.

******

Senja adalah namaku. Pada awalnya pernikahanku bahagia, walau hidup seadanya dan tidak terlalu berkecukupan aku merasakan semua terasa sangat sempurna. Terlebih saat buah cinta kami terlahir ke dunia, seorang anak laki-laki yang kuberi nama Sang Fajar. Aku memberinya nama seperti itu, agar ia kelak menjadi cahaya bagi kebahagiaan keluarga kecilku dan dimanapun ia berada.

******

Kelahiran Sang Fajar, membuat suamiku menjadi lebih bersemangat dalam bekerja, hingga kehidupan kamipun perlahan meningkat menjadi lebih baik.

Hari-hari kami lalui dengan kebahagiaan, hingga akhirnya bencana itu datang.

********

Perkenalan suamiku dengan seorang gadis, telah membuat banyak perubahan dalam dirinya. Dia yang biasanya selalu mesra, terbuka dan hangat, kini berubah seratus delapan puluh derajat. Senyum yang biasa terkembang di bibirnya, seolah sirna ditelan bumi. Dia berubah menjadi pemarah, kasar dan menyendiri.

********

Suamiku kulihat tengah asik dengan handfhonenya saat kuhampiri.

"Sedang wa dengan siapa mas ?, serius bener, pake senyum-senyum segala," ujarku sambil mencoba menggodanya.

Dengan sikap kasar dan wajah tak bersahabat, suamiku memandang aku.

"Kenapa sih ?, mau tau aja. Apa aku harus cerita semua yang aku kerjakan sama kamu. Aku mau telfon dengan siapa kek, wa dengan siapa kek, ngapain aku harus lapor sama kamu," jawabnya ketus sambil memandang sinis ke arahku.

Aku gak berani menatap wajah angkernya, bagiku nada suara tinggi yang keluar dari bibirnya, sudah merupakan pertanda bahwa pembicaraan tak harus dilanjutkan. Aku memilih diam dan menjauh darinya. Aku memilih menghindari pertengkaran yang akan membuatku hatiku semakin sakit.

*******

Semakin hari tingkah suamiku semakin menjadi-jadi. Suamiku semakin jarang pulang, dengan alasan yang bagiku sangat tidak masuk akal. Aku tidak berani bertanya lebih jauh, karena seperti biasa amarahnya bisa membuat bathinku terluka, dengan ucapan tajamnya yang menghujam.

*******
Meski saat itu, suamiku jarang pulang, tapi suamiku masih memberiku nafkah lahir dan bathin. Aku sendiri selalu memaafkan dan luluh dalam dekapnya, meski suamiku melakukannya seperti terpaksa, hingga akhirnya aku mengandung anak keduaku.

Kehamilan anak keduaku, tidak disambut bahagia oleh suamiku. Saat kusampaikan berita gembira itu, suamiku hanya menanggapi dengan sikap dingin dan acuh tak acuh.

"Ya Allah, sebegitu bencikah ia padaku. Apa salahku ya Allah."

*******
Kehamilanku semakin besar, tapi suamikupun semakin jarang pulang. Setiap senja aku berharap suamiku kembali, tapi penantianku, hanyalah penantian yang sia-sia, yang berujung dengan air mata.

Aku seperti berada ditepian jurang, yang sewaktu-waktu dapat menarikku kedalamnya. Menghempaskan dan melumat tubuhku tanpa belas kasih.

******
Sembilan bulan kulalui tanpa belaian dari suamiku. Aku membesarkan Sang Fajar dengan bantuan ibu dan adik perempuanku, dalam keadaan serba kekurangan, hingga akhirnya hari persalinankupun tiba.

Keluargaku bingung saat aku hendak melahirkan. Mereka bingung harus membawaku kemana, karena mereka tau, aku tak punya uang sepeserpun. Akhirnya setelah berunding dengan beberapa warga, akhirnya mereka membawaku ke sebuah rumah sakit dengan pelayanan gratis. Itupun harus melalui peraturan yang membuatku berada diantara hidup dan mati.

*****

Suamiku hadir saat putri kecilnya lahir kedunia. Seorang bayi perempuan cantik, yang kami beri nama Arina. Nama itu sudah kami persiapkan, saat kami menikah, dan suamiku belum berulah.

Suamiku tersenyum memandang bayi Arina dan kulihat ia sangat bahagia saat itu. Terlihat jelas dari raut wajahnya.

******

Tiga hari sudah aku di rumah sakit, dan hari ini saatnya aku harus kembali. Suamiku membereskan barang-barang yang akan dibawa pulang dan memintaku untuk bersiap. Entahlah, kenapa perasaanku, mengatakan apa yang dilakukannya tidak tulus, ia seperti terpaksa. Aku memandang wajah ovalnya, tak ada senyum disana. Senyum yang selalu membuatku merindukannya dan senyum itulah yang dulu meluluhkan hatiku.

******

Arina menangis dipangkuanku, sementara sang Fajar yang lelah bermain, terbaring di sudut ranjang. Dari balik pintu kulihat suamiku tengah berbicara dengan seseorang, tak lama berselang ia menghampiriku dan memberiku sejumlah uang.

"Aku mau pergi dulu, mungkin aku gak pulang. Ini uang untuk kamu dan anak-anak."

Aku memandang uang lembaran merah yang diberikan, dan mulai menghitungnya.

"Kok cuma segini mas ?, biasanya kamu ngasih aku lebih besar."

"Kamu ini jadi istri gak pernah bersyukur ya. Terima saja uang yang aku kasih, aku sedang banyak urusan, kamu ngerti gak sih?," hardiknya

"Tapi mas.."

Suamiku tak menjawab pertanyaanku, ia terus berlalu dan menghilang di gelapnya malam.

******
Setelah hampir sebulan suamiku tak kembali, akhirnya ia datang. Sang Fajar begitu gembira menyambut kedatangannya.

"Bapak pulang!!..bapak pulang!!," teriaknya sambil menghambur ke arah suamiku.

Suamiku tak bergeming, hanya mengusap kepalanya sesaat.

"Bapak dari mana sih, kok gak pulang-pulang?."
"Bapak sibuk nak," ujarnya datar.

Dengan wajah tanpa ekspresi dia berjalan kearahku. Aku menyambutnya dengan ciuman di punggung tangannya. Saat aku mencoba mencium pipinya, ia menghindar.

"Aku harus pergi lagi, aku hanya mau mengantarkan ini," ujarnya sambil menyodorkan sebuah amplop.

"Loh mas !!, kamu mau kemana ?, anak-anak kangen loh sama kamu."
"Aku harus kerja, cari nafkah buat kamu dan anak-anak. Aku capek. Kamu urus saja mereka."

Sang Fajar menghampiri suamiku sambil merengek, meminta agar bapaknya tak pergi.

"Bapak jangan pergi..Adan kangen bapak."
"Bapak harus kerja nak. Kamu sama mama ya, jangan nakal."
"Tapi pak.."
"Nanti bapak pulang bawa uang dan mainan buat Adan, sekarang Adan sama mama dulu ya," bujuknya.

Suamiku bergegas pergi, setelah Sang Fajar menganggukan kepala. Aku hanya dapat memandanginya dengan hati hancur.

"Mah !, bapak mau kemana sih ?, baru datang sudah pergi lagi. Adan kan kangen mah."

Aku tersenyum dan membelai rambutnya

"Bapak sibuk nak, banyak kerjaan yang harus bapak selesaikan. Nanti kalau bapak dapat uang, uangnya kan buat Adan.., bapak udah janji kan tadi."

Sang Fajar mengangguk dan berjalan lesu ke tempat tidur. Ia tak lagi bersemangat untuk bermain.

*******

Seperti sebuah belati menikam jantungku, saat aku dapati gambar suamiku sedang menimang bayi disebuah sosial media bersama seorang wanita muda yang berdiri disampingnya.

"Kamu tega mas, kamu betul-betul tak punya hati. Kamu meninggalkanku demi perempuan lain. Apa salahku mas ?."

*******

Kini suamiku tak pernah lagi kembali. Ia mengakui telah menemukan lagi pelabuhan hati dan meninggalkanku sendiri. Iapun kini memberiku nafkah hanya lewat bank, yang nilainya jauh dari kata cukup.

Aku kini berada dalam kesendirian dengan beban yang menghimpit. Aku melangkah dalam keras kehidupan bersama dua buah hati kecilku. Aku seperti senja yang berjalan tertatih dalam gelapnya malam. Aku adalah Senja yang merintih dalam kelam malam dan kerasnya kehidupan.

TAMAT
Diubah oleh agusmulyanti 02-01-2021 23:07
senja87
indrag057
Goxen
Goxen dan 10 lainnya memberi reputasi
9
1.4K
9
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Mari bergabung, dapatkan informasi dan teman baru!
Stories from the Heart
Stories from the HeartKASKUS Official
31.6KThread42.3KAnggota
Terlama
GuestAvatar border
Guest
Tulis komentar menarik atau mention replykgpt untuk ngobrol seru
Ikuti KASKUS di
© 2023 KASKUS, PT Darta Media Indonesia. All rights reserved.